Gatot Nurmantyo Ungkap Fakta Presidential Treshold 20 Persen, Disebut Ada Pasal 'Pembunuh' Partai
Selain itu, ia juga mengkritisi soal Pasal 414 yang ia sebut dengan pasal 'pembunuh' partai.
Penulis: yudhi Maulana | Editor: Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Polemik soal ambang batas pencalonan presiden atau presidentials Treshold sebanyak 20 persen dikritik Mantan Panglima TNI AD, Gatot Nurmantyo.
Diketahui nama Gatot Nurmantyo kerap dikaitkan dalam bursa pencalonan wakil presiden jelang Pilpres 2019.
Dalam acara diskusi yang diselenggarakan Universitas Indonesia (UI) dan Aliansi Kebangsaan yang dihadiri sejumlah mahasiswa dan aktivis itu digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/7/2018) sore, Gatot Nurmantyo mengritik soal Presidentials Treshold sebesar 20 persen.
Seperti diketahui UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum antara lain mengatur tata cara pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019.
Pasal 222 UU No 7 tahun 2017 berbunyi: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Gatot mengajakan mahasiswa maupun peserta diskusi untuk mengkaji kenapa ketentuan Presidential Threshold 20 persen itu bisa lahr dan bagaimana proses kelahirannya.
• Sidak ke Lapas Sukamiskin, Lihat Respon OC Kaligis Saat Najwa Shihab Tanya Printer di Selnya
Dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya, Gatot Nurmantyo menyampaikan prihal Presidential Threshold.
"Satu hal ada yg perlu kita cermati baik-baik. bahwa Presidential Threshold yang 20% ini, ini pada tahun 2014 tidak pernah diumumkan oleh KPU bahwa hasil pemilihan legislatif ini akan digunakan sebagai Presidential Threshold tahun 2019. Itu yang pertama, terus mengapa diperjalanan muncul undang-undang nomer 17 tahun 2017 tentang Presidential Threshold yang 20%. Mengapa? karena ada pemenang pileg yang memeproleh 19 persen sehingga dia tinggal tambah partai mana pun juga 1 saja," katanya dalam video.
• Ahok Dukung Jokowi 2 Periode, Fifi Lety Masih Rahasiakan Sosok Dibalik Surat Sang Kakak
Selain itu, ia juga mengkritisi soal Pasal 414 yang ia sebut dengan pasal 'pembunuh' partai.
Ia menyebut, pasal 414 yang menyangkut bahwa apabila peserta pemilu sekarang ini perolehannya dibawah 4%, ini dia tidak punya kursi DPR, tidak masuk dan kursinya diberikan kepada partai pemenang.
Prabowo : Presidentials Treshold itu Lelucon Politik
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menanggapi soal Undang- Undang Pemilu yang disahkan DPR RI pada 20 Juli 2017 lalu.
Prabowo dengan tegas menolak presidential trehshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen.
"Presidential treshold 20 persen menurut kami lelucon politik yang menipu rakyat. Saya tidak mau terlibat dalam sesuatu yang seperti itu. Alhamdulillah demikian sikap Partai Demokrat, PANn dan PKS itu satu. jadi lahir dari kecemasan itu kami khawatir bahwa demokrasi kita kedepan bisa dirusak karena itu sesuai yang disampaikan Pak SBY, kita wajib mengawal, mengimbau dan mengingatkan rekan-rekan yang berada di kekuasaan bahwa demokrasi itu adalah jalan terbaik," ungkapnya,
Lanjutnya, ia juga bersepakat dengan SBY untuk melakukan check dan balancing atau diawasi dan diimbangi karena menurutnya inti dari suatu demokrasi adalah yang aman dan adil.
• Hasil Test Pack Positif Usai Gugat Cerai Suami, Nikita Mirzani: Malah Target Niki Tuh Empat Anak
"Demokrasi pelaksanaannya adalah pemilu, bagi kami setiap upaya mengutangi kualitas demokrasi atau menggunakan cara-cara yang tak sehat atau menyakiti kemampuan berpikir rakyat Indonesia, bagi kami ini mencemaskan," tuturnya.
"Terlihat Partai Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS itu satu dalam masalah UU Pemilu yang baru saja disahkan oleh DPR RI yang kita tidak ikut bertanggungjawab, karena kit atak mau ditertawakan oleh sejarah," imbuhnya.
Sementara, SBY dan Prabowo bersepakat untuk terus mengawal negara ini, mengawal perjalanan bangsa Indonesia dalam kapasitas dan posisi mereka masing-masing.
Hal ini dilakukan agar apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini benar-benar untuk kepentingan negara.