Menelisik Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di FEMA IPB
Sarana penunjang kegiatan akademik departemen mampu mendukung proses pembelajaran secara efektif.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Di era informasi dan di tengah tantangan kebutuhan sumberdaya manusia yang kompeten, kita tidak hanya dihadapkan pada aspek produksi dan konsumsi, tetapi diperlukan komunikasi yang efektif agar produksi, konsumsi dan sustainability dari produksi dan konsumsi itu bisa dijamin.
Jaminan tersebut sangat berkaitan dengan aspek "manusia", kumpulan manusia, organisasi dan lembaga, mulai dari level lokal, nasional, internasional bahkan global.
Terdapat beragam isu yang saat ini mengemuka: keberlanjutan produksi pertanian (dalam arti luas), kelembagaan, kemiskinan, teknologi tepat guna, serta masalah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Teknologi dan ekonomi tidak cukup untuk menjadi jalan keluar atas semua tantangan dan masalah tersebut.
Diperlukan peran ahli komunikasi, ahli sosial budaya dan kelembagaan, pengembangan masyarakat, penyuluh, konsultan, pendidik, dan pekerja sosial.
Berbicara keberhasilan program pembangunan pertanian, program akan berhasil manakala program terkomunikasikan dengan baik, disertai pendampingan yang dilakukan secara efektif, sehingga program berhasil, masyarakat mandiri dan mampu mengembangkan diri atas potensi yang dimiliki (alam maupun modal manusia).
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Siti Amanah mengatakan, bahwa dalam perspektif pembangunan pertanian (dalam arti luas), dimilikinya tenaga yang kompeten di bidang sosial, komunikasi, pendekatan dan metode penyuluhan, pengembangan masyarakat, serta kemampuan sebagai fasilitator merupakan suatu kebutuhan.
Pertanian dan pedesaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena pertanian sebagai sebuah usaha dan budaya masyarakat, dan sampai saat ini 75 persen berlangsung di wilayah pedesaan.
Hal ini dikarenakan potensi desa yang memiliki lahan-lahan produktif lebih luas dibanding perkotaan. Selain itu pertanian dan pedesaan mengalami tantangan signifikan seperti berkurangnya lahan produktif, "brain drain" dari pedesaan dan pertanian, dan dampak perubahan iklim yang berpengaruh terhadap pertanian dan kehidupan masyarakat.
Hal ini memerlukan komunikasi inovasi di tingkat petani, organisasi, pemerintah dan swasta sehingga pembangunan pertanian dapat tetap dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
Dengan demikian agar program pembangunan pertanian (dalam arti luas: pertanian, perikanan, dan kehutanan) berhasil, diperlukan peran multipihak.
Dalam hal ini tidak hanya pemerintah sebagai pemangku kebijakan yang berperan, tetapi juga masyarakat, swasta atau pelaku bisnis dan lembaga pendidikan.
"Pemerintah perlu merumuskan dan melaksanakan kebijakan untuk memajukan pertanian melalui telaah yang dilakukan secara cermat berbasis data dan fakta untuk memastikan kebijakan yang diambil "kompatibel" dengan kondisi masyarakat, kondisi fisik lingkungan, dan sesuai dengan tujuan pembangunan itu sendiri," katanya dalam siaran pers yang diterima TribunnewsBogor.com.
Perguruan tinggi tentu memiliki peran yang juga diperlukan untuk memecahkan setiap persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat, terutama dari sisi sosial, ekonomi, budaya, teknologi, dan inovasi.
Untuk itu, terangnya, Departemen SKPM yang dibentuk pada tahun 2005 berupaya mengembangkan ilmu sosial (termasuk di dalamnya sosiologi, komunikasi, penyuluhan, kependudukan, ekologi politik, keagrarian, gender dan pembangunan dalam upaya mengembangkan masyarakat (yang bergerak di bidang pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan, dan kehutanan) melalui inovasi sosial secara holistik (teknis dan non teknis).