Menikah Delapan Tahun tak Berhubungan Seks, Ini yang Dilakukan Istri Kepada Suaminya
Saat masih pacaran, mereka tidak pernah menghabiskan waktu berdua.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Sebuah pernikahan di Malta, Italia dibatalkan gara-gara si perempuan mengaku masih perawan hingga delapan tahun usia pernikahan.
Perempuan itu telah pergi ke pengadilan untuk membatalkan pernikahannya tersebut.
BACA: Wow, Julia Perez Lakukan Ini ke Aura Kasih, Netizen: Mau Dong
Usut punya usut, seperti dilaporkan Metro.co.uk, si suami rupanya tidak tertarik pada hubungan seks.
Masih dari sumber yang sama, pasangan ini dikabarkan hanya berhubungan intim sebulan sekali selama beberapa menit—selalu pada hari Minggu sekitar pukul 22.00, itu pun tanpa melibatkan aktivitas seks.
BACA: Tempat Karaoke di Bogor Dirazia :'Kalau Saya Mau Ditemani Kamu Di Sini, Gimana Caranya?'
Setiap hari, perempuan yang tidak mau disebut namanya itu menangis sepanjang malam.
Ia trauma pada pernikahannya.
BACA: Kang Emil Posting Foto Jadul, Kata Netizen: Gusti Akang Goreng Pisan
Dari catatan pengadilan, pasangan ini menikah pada 2000 setelah menjalani pacaran yang cukup singkat.
Saat masih pacaran, mereka tidak pernah menghabiskan waktu berdua.
BACA: Usai Sidang Anggita Sari Curhat di Instagram, Netizen: Cari Kerjaan Lain Saja
Selalu ada orangtua si perempuan di antara mereka.
Setelah “bulan madu” dan kembali ke Malta, si suami tidak ingin tinggal di rumah mereka sendiri dan memilih tinggal bersama ibu dan ayahnya.
BACA: Ini Daftar Sementara Klub yang Lolos Fase Grup Liga Champions
Saat pernikahan berusia 7,5 tahun, si perempuan pergi ke pengadilan dan mengaku siap memiliki anak, bahkan dengan metode bayi tabung.
Menurut keterangan dokter, sejatinya keduanya sama-sama dalam kondisi subur.
Tapi si pria selalu punya cara untuk menolak berhubungan seks dengan istrinya yang sah itu.
BACA: Sediakan Pemadu Lagu, Karaoke di Bogor Ditutup Satpol PP
Ia mengaku selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Bukan tanpa usaha, si perempuan terus berusaha menarik perhatian si suami.
Ia mengantar suaminya bekerja dan menjemputnya saat jam pulang kantor; tapi semuanya ternyata tak cukup membuat si suami tertarik.
Suami itu bahkan menyebut itu tindakan biasa dan lumrah dilakukan oleh para istri.
Kesabaran si istri akhirnya habis.
Ia pergi ke konsultan pernikahan, dan pada titik tertentu ia menyebut suaminya memang membutuhkan bantuan psikiater untuk mengatasi persoalannya.
Selama menjadi sepasang suami-istri, si perempuan mengaku hidup di bawah tekanan.
Suaminya menolak untuk bertanggung jawab terhadapnya, dan bahkan menyuruh ayahnya untuk mengurus perpisahan.
Puncaknya, pengadilan akhirnya mengabulkan permohonan si perempuan dan pernikahan mereka akhirnya dibatalkan. (Mohabib)