Asian Games 2018
Nasib Peraih 3 Medali Emas di Asian Games, Terpaksa Jual Rumah Hingga Tak Punya BPJS
Hendrik Brock yang pernah meraih 3 medali emas di Asian Games ini kini hidup serba pas-pasan di kampung halamannya di Sukabumi
Penulis: yudhi Maulana | Editor: Yudhi Maulana Aditama
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Selain rasa bangga, para atlet tanah air yang berprestasi di Asian games 2018 harus berbahagia karena akan menerima hadiah dari pemerintah.
Nilai bonus yang dijanjikan pun tak tanggung-tanggung, bahkan menyentuh angka miliaran rupiah.
Namun, kondisi itu berbanding terbalik dengan apa yan dialami oleh para atlet dulu.
Seperti nasib seorang atlet sepeda bernama Hendra Gunawan alias Hendrik Brock (77).
Pria berdarah campuran Jawa-Jerman ini kini hidup serba pas-pasan di kampung halamannya di Jalan Bhayangkara, Gang Rawasalak, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi.
Padahal di masa mudanya, Hendrik meraih 3 medali emas di ajang Asian Games.
Dia juga dijuluki Macan Asia karena disegani lawan bertandingnya.
Berikut fakta-fakta soal kondisi Hendrik Brock, si Macan Asia yang kini hidup sederhana, dirangkum dari Kompas.com.
1. Raih 3 Medali Emas
Pria kelahiran Sukabumi, 27 Maret 1941 ini merupakan atlet Indonesia yang paling banyak meraih medali emas pada Asian Games 1962 di Jakarta.
Tiga medali emas dari nomor team time trail 100 km, individu open road race 190 km, dan team open road race 190 km.
Tak hanya di ajang Asian Games, hendrik juga berprestasi di ajang Ganefo, Olimpiade di era 1960 hingga 1980-an.
Setelah itu, Hendrik juga sempat menjadi pelatih bagi para pebalap sepeda nasional Indonesia.
• Usai Pelukan Ala Jokowi-Prabowo-Hanifan, Al Ghazali Berikan Pesan Ini untuk Maia dan Ahmad Dhani
2. Jual Rumah

Menpora yang kala itu dijabat Adhyaksa Dault akhirnya memberikan rumah untuk Hendrik pada tahun 2007.
Rumah hadiah tersebut terpaksa dijual untuk memperbaiki rumah warisan keluarganya yang dia tempati hingga sekarang.
Rumah warisan keluarganya tersebut sudah rapuh da nyaris ambruk.
"Ini rumahnya sebenarnya sudah roboh dan baru direhab. Alhamdulillah tahun 2007 Pak Adhyaksa Dault memberikan sebuah rumah di perumahan. Namun selama 10 tahun tidak boleh dijual, akhirnya belum lama ini dijual dan uangnya dipakai untuk rehab rumah ini," katanya dia.
• Debat Panas, Ketua Umum GP Anshor dan Maruarar Kompak Bakal Gebuk Ahmad Dhani Kalau Lakukan Ini
3. Janji Pensiun Tak Ditepati Pemerintah
Segudang prestasi milik Hendrik saat itu memang membuat pemerintah pusat menjanjikan dana pensiun.
Menurutnya, saat itu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Periode 2004-2009, Adhyaksa Dault yang menyampaikan terkait dana pensiun itu.
"Pak Adhyaksa waktu beliau menjadi Menpora menjanjikan mengusahakan pemerintah akan memberikan pensiun bagi peraih medali emas olimpiade dan Asian Games. Namun sampai sekarang nggak ada realisasinya," tutur Hendrik.
"Padahal kalau melihat jumlah atlet yang mendapat medali emas dari Olimpiade dan Asian Games tidak banyak," sambungnya.
4. Tak Punya BPJS
Usia yang semakin menua membuat kondisi kesehatan Hendrik menurun.
Ia divonis dokter menderita glukoma, sehingga kemampuan penglihatannya menurun.
ia pun harus menggunakan tongkat untuk membantu dirinya berjalan.
Karena penyakit glukomanya itu, ia sudah menjalani 2 kali operasi.
Dirinya juga tak memiliki kartu BPJS.
Untungnya biaya operasi kala itu masih ditanggung oleh Pemkab Sukabumi.
"Nggak pegang kartu (BPJS), justru gak masuk. Kalau biaya operasi saat itu sih biayanya masih ada dari Pemkab Sukabumi. Karena saat itu melatih tim sepeda balap Kabupaten Sukabumi," tambahnya.
• Adik Fachri Albar Meninggal Dunia Akibat Liver, Hindari 7 Kebiasaan Ini !
5. Andalkan Keluarga
Selama ini, Hendrik sedikit banyak bergantung pada keluarga besarnya.
Dikdik Firmansyah, salah satu keponakan Hendrik, mengatakan, selama ini keluarga besar turut membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari Hendrik.
"Kalau untuk makan sehari-hari ada dari keluarga besar,"kata Dikdik.
Menurut dia, sang paman sebenarnya tak ingin merepotkan keluarga besar.
Bahkan Hendrik rela menjual rumahnya menjadi tiga bagian, salah satu bagian dijual kepada keluarga namun dibayar secara mencicil.
"Berikutnya satu bagian rumahnya kembali dilepas atau dijual ke keluarga saya, namun pembayarannya dicicil. Maksudnya dicicil, pembayarannya itu sesuai kebutuhan Uwa (paman)," kata Dikdik.
(Kompas.com/Michael Hangga Wismabrata)