Pilpres 2019
Dilaporkan BPN Prabowo-Sandiaga Soal Quick Count, Lembaga Survei SMRC Siap Diaudit
Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, mengatakan pihaknya siap diaudit lembaga berwenang terkait hitung cepat atau quick count
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, mengatakan pihaknya siap diaudit lembaga berwenang terkait hitung cepat atau quick count yang dilakukan lembaga surveinya pada Pilpres 2019.
"Iyalah (siap)," kata Djayadi Hanan saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (18/4/2019).
Djayadi Hanan melanjutkan, ke depan Pihaknya akan melakukan kordinasi dengan asosiasi lembaga survei profesional untuk mengambil keputusan menyikapi laporan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga ke KPU.
"Nanti kami akan kordinasi dulu dengan teman-teman yang dilaporkan di Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi)," ujar dia.
Diketahui, BPN Prabowo-Sandiaga melaporkan 6 lembaga survei ke KPU.
Tim advokasi BPN menyebut, beberapa lembaga survei menyiarkan berita menyesatkan, terkait hasil hitung cepat pilpres.
6 lembaga tersebut adalah LSI Denny JA, Indo Barometer, Charta Politika, SMRC, Poltracking, dan Voxpol.
Dalam hasil Quick Count SMRC Rabu 17 April 2019, yang diakses pada 19.00 WIB, kemarin, dengan data yang masuk 97,72%, pasangan Jokowi-Maruf unggul 54.85%.
Sementara pasangan Prabowo-Sandi meraih suara 45.15%.
Dilaporkan ke KPU
Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi melaporkan enam lembaga survei kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Enam lembaga survei tersebut, yaitu Ada LSI Denny JA, Indo Barometer, Charta Politika, SMRC, Poltracking dan Voxpol.
Koordinator Pelaporan, Djamaluddin Koedoeboen didampingi anggota tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi membuat laporan ke kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).
"Kami dari BPN Prabowo-Sandi khususnya tim advokasi dan hukum ke KPU RI melaporkan beberapa rekan-rekan atau lembaga survei yang selama ini atau beberapa kurun waktu, berapa hari ini menyiarkan berita-berita yang tidak benar, hoaks, dan bahkan menyesatkan," kata Djamaluddin, ditemui di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, pada Kamis (18/4/2019).
Dia menuding terdapat beberapa lembaga survei yang telah berpihak dan tidak profesional karena mengeluarkan hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2019.
Menurut dia, hasil penghitungan cepat lembaga survei di beberapa media TV nasional menunjukkan fakta di lapangan sangat berbeda apa yang sesungguhnya ada dengan apa yang disampaikan lembaga survei tersebut.
"Adanya beberapa lembaga survei yang sejak beberapa bulan berlalu telah berpihak kepada paslon capres tertentu, sebagaimana dugaan kami, bahkan terkesan menjadi tim sukses dari paslon tertentu," kata dia.
Atas dasar itu, dia meminta, supaya KPU RI menjatuhkan sanksi terhadap lembaga survei tersebut.
"Itu yang membuat mengapa BPN Prabowo-Sandi mendatangi KPU RI. Dan setelah itu kami ke KPU RI lagi memberikan surat yang sama agar memberikan sanksi, karena memang dimungkinkan memberikan sanksi kepada rekan-rekan yang memberikan survei lebih awal," katanya.
Dilaporkan ke Bareskrim
Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAHK) melaporkan enam lembaga survei yang merilis hitung cepat (quick count) dan exit poll Pemilu 2019 ke Bareskrim Polri, Kamis (18/4/2019).
Lembaga yang dilaporkan antara lain, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Charta Politika Indonesia, serta Poltracking Indonesia.
Kuasa Hukum KAMAHK, Pitra Romadoni, mengatakan pihaknya mengajukan laporan delik aduan, dimana enam lembaga survei itu diduga melakukan kebohongan publik dan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terhadap hal ini kami meminta pihak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas permasalahan hasil survei ini. Karena hasil survei ini banyak membingungkan masyarakat kita, khususnya quick count dari lembaga survei ini," ujar Pitra, di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/4/2019).

Ia menjelaskan jika kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara real count seperti penghitungan dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Menurutnya, lembaga-lembaga survei itu hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili secara keseluruhan pemungutan suara.
Pitra pun mempertanyakan dimana saja lokasi lembaga survei ini mengambil sampel TPS.
Karena ia menilai hasil hitung cepat itu membingungkan masyarakat dan menggiring opini masyarakat.
"Jangan membuat kebingungan masyarakat kita, ini sudah sangat dahsyat sekali penggiringan opini hitung cepat ini, apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini?" tanya dia.
Lebih lanjut, Pitra meminta semua pihak tetap menjaga keamanan dan kondusifitas agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Jadi saya minta pada seluruh masyarakat Indonesia agar menjaga keamanan dan kekondusifan agar tidak terjadi keresahan di tengah masyarakat kita sembari menunggu hasil real count dari KPU," kata dia.
"Tadi kami diperlakukan baik oleh Bareskrim Polri dan hari ini mereka akan memproses laporan kami untuk menindaklanjuti laporan tersebut," ujar Pitra.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
(Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dilaporkan BPN Prabowo-Sandiaga Soal Hitung Cepat, Lembaga Survei SMRC Siap Diaudit)