Menelisik Penghuni Perumahan Khusus Janda di Pasuruan dan Bedanya dengan Kampung Janda di Bogor
Di Pasuruan, Jawa Timur ada perumahan khusus janda, sedangkan di Kabupaten Bogor terdapat kampung Janda.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ada yang unik di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Di daerah ini terdapat kompleks perumahan khusus janda yang telah berdiri sejak 2001.
Para janda yang tinggal di sana, tidak perlu membayar alias gratis.
Perumahan ini dibangun oleh Hanif Kamaluddin (81) seorang pria dari Bangil, Kabupaten Pasuruan.
Kompleks yang kini terdiri dari 40 rumah itu ada di Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan.
Sepintas, perumahan ini tidak ada bedanya dengan perumahan pada umumnya.
Perumahan ini memiliki bangunan tipe 36 yang berjajar rapi.
Tapi, sesuai namanya, para penghuni perumahan ini hanya kaum wanita yang rata-rata sudah berusia paro baya.
Sesuai jumlah rumah yang sebanyak 40 unit, perumahan itu pun diberi nama perumahan Arbain, kosakata Arab yang dalam bahasa Indonesia berarti 40.
Rumah yang dibangun ini rata - rata memiliki dua kamar, satu kamar mandi, ruang tamu dan dapur.
Saat ini, total sudah ada 37 janda yang tinggal di perumahan ini.
Ada tiga rumah yang kebetulan masih kosong.
Perumahan ini dikhususkan untuk para janda. Jadi, selain janda dilarang tinggal di sini.
Para janda ini berasal dari beberapa daerah di Pasuruan, misal Bangil, Pandaan, Rembang, Prigen, Sukorejo dan beberapa kecamatan lainnya.
Meskipun beberapa penghuninya berasal dari luar Pasuruan, namun rencana awalnya, perumahan ini dibangun dengan prioritasnya adalah para janda dari Pasuruan.
Di sini, janda bisa bebas tinggal sampai kapanpun.
Sampai tua pun tidak masalah. Bahkan, dari data yang ada, sudah ada 13 janda yang meninggal di sini.
Mereka yang meninggal sudah bertahun - tahun tinggal di sini.
Selain itu, para janda juga mendapat jatah beras dari pemilik perumahan janda ini dua bulan sekali.
Saat hari-hari besar keagamaan, mereka juga mendapatkan bagian rezeki dari sang saudagar.
Untuk tinggal di sini, tidak semua janda bisa seenaknya tinggal.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Janda harus punya anak.
Tidak terpatok pada usia. Berapapun usianya, bisa mendaftar.
Tapi dengan catatan, tidak punya rumah dan sangat membutuhkan.
• Hotman Paris Beberkan Alasan Kenapa Syahrini Sempat Unfollow Instagramnya : Salah Pengertian Aja
• Gisel Geram Unggahannya dengan Gempi Dituding Pencitraan, Ini Kata Psikolog Soal Beban Jadi Janda
• Mobil yang Dipakai Prabowo di Cianjur Tuai Kontroversi, Disebut Sumbangan, Pemilik: Dibayar Itu!
• Ibunda Nana Murka Saat Tahu Putranya Nikahi Bella Luna, Tak Akui Anak : Saya Cacat Tapi Masih Kerja
Kriteria janda yang bisa tinggal di sini bebas. Bisa janda ditinggal mati atau cerai.
Asalkan, janda ini benar - benar membutuhkan dan kondisinya itu sangat perlu uluran bantuan.
Jika lolos verifikasi, janda itu bisa tinggal di rumah ini.
Selain memenuhi kriteria, penghuni di sini juga harus mematuhi peraturan yang ada.
Dilarang menerima tamu bukan muhrim tanpa didampingi keluarganya.
Jadi dilarang berduaan.
Setiap tamu yang melebihi 24 jam harus melapor.
Harus berpakaian rapi dan sopan bagi penghuni atau tamunya.
Dilarang Merokok
Tidak boleh ada rokok.
Misal punya anak dan anaknya menikah dilarang tinggal di perumahan ini.
Harus keluar dari kawasan ini.
Azizah mengatakan, tinggal di kampung janda ini membuat hidupnya semakin lebih ringan.
Jika dulu, ia harus menanggung beban biaya kontrakan rumah tahunan, kini ia sudah tidak memikirkannya.

"Saya hanya memikirikan biaya hidup dan membesarkan anak - anak saja. Allhamdulillah, sedikit tertolong dengan bisa tinggal di sini. Tapi, tinggal di sini harus hati - hati. Ikuti aturan, kalau tidak mengikuti ya bisa dikeluarkan," katanya.
Nur Astutik, penghuni lainnya juga menyampaikan bahwa biaya yang biasanya untuk menyewa rumah, bisa digunakan untuk membayar lainnya.
"Bisa untuk modal usaha. Saya ini buat rengginang dan saya jualnya. Saya usaha sudah dua tahunan ini. Allhamdulillah hasilnya lumayan, bisa untuk biaya anak bayar sekolah," urainya.
Ia mengaku, sangat terbantu.
Bahkan, beberapa waktu lalu, ada pelatihan kerajinan yang diberikan pemerintah. Kata dia, ini bisa meningkatkan keterampilannya.
"Jadi saya diajarkan banyak hal. Insyallah saya bisa lebih bisa mengembangkan bisnis saya di dunia rengginang ini.
Mudah - mudahan ini berkelanjutan. Jadi, meski janda, saya bisa mendapatkan penghasilan yang layak," paparnya
Nur Astutik mengaku tidak risih tinggal di sini. Ia justru senang karena bisa dapat tempat tinggal gratis ini.
Meski terkadang terbesit pikiran untuk menikah lagi dan meninggalkan perumahan ini.
Kampung Janda
Sementara itu di Kabupaten Bogor terdapat daerah yang disebut Kampung Janda.
Suasana di Kampung Janda sepintas sama seperti kampung biasanya, banyak warga yang melakukan aktifitas di sekitar rumahnya.
Namun saat siang hari, di Kampung Janda ini, aktifitas warganya lebih didominasi oleh para perempuan dan anak-anak.
Ibu-ibu mengenakan daster, terlihat asyik mengobrol di warung, atau di depan rumah mereka.
Sementara para suami dan anak laki-lakinya yang sudah besar, jarang terlihat karena sebagian besar sedang bekerja di galian pasir, di atas bukit.
Beberapa, tidak memiliki suami karena suaminya meninggal, atau karena cerai.
• WhatsApp Error Tak Bisa Kirim Gambar - Ini Cara Mengatasi WA yang Mendadak Lemot
• Terungkap ! Bukan Cuma Rian, 3 Pengusaha Besar Ini Juga Pernah Kencan dengan Vanessa Angel
• Ditanya Kebenaran Pernyataan Amien Rais, BPN Ungkap Fakta Lain Dari Sikap Prabowo Subianto
Kampung Panyarang di Desa Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor ini memang akrab disapa Kampung Janda oleh warga sekitar, karena banyak perempuannya yang menjadi janda.
Usianya beragam, mulai dari 14 tahun hingga lanjut usia sekitar 60-70 tahun.
"Di RT saya saja, dari 65 kepala keluarga (KK), ada sekitar 30 perempuan yang menjanda," kata Ketua RT 05, Ade Suryadi kepada TribunnewsBogor.com, Kamis (31/3/2016) lalu.
Para perempuan itu, kata dia, menjanda akibat banyak hal, ada yang suaminya meninggal tertimbun galian pasir, atau meninggal karena penyakit.
"Di kampung sini kan sekitar 80 persen warganya bekerja sebagai penambang galian di atas," ujarnya.
Ia menuturkan, beberapa tahun yang lalu pernah terjadi longsor di galian pasir sehingga menewaskan ratusan orang.
"Nah makanya istri-istrinya pada menjanda, dan longsor yang menelan korban jiwa di sana bukan sekali dua kali saja," jelasnya.
Selain itu, faktor nikah muda di kampung tersebut juga menjadi penyebab banyaknya perempuan yang menjanda.
"Di sini ada yang umur 17 tahun sudah jadi janda dua kali, 12-14 sudah pada menikah dan jadi janda. Saya saja sudah punya cucu, padahal usia masih 30 tahunan," ujarnya sambil tertawa.
Karena minimnya pendidikan, akhirnya para orang tua memutuskan untuk menikahkan anak perempuannya meski masih berusia dini.
"Rata-rata di sini mah lulusan SD semua, jarang ke SMP. Mau sekolah SMP apalagi ke SMA jauh, cuma ada SD di sini. Makanya daripada bengong-bengong di rumah ya sudah nikahin saja," jelasnya.
Kampung Janda atau Kampung Panyarang ini, masuk dalam kawasan RW 07, dan terdiri dari lima RT.
"Rata-rata satu RT itu ada sekitar 60 KK, jadi satu RW ada sekitar 300 KK, saya nggak hafal jumlah pastinya," kata Ketua RW 07, M Endang Iskandar saat ini.
Wilayah RT 05 ini, kata dia, masuk wilayang Kampung Panyarang Lebak, karena lokasinya paling bawah.
"Kalau di atas, RT 01-03 lebih banyak lagi jandanya. Karena semua warganya kerja di galian," kata dia.
Tak hanya laki-lakinya yang bekerja sebagai penggali pasir dan pemecah batu, para perempuannya juga bekerja sebagai penyaring pasir.
Hidup Serba Kekurangan
Iis (50), seorang janda beranak enam di Kampung Panyarang, atau akrab disapa Kampung Janda ini, hidup serba kekurangan.
Di sebuah rumah yang tak layak huni, ia tinggal bersama ketiga anaknya yang sudah besar.
Satu anak perempuannya yang paling besar sudah menikah, dan dibawa suaminya ke Jakarta.
Sedangkan dua anak laki-lakinya yang masih kecil-kecil, tinggal bersama neneknya di Cijeruk.
Suaminya meninggal, saat usia anak-anaknya masih kecil, sekitar delapan tahun yang lalu.
"Sejak suaminya meninggal karena penyakit, dia jadi stress dan mengalami gangguan jiwa. Sudah tidak bisa mengurus anak-anaknya lagi," kata Ketua RT setempat, Ade Suryadi kepada TribunnewsBogor.com, Kamis (31/3/2016) lalu.
Hingga saat ini, ketiga anak Iis yang tinggal serumah dengannya sudah terbiasa mengurus diri sendiri sejak kecil.
"Sebenarnya secara fisik Bu Iis sehat, cuma dia nggak mau berkomunikasi dan bersosialisasi dengan siapapun, termasuk anak-anaknya," jelas Ade.
Kedua anak laki-lakinya, kini bekerja sebagai penambang pasir dan pemecah batu di galian sekitar.
"Anak-anaknya yang besar sekolah cuma sampai SD, jadi kerja ke galian, kalau yang perempuan lagi sekolah kelas 3 SMP," katanya lagi.
Kondisi rumah Iis sangat memprihatinkan, bagian atapnya sudah rusak sehingga sering bocor ketika hujan.
Kaca depan rumahnya juga sudah rusak, dan kondisi dapurnya sangat kotor tidak terawat.
Hanya ada satu ranjang, serta kasur lantai untuk alas tidur.(*)
Tribunnewsbogor.com/Vivi Febrianti
Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dan surya.co.id dengan judul Mengintip Perumahan Khusus Janda di Pasuruan. Penghuninya Bisa Tinggal Gratis Tapi Ada Syaratnya
Penulis: Galih Lintartika
Editor: Eben Haezer Panca