Bogor Istimewa
Kabupaten Bogor Istimewa Dan Gemilang

Bukan 15 Tahun Penjara, 77 Persen Warganet Minta Setya Novanto Divonis Seumur Hidup

Menurut majelis hakim, Setya Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Penulis: Ardhi Sanjaya | Editor: Ardhi Sanjaya
Kompas.com
Setya Novanto saat menghadiri sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018). KPK menduga Setya Novanto melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Vonis yang diterima Setya Novanto rupanya sangat berbeda dengan hasil polling.

Warganet di Twitter memiliki pendapat sendiri soal hukuman yang pantas diterima oleh mantan Ketua DPR ini.

Akun terverifikasi ICW, @sahabatICW, membuka polling tentang hukuman yang akan didapat oleh Novanto sejak kemarin malam.

Hasilnya, terbilang jauh dari vonis yang dijatuhkan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (24/4/2018).

"Tweeps, besok sidang putusan perkara Setya Novanto nih.

Sebelum vonis dibacakan, Jaksa KPK sudah menyampaikan tuntutan kepada Setnov penjara selama 16 tahun.

Nah, kalau menurut kalian berapa lama seharusnya Setnov ditahan?"

Begitu tulisnya dalam keterangan.

Dari 1,579 pemilih hanya 9 persen yang menginginkan Novanto dihukum 16 tahun penjara.

14 persen diantaranya menginginkan Setya Novanto dihukum 20 tahun penjara.

Dan yang paling mengejutkan ialah, 77 persen di hasil polling memilih hukuman seumur hidup untuk Setya Novanto.

Meski begitu, hasil keputusan diambil ialah vonis dari hakim di Tipikor yakni 15 tahun penjara.

Melansir Kompas.com, Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 15 tahun," ujar ketua majelis hakim Yanto saat membacakan amar putusan.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Hal itu sesuai tuntutan jaksa KPK.

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto saat menghadiri sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).(Garry Andrew Lotulung/KOMPAS.com)
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto saat menghadiri sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).(Garry Andrew Lotulung/KOMPAS.com) ()

Majelis hakim sepakat dengan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.

Hal itu disampaikan majelis hakim dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).

"Karena penuntut umum menilai terdakwa belum memenuhi syarat sebagai justice collaborator, majelis tidak dapat mempertimbangkan permohonan terdakwa," ujar hakim Anwar saat membacakan pertimbangan putusan.

Hakim mempertimbangkan surat tuntutan jaksa yang menyebut bahwa Novanto tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Menurut jaksa, sesuai ketentuan perundangan, pemohon justice collaborator haruslah seorang pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatan dan memberikan keterangan signifikan untuk mengungkap pelaku lain yang lebih besar.

Namun, dalam pemeriksaan terdakwa, Novanto tidak mengakui menerima uang. Meski menyebut sejumlah pihak yang diduga menerima uang e-KTP, Novanto membantah dirinya disebut sebagai pemilik sebenarnya dari uang 7,3 juta dollar Amerika Serikat.

Dalam putusannya, majelis hakim sepakat dengan tuntutan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan Novanto.

Novanto dianggap tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Sesuai ketentuan perundangan, pemohon justice collaborator haruslah seorang pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatan dan memberikan keterangan signifikan untuk mengungkap pelaku lain yang lebih besar.

Namun, dalam pemeriksaan terdakwa, Novanto tidak mengakui menerima uang.

Meski menyebut sejumlah pihak yang diduga menerima uang e-KTP, Novanto membantah dirinya disebut sebagai pemilik sebenarnya dari uang 7,3 juta dollar Amerika Serikat.

Dalam pertimbangannya, hal yang memberatkan putusan adalah tindakan Novanto bertentangan dengan upaya pemerintah yang gencar memberantas korupsi.

Selain itu, korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Adapun hal yang meringankan adalah terdakwa Novanto berlaku sopan selama persidangan dan sebelumnya tidak pernah dihukum.

Dalam putusan, majelis hakim menganggap perbuatan Novanto memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara, menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam proyek e-KTP.

Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP.

Novanto disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved