Pilpres 2019
Tanggapi Pernyataan Bambang Widjojanto, Mantan Hakim: Kalau Permohonan 02 Ditolak, MK Dianggap Korup
Menurut Mantan Hakim MK, pernyataan Bambang Widjojanto terhadap MK dinilai sebagai tindakan yang berbahaya.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Mantan Hakim Mahkamah Komnstitusi (MK), Maruarar Siahaan menyesalkan ungkapan yang disampaikan oleh Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto.
Bambang Widjojanto meminta agar MK tak berubah menjadi "Mahkamah Kalkulator' usai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Pernyataan Bambang Widjojanto (BW) itu membuat beberapa tokoh menanggapinya.
Menurut Maruarar Siahaan, apa yang disampaikan oleh Bambang Widjojanto itu seolah sedang mempersiapkan ketidakpercayaan terhadap MK.
"Saya kira Pak Bambang tahu betul sejarah pengadilan konstitusi di MK itu, dan dia banyak terlibat dalam sengketa pilkada mewakili para pemohon di MK, tapi yang saya agak sesalkan ungkapan-ungkapan yang lebih kepada anggapan bahwa MK itu jangan menjadi bagian dari rezim yang korup," katanya dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Sapa Indonesia Pagi di Kompas.com, Selasa (28/3/2019).
Ia juga mengatakan, ungkapan tersebut seolah membuat keadaan jika permohonan ditolak, artinya MK telah berbuat curang.
"Itu mempersiapkan atau membuat keadaan atau distrust terhadap MK itu, yang menurut saya dari narasi yang dibangun itu seolah kalau nanti keputusan MK menolak permohonan calon nomor 02, ya tidak dipercayai sebagai putusan yang memiliki legitimasi dan dasar hukum yang kuat, ini yang menurut saya berbahaya," jelasnya.
Senada dengan Maruarar Siahaan, Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie juga mengatakan kalau narasi yang disampaikan oleh kubu 02 ini seolah membangun opini publik.
"Saya memang tidak menemukan apa definisi dari mahkamah kecurangan itu, kecuali untuk sekedar mempelesetkan atau sekedar membangun satu opini baru di antara sekian banyak opini yang sudah dilontarkan tentang lembaga-lembaga penyelenggara pemilu sebelumnya," katanya masih dalam tayangan yang sama.
Lely Arrianie juga menyinggung soal sikap kubu 02 selama ini yang terkesan tidak percaya terhadap lembaga penyelenggara pemilu, baik itu bawaslu, KPU dan kepolisian.
• TKN: Siapapun yang Belajar Hukum, Terbengong-bengong Baca Materi Gugatan Prabowo-Sandi
"Nah sekarang MK itu benteng terakhir dari mereka, harusnya yang dibangun kepercayaan dulu. Jangan lupa yang, yang disampaikan mas bambang itu lebih kepada kosakata politik bukan hukum, padahal yang dicari penyelesaiaan yang dicari itu hukum," bebernya.
Ia pun membedah pernyataan Bambang Widjojanto di kalimat bagian terakhir.
Kalimat tersebut yakni, 'Jangan sampai MK ini jadi bagian dari satu rezim yang ikut dalam sistem yang korup'.
"Jadi tujuan akhirnya seolah-olah ingin membentuk opini publik kalau tidak dikabulkan permohonan mereka nanti dan hasilnya berbeda dari yang mereka inginkan, maka sebenarnya MK telah jadi bagian dari sistem yang korup," katanya.
Ia pun menyayangkan adanya opini publik yang dibangun seperti itu.
"Jadi ini memang satu upaya yang tidak elok dikemukanan oleh para elit. Kita membutuhkan ketenangan selama proses ini berjalan tentunya, sehingga opini yang berkeliaran di luaran," tandasnya.
• Wiranto Sebut Rencana Pembunuhan Pejabat Sejak Dulu Selalu Ada
Lihat videonya di sini :
TKN Kaget Baca Permohonan Prabowo-Sandi di MK
Wakil Ketua Tim Hukum Jokowi-Maruf Amin , Arsul Sani mengatakan banyak pihak yang kaget melihat permohonan perselisihan hasil pilpres yang diajukan oleh tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga. Khususnya ketika terkait bagian posita dan petitum gugatannya.
"Tentu siapapun yang bejalar hukum itu memang agak terkaget-kaget, ada yang terbengong-bengong ketika membaca materi posita, posita itu dalil-dalil permohonan dan juga petitumnya (tuntutannya)," ujar Arsul Sani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
• AHY Minta Kader Partai Demokrat Syukuri Perolehan Suara di Pileg 2019
Arsul Sani mengatakan, hal yang menjadi tuntutan tim Prabowo-Sandiaga banyak yang tak sesuai Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018.
Dia mengacu kepada tuntutan pihak Prabowo-Sandiaga yang meminta MK menetapkan paslon 02 itu sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Dalam posita permohonan itu, tim hukum Prabowo-Sandiaga merujuk pada putusan MK terhadap Pilkada Kota Waringin.
Ketika itu, MK bisa memutuskan untuk mendiskualifikasi calon bukan hanya mengadili sengketa perselisihan suara.
"Kalau saya sebagai advokat, saya ingin mengatakan bahwa kerangka hukum yang ada pada saat MK memutus soal Pilkada Kota Waringin itu berbeda ya. Kalau sekarang ini baik di dalam UU Pemilu maupun dalam PMK itu memang dibatasi apa yang menjadi kewenangan MK terkait dengan sengketa pemilu," ujar Arsul Sani.
Arsul Sani mengatakan kewenangan MK terkait sengketa pemilu saat ini hanya sebatas perselisihan hasil pemilu.
Bukan untuk mendiskualifikasi atau menyatakan pemenang pemilu.
• AHY Harap Keterbelahan Masyarakat Tak Berlanjut Usai Pilpres 2019
"Nah kalau kita bicara hasil perselisihan pemilihan umum, itu mau enggak mau itu bicaranya angka. Kalau kita mengatakan angka yang ditetapkan oleh KPU itu tidak benar maka harus kita buktikan yang benar berapa," ujar Arsul Sani.
Adapun dalam berkas permohonan perselisihan hasil pilpres yang diajukan Prabowo-Sandiaga, ada 7 poin yang menjadi petitum atau tuntutan.
Tujuh poin tersebut adalah :
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya;
2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019;
3. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan KH Maruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif;
4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Maruf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019;
• POPULER - Istri Sudah Feeling Mustofa Nahrawardaya Akan Ditangkap, Singgung Pelapor : Hebat Sekali
5. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024;
6. Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024, atau;
7. Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.