Perjalanan Si Cantik Yaqud Ananda Qudban, Menangkan Dua Pemilu Sampai Jadi Tersangka KPK
kasus suap di Malang ini menunjukkan bagaimana korupsi dilakukan secara massal yang melibatkan kepala daerah hingga anggota DPRD.
Penulis: Ardhi Sanjaya | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Nama Yaqud Ananda Budban menjadi satu dari 16 anggota DPRD Kota Malang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap APBD-P tahun 2015.
Yaqud Ananda diduga turut menerima hadiah atau fee dari Wali Kota Malang Mochammad Anton.
Melansir Kompas.com, Suap dilakulan terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang TA 2015.
Oleh karena itu, selain Anton, dua pimpinan dan 18 anggota DPRD Malang juga ditetapkan sebagai tersangka.
"MA selaku Wali Kota Malang memberi hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga diberikan karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai wakil ketua DPRD dan anggota DPRD Malang," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/3/2018)
Dua Wakil Ketua DPRD Malang itu bernama HM Zainudin dan Wiwik Hendri Astuti.
Sementara 16 anggota DPRD Malang yang jadi tersangka bernama Suprapto, Sahrawi, Salamet, Mohan Katelu, Sulik Lestyowati, Abdul Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiani, Heri Pudji Utami, Hery Subianto, Yaqud Ananda Budban, Rahayu Sugiarti, Sukarno, dan Abdul Rachman.
Penetapan para tersangka merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat mantan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang Jarot Edy Sulistyono.
Kasus tersebut telah disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Basaria mengatakan, fakta persidangan itu kemudian dijadikan bahan pengembangan oleh penyidik.
Selain itu, juga ditambah bukti dari keterangan saksi, bukti surat, dan dokumen elektronik untuk mengembangkan perkara.
"Penyidik mendapatkan fakta yang didukung bukti bahwa para tersangka anggota DPRD menerima fee dari MA (Anton) selaku wali kota bersama JES (Edy) untuk memuluskan pembahasan dan pengesahan APBD-P 2015," kata Basaria.
Basaria mengatakan, kasus suap di Malang ini menunjukkan bagaimana korupsi dilakukan secara massal yang melibatkan kepala daerah hingga anggota DPRD.
Padahal, DPRD sepatutnya melakukan pengawasan anggaran dan regulasi secara maksimal.
"Faktanya mereka memanfaatkan kewenangan mereka untuk kepentingan pribadi dan kelompok," kata Basaria.

Satu yang menarik yakni Yaqud Ananda Gudban.
Sampai saat ini Yaqud bergelar Dr Yaqud Ananda Gudban, SS, SST.Par,MM
Dengan deretan gelar juga wajah cantiknya, ia memilih untuk terjun ke dunia politik.
Sebelum maju sebagai Calon Wali Kota Malang, Yakud sudah menjabat sebagai Ketua DPC Hanura Kota Malang.
Tak tanggung, Yaqud juga menjabat sebagai anggota dewan selama dua periode lamanya.
Berbekal kemenangan Pemilu 2009 dan 2014 Yakud nekat mencalonkan diri sebagai Calon Wali Kota Malang menantang petahana Wali Kota Malang M Anton di Pilkada 2018 mendatang.

Sederet organisasinya pun sudah dijabat.
Melansir Tribun Timur, Nanda sapaan akrab Yaqud Ananda Gudban dipercaya menjadi Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia Malang, Ketua Komunitas Perempuan Peduli Indonesia (KoPPI) dan yang paling bergengsi, yakni dipercaya menjabat sebagai Wakil Sekertaris Jenderal Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia (Adeksi).
Tak hanya itu, dalam bidang akademik, kiprah Nanda juga tak diragukan.
Menjadi dosen tetap di Universitas Merdeka Malang, Dosen Luar Biasa di Universitas Brawijaya Malang, Senat di STIBA Malang hingga menjadi ketua jurusan Pariwisata Unmer Malang telah dilakoninya.

Raihan Gelar Doktor di Universitas Brawijaya dengan predikat Summa Cumlaude.
Dalam disertasinya berjudul “Analisis Hubungan Principal-Agent dalam Proses Penyusunan APBD: Studi Fenomenologi” Nanda mengupas permasalahan yang cukup penting dalam pemerintahan yakni adanya usulan penggunaan E-Budgeting.
Perjalanan Yaqud Ananda Qudban
Melansir Kompas.com, Rabu, Januari 2018, tiga pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Malang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang.
Tiga pasangan itu adalah Yaqud Ananda Qudban-Ahmad Wanedi (Menawan) yang diusung PDI-P, Partai Hanura, PAN, PPP, dan didukung Partai Nasdem.
Pasangan berikutnya adalah M Anton-Syamsul Mahmud (Asik) yang diusung PKB, Partai Gerindra, dan PKS.

Terakhir, pasangan Sutiaji-Sofyan Edi Jarwoko (Sae). Sejak awal, publik dan sejumlah pihak di Kota Malang dilanda keragu-raguan.
Kasus suap pembahasan P- APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 dikhawatirkan menyeret nama-nama calon wali kota tersebut.
Sebab, dalam kasus yang bergulir di Komisi Pemeberantasan Korupsi ( KPK), nama Nanda dan Anton kerap disebut, bahkan berulang kali diperiksa menjadi saksi.
Karena sebelum menjadi calon wali kota, Nanda merupakan anggota DPRD Kota Malang dari fraksi Partai Hanura.
Sedangkan Anton merupakan calon wali kota petahana.

Sutiaji yang juga merupakan calon wali kota petahana karena sebelumnya menjabat sebagai wakil wali kota Malang juga sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu.
Kendati demikian, pada Senin, 12 Februari 2018, tiga pasangan itu ditetapkan.
Sehari kemudian, ketiganya mendapatkan nomor urut.
Pasangan Nanda-Wanedi (Menawan) mendapatkan nomor urut 1, pasangan Anton-Syamsul Mahmud (Asik) mendapatkan nomor urut 2, dan pasangan Sutiaji-Sofyan Edi Jarwoko (Sae) mendapatkan nomor urut 3.
Tahapan Pilkada berikutnya berlangsung. Hingga akhirnya tiba pada masa kampanye.
Ketiga pasangan giat menyapa masyarakat Kota Malang untuk meraih suara.

Hingga akhirnya, apa yang menjadi kekhawatiran terjadi. Penyidik KPK terus mengembangkan kasus suap pembahasan P-APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 yang sudah menterdakwakan dua orang itu.
Hasil pengembangan itu, sebanyak dua pimpinan dan 16 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka baru pada Rabu (21/3/2018).
Termasuk Nanda yang duduk sebagai Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Malang.
Selain itu, penyidik KPK juga menetapkan Anton sebagai tersangka karena diduga telah memberikan sejumlah fee dan janji kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang.
Praktis, tersisa Sutiaji, calon wali kota yang tidak menyandang status tersangka.