Korupsi E KTP
Dikira Pingsan, Setya Novanto Kejutkan Perawat RS Medika Permata Hijau dengan 4 Hal Ini
Kedua perawat menangani Setya Novanto ketika dirinya dikabarkan terlibat kecelakaan pada 16 November 2017 lalu.
Penulis: Ardhi Sanjaya | Editor: Ardhi Sanjaya
2. Dikira pingsan, pas dilihat sedang buang air
Melkansir Kompas.com Perawat Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Indri Astuti, menceritakan menjelang pukul 06.00 pagi, Indri mendatangi kamar VIP 323 untuk mengukur tekanan darah Setya Novanto.
Indri memergoki Novanto sedang berdiri tegak di samping tempat tidur.
Baca: Suara Manjanya Ramaikan Sidang First Travel, 4 Kesialan Ini Timpa Syahrini Di Pengadilan
Novanto ternyata sedang membuang air kecil. Menurut Indri, awalnya Novanto tak menyadari keberadaan dirinya di dalam kamar.
Namun, Novanto merasa kaget saat tiba-tiba Indri menawarkan bantuan.
"Saya bilang, Pak sini saya bantuin. Si Bapak itu kaget. Tapi, setelah itu dia merebahkan badan dengan susah payah kembali ke tempat tidur," kata Indri.
3. Dikira pingsan, tiba-tiba minta diperban
Menurut Indri, awalnya dia mencoba mengajak Setya Novanto untuk berkomunikasi.
Namun, Setya Novanto hanya memejamkan mata dan tidak merespons pertanyaan yang diajukan.
Begitu juga saat Indri membuka kancing baju dan melakukan perekaman jantung.
Namun, Indri tiba-tiba dikejutkan dengan kata-kata Novanto yang disampaikan dengan nada tinggi.
"Sebelum saya keluar kamar, pasien itu bilang, 'Kapan saya diperban?'. Saya kaget, langsung balik badan karena nada suaranya seperti itu. Dia agak membentak," kata Indri kepada majelis hakim.
4. Dikira pingsan, malah minta obat merah
Hal itu dikatakan Indri Astuti ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (2/4/2018).
Dia bersaksi untuk terdakwa dokter Bimanesh Sutarjo.
"Pasiennya tiba-tiba bilang, dia minta obat merah. Saya makin bingung saja, saya bilang, obat merah sudah enggak ada, Pak, di rumah sakit," ujar Indri kepada majelis hakim.
Menurut Indri, awalnya Setya Novanto sambil emosi meminta agar luka kecil di keningnya diperban.
Padahal, menurut Indri, luka semacam itu tidak perlu menggunakan perban.