Pemilu 2019
Anggota Polri yang Gugur Saat Pengamanan Pemilu Mencapai 22 Orang
Jumlah anggota Polri yang gugur dalam tugas pengamanan Pemilu 2019 bertambah menjadi 22 orang personel.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Jumlah anggota Polri yang gugur dalam tugas pengamanan Pemilu 2019 bertambah menjadi 22 orang personel.
Terakhir polisi yang gugur dalam tugas berjumlah 18 orang.
Kini, bertambah empat orang.
"Personel Polri yang gugur pada tahapan pengamanan pemilu, sampai hari ini 22 orang," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jln Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019).
Asep memastikan Mabes Polri bakal menunaikan hak bagi personel kepolisian yang gugur dalam tugas.
Para personel Polri bakal mendapatkan asuransi risiko kematian, santunan, dan beasiswa untuk anaknya.
"Rekan-rekan Polri yang gugur akan mendapatkan haknya," tutur Asep.
Seperti diketahui, sejumlah anggota polri meninggal saat melakukan tugas pengamanan Pemilu. Penyebab kematian para anggota Polri diantaranya kelelahan dan kecelakaan.
Berdasarkan informasi dari SDM Polri, anggota yang meninggal berada di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
304 petugas penyelenggara pemilu meninggal
Jumlah petugas penyelenggara Pemilu yang tertimpa musibah terus bertambah.
Hal tersebut seiring dengan proses rekapitulasi suara di tingkat Kabupaten/Kota yang belum rampung sepenuhnya.
Tercatat hingga Senin (29/4/2019) pukul 14.00 WIB, petugas KPPS yang tertimpa musibah mencapai 2.513 jiwa.
Rinciannya, 304 orang meninggal dunia dan 2.209 lainnya jatuh sakit.
Mayoritas, mereka terkena musibah karena terus bekerja secara maraton selama 24 jam tanpa henti.
"Update data per 29 April 2019 pukul 14.00 WIB, Wafat 304, Sakit 2.209. Total 2.513," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Arief Rahman Hakim lewat keterangan tertulisnya, Senin (29/4/2019) petang.
Bila sesuai jadwal, KPU RI seharusnya sudah bisa membuka rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional per 25 April 2019.
Tapi hal ini belum bisa dilakukan karena rekap suara di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi belum sepenuhnya rampung.
Rekapitulasi suara tingkat nasional baru bisa dimulai jika prosesnya di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi sudah selesai dikerjakan.
Para petugas penyelenggara Pemilu saat ini masih terus disibukkan merampungkan rekapitulasi tersebut.
Untuk diketahui, proses rekapitulasi suara Pemilu 2019 dilakukan secara manual melalui rekap berjenjang dari tingkat kecamatan, berlanjut ke Kabupaten/Kota, Provinsi, dan berakhir di tingkat nasional.
Proses rekapitulasi berlangsung selama 18 April-22 Mei 2019. Rekapitulasi tingkat Kecamatan dimulai 18 April, hingga paling lambat 4 Mei 2019. Dilanjutkan di tingkat Kabupaten mulai 20 April hingga paling lambat 7 Mei 2019.
Di Provinsi, rekapitulasi dilakukan mulai 22 April dan paling lambat 12 Mei 2019. Terakhir, rekapitulasi digelar pada tingkat nasional, dimulai 25 April hingga paling lambat 22 Mei 2019.
Tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara sendiri tertuang dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
Pemilu cukup tragis
Pengamat politik Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi menilai penyelenggaraan Pemilu 2019 berjalan cukup tragis.
Hal itu disampaikannya menanggapi banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia saat bertugas.
"Saya setuju kalau dikatakan pemilu kali ini cukup tragis, karena apa? kita belum pernah mengalami kejadian (korban meninggal KPPS) seperti ini," kata Ade Reza Hariyadi dalam diskusi bertajuk 'Mengungkap Fenomena Hoaks dan Upaya Delegitimasi Penghitungan Suara Pasca Pemilu Serentak 2019', di RM Mbah Jingkrak, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2019).
Menurutnya pernyataan Pemilu 2019 sebagai Pemilu gagal dinilai terlalu tergesa-gesa.
Alasannya, hingga saat ini Pemilu belum selesai.
"Kalau dikatakan ini Pemilu curang kemudian gagal saya kira tidak tepat karena permainan belum selesai, karena itu perlu dikoreksi pernyataan yang tergesa-gesa itu," katanya.
Menurutnya, banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia saat bertugas menjadi catatan kelam perjalanan demokrasi di Indonesia.
Ia menilai perlu adanya evaluasi terkait sistem Pemilu secara serentak.
"Saya kira ini suatu tragedi kemanusiaan yang luar biasa dan kita patut prihatin dan evaluasi sementara saya tapi kekurang cakapan dalam manajemen pemilu sehingga tidak mengantisipasi potensi-potensi ini, karena itu ini merupakan suatu catatan yang sangat serius," jelasnya.
(Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi)