Panitia Sebut Reuni 212 Gerakan Moral, Pengamat : Kehadiran Prabowo Itu Merupakan Pernyataan Politik
Menurut pengamat politik dan budayawan, Reuni 212 ini sangat kental muatan politiknya dibanding sekedar gerakan moral.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Menurut para ahli, Reuni 212 di Monas, Minggu (2/12/2018), di Monas Jakarta, begitu kental dengan muatan politik.
Meski, panitia menegaskan kalau Reuni 212 tersebut merupakan gerakan moral.
Namun, menurut Akademisi Ilmu Politik dari President University, AS Hikam, Reuni 212 ini masih sama dengan aksi sebelumnya.
"Reuni 212 ini rasanya masih sama dengan rentetan aksi yang sebelumnya," jelasnya dilansir dari YouTube CNN Indonesia dengan judul "Pengamat: Reuni 212, Bikin Deg-degan Kubu Jokowi, Prabowo di Atas Angin", Senin (3/12/2018).
Secara eksplitsit, kata dia, yang terjadi pada Reuni 212 di Monas tersebut, ada pesan-pesan politik yang konkrit.
"Misalnya dari panitia sendiri kan ada pesan, bahwa ini (Reuni 212) dalam rangka Pileg dan Pilpres 2019 supaya ada pengawalan umat, ini kan kalau kita lihat juga sudah merupakan politik, tapi itu bentuk politik yang baik," jelasnya.
Tak hanya itu, AS Hikam juga menilai ada beberapa pesan lainnya yang diperlihatkan dalam Reuni 212 tersebut.
"Kemudian ada yel-yel, misalnya 2019 Ganti Presiden, kemudian ada seruan dari Makkah dari Habib Rizieq Shihab, jangan memilih caleg maupun capres yang diindikasikan melakukan kriminalisasi dan penghinaan terhadaP ulama, itu sendiri sudah merupakan statement politik," bebernya.
Ia kemudian menegaskan kalau Reuni 212 tersebut sangat kental dengan muatan politiknya.
"Jadi menurut saya, tinggal perspektifnya mana, kalau saya sebagai pengamat politik tentu akan melihat bahwa nuansa politik itu jauh lebih kental daripada yang non politik," tambahnya.
Kemudian, AS Hikam juga mengatakan kalau Reuni 212 ini bisa dikatakan memiliki muatan moral politik, karena banyak terdapat pesan moral politik tersendiri.
• Reuni 212 Dikaitkan dengan Keimanan, Mahfud MD :Saya Yakin yang Tak Hadir di Sana Imannya Lebih Kuat
"Politik secara keseluruhan itu ada di acara itu. Jadi sulit memisahkan antara ini politik atau silaturahim saja itu percuma, wong faktanya sudah ada spanduk dan lain-lain," katanya lagi.
Bahkan, kehadiran Prabowo dan Sandiaga Uno di acara tersebut juga semakin memperjelas tujuan dari acara itu.
"Pak Prabowo dan Sandi jelas lebih direpresentasikan daripada petahana, bukan cuma hadir tapi diberi forum juga. Meski Prabowo mengatakan dia tidak berpidato untuk politik, tapi kehadirannya sendiri itu sudah political statement," tegasnya.
Senada dengan AS Hikam, Budayawan Mohamad Sobari tak setuju jika Reuni 212 itu disebut sebagai gerakan moral.
Bahkan kata dia, orang awam pun bisa dengan sangat jelas melihat bahwa Reuni 212 ini bernuansa politik.
"Gerakan moral itu beda nuansanya, beda wujudnya, beda cita-citanya, dan cita rasanya sekaligus. Ini cita rasanya, ya politik, bau-baunya ya politik. Orang tidak perlu jadi ahli politik untuk menyebut bahwa ini peristiwa politik," katanya masih dalam tayangan yang sama.
• Ketika Mahfud MD Komentari Reuni 212 - Akui Tak Diundang : Banyak yang Tak Hadir Imannya Lebih Kuat
Meski begitu, menurutnya masih banyak yang beralasan dengan mengatakan kalau Reuni 212 itu merupakan gerakan moral.
"Sementara gerakan moral itu jauh dari politik, gerakan moral itu hanya tawaran alternatif dari persoalan ruwet yang dihadapi orang banyak," jelasya.
Mohamad Sobari pun menjelaskan bahwa gerakan politik itu hanya satu pilihan di antara banyak pilihan yang membuat publik mengalami suatu ketegangan, dan gerakan moral merupakan pilihan yang tidak bermaksud sama sekali menyentuh dunia dan wilayah politik.
"Gerakan moral hanyalah suara untuk memberi Anda perspektif yang bukan politik apapun. Tetapi kalau tujuannya agak relatif jelas, dan itu melawan dan menyatakan tidak suka pada Pak Jokowi, gerakan moral seperti apa itu? Itu gerakan politik," tandasnya.
Ini videonya :