Pilpres 2019
ILC Disinggung Dalam Pembacaan Putusan Sidang, Hakim MK Ucapkan Ungkapan Klasik di Dunia Jurnalistik
Dalam pembacaan dalil pemohon aquo tersebut, disinggung pula soal acara Indonesia Lawyers Club ( ILC) yang tayangannya dihentikan.
Penulis: yudhi Maulana | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Sidang putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi ( MK) menyinggung soal tudingan kecurangan berupa pembatasan kebebasan pers.
Tudingan dari pihak pemohon yakni tim Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo-Sandi ini dibacakan oleh hakim MK saat sidang putusan, Kamis (27/6/2019).
Hakim MK, Aswanto menyebutkan dalil pemohon aquo soal terjadinya kecurangan berupa pembatasan kebebasan pers, dalam artian akses media tak berimbang antara paslon 01 dengan 02 karena dianggap kepemilikan media yang sebagian besar berada di kubu Tim Kampanye Nasional ( TKN) Jokowi-Maruf Amin.
Dalam pembacaan dalil pemohon aquo tersebut, disinggung pula soal acara Indonesia Lawyers Club ( ILC) yang tayangannya dihentikan.
"Salah satu media yang berusaha netral kemudian mengalami tekanan dan akhirnya harus menghetnikantayangan ILC. Untuk mebutikan dalilnya , pemohon menyerahkan bukti surah yang diberi tanda bukti P 128 dan P 129," ucapnya dalam siaran langsung di Kompas TV.
Aswanto kembali melanjutkan, bahwa dalam dalil penohon aquo disebutkan kalau telah terjadi pelanggaran yang terstruktur, masif dan sismetatif.
Namun, pihak termohon yakni Komisi Pemilihan Umum ( KPU) memberikan jawaban kalau pihak BPN tidak bisa menguraikan keterlibatan KPU dalam kecurangan tersebut, dan tidak bisa menguraikan korelasi atas apa yang dituduhkan dengan perolehan suara pihak terkait, dalam hal ini Jokowi-Maruf.
"Pihak terkait ( tim Jokowi-Maruf Amin) merenangkan kalau media mainstream sepenuhnaya bukan milik pemerintah, melaiunkan swasta dan tidak berkaitan dengan pihak tertkait," ucap Aswanto.
Aswanto melanjutkan, kalau kebebasan pers diatur dalam wadah Dewan Pers, sehingga bila pemohon menuduh media tidak netral, maka secara hukum pemohon mengadukan ke lembaga tersebut.
"Adanya dugaan pembatasan kebebasan media dan pers, Bawaslu menyampaikan tidak pernah menerima laporan atau laporan pembatasan akses terhadap pers atau lembaga penyiaran terhadap salah satu paslon.
Selain itu, MK juga menjelaskan kalau pers dan media tidak bisa diintervensi oleh siapapun dan memiliki kebijakan sendiri.
Aswanto pun menyebutkan ungkapan klasik dalam jurnalistik yang berbunyi "faktanya mungki sama, tapi yang membedakan adalah penafsiran terhadap fakta itu," ungkapnya.
Oleh krna itu, dalam konteks dalil pemohon aquo, dalam alam demokrasi dimana kebebasan pers mendpatka jaminan penuh, bukan hanya unadng-undang tapi juga konstitusi.
Maka pihak BPN mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang bersifat TSM, berdasarkan argumentasi yang betolak dari penilaian tehadap cara suatu lembaga pers atau lembaga peniyaran menyajikan kerja jurnalistik yang dianggap merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lain, mungkin menarik sebagai kajian komunikasi politik tetapi bukan sebagai bukti hukum yang menuntut kesesuaian kausalitas antar penyebab dan akibat yg senyatanya terjadi.
Dalam hal ini, akibat yang dimaskud perolehan suara paslon 01 dan 02.
Hakim MK pun menolak dalil dari tim BPN dengan alasan tidak beralasan menurut hukum.
"Oleh karena itu, MK berpendapat dalil pemohon aquo tidak beralasan menurut hukum," ucapnya.
Cuitan Karni Ilyas Dijadikan Bukti
Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN), Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuturkan adanya tekanan yang didapatkan media netral dalam menyiarkan tentang kontestasi Pilpres 2019.
Hal ini disinggung anggota tim hukum 02, Denny Indrayana dalam memberikan bukti kecurangan yang dilakukan Kubu 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Dikutip dari Kompas TV, dalam gugatan sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019), Denny Indrayana menuturkan program ILC (Indonesia Lawyers Club) yang dibawakan oleh Karni Ilyas mendapatkan tekanan.
Media yang mencoba untuk netral seperti tvOne kemudian mengalami tekanan dan harus mengistirahatkan panjang salah satu program favoritnya, ILC (Indonesia Lawyers Club)," ucap Denny.
Ia kemudian membacakan cuitan Twitter Karni Ilyas, @karniilyas yang menjelaskan soal program acaranya cuti setelah pemilu 2019.
Karena itu mulai Senin besok, saya memutuskan untuk mengambil cuti.
Mohon maaf dan sampai ketemu ILC ya," tulis Karni Illyas.

Denny mengatakan cutinya ILC beserta Karni Ilyas membuat publik bertanya-tanya.
Pihaknya pun menyuguhkan pengakuan dari pemilik media tersebut.
Ia mengatakan ILC didesak untuk tidak boleh menayangkan kecurangan Pilpres 2019 dan juga deklarasi massa menentang aksi curang.
"Sedangkan ada pengakuan dari pemilik media ada tekanan dari penguasa bahwa tak boleh menayangkan pemberitaan kecurangan pilpres, mereka juga diminta untuk tidak menayangkan kegiatan deklarasi massa menentang aksi curang."
Menurutnya, ini menjadi satu bukti yang dapat membuat kubu 01 pantas didiskualifikasi dari Pilpres 2019.
"Kecurangan tersebut dapat dilakukan karena Joko Widodo masih menjabat dan karenanya bisa menggunakan fasilitas anggaran dan lembaga aparatur negara untuk upaya kemenangan capres paslon 01," pungkasnya.
Tim Hukum Prabowo Bicara soal Alat Bukti Berita Media
Tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, mempertegas alat bukti link berita yang diajukan di sidang gugatan sengketa pemilihan presiden.
Hal ini diungkapkan anggota tim hukum 02, Denny Indrayana dalam pembacaan materi gugatan sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019), dikutip dari Kompas TV, Jumat (14/6/2019).
Denny mengatakan timnya memperjelas lantaran ada sejumlah propaganda yang mewarnai alat bukti link berita di gugatan sengketa pilpres.
"Bahwa tidak tepat pula dan keliru untuk mengatakan bahwa tautan berita bukanlah alat bukti, sebagiamana dalam waktu beberapa hari terakhir dipropagandakan," ujar Denny.
Ia berujar link itu bisa dimasukkan dengan mengacu pada Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 (UU MK).
"Pasal 36 ayat 1, menegaskan bahwa tautan berita minimal bisa masuk ke dalam surat bukti atau tulisan, petunjuk atau alat bukti lainnya, berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik," jelasnya.
"Yang pasti tautan berita itu kami ambil dari media massa utama yang tidak diragukan kredibilitasnya," ungkapnya lalu menyebut sejumlah portal berita.
"Kami meyakini isi berita tersebut dan menghormati sistem kerja rekan media yang telah melakukan cek dan ricek sebelum melakukan pemberitaan tersebut, apalagi sebagian besar peristiwa dari berita itu adalah fakta yang tidak bisa dibantah, sehingga diakui kebenarannya."
Tuntutan Kubu 02 Berubah
Diberitakan sebelumnya, petitum yang diajukan Kubu 02 berisikan 7 poin.
Sedangkan dalam petitum baru, ada 15 poin yang diajukan, dan beberapa mengalami perubahan.
Berdasarkan perubahan petitum, berikut perbedaan yang lama dan yang baru.
Dalam petitum baru, tim kuasa hukum 02 mengakui kubu 02 mendapatkan suara sebesar 68 juta, ini tidak ada dalam petitum yang lama.
Kemudian, kubu 02 meminta dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.
Sedangkan di petitum lama, meminta dilakukan PSU di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, kubu 02 juga meminta agar pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dihentikan dari jabatannya dan direshuffle.
Berikut 15 Poin Petitum Baru
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU No. 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Berita Acara KPU RI No. 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, sepanjang terkait dengan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019;
3. Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut:
1. Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin 63.573.169 (48%)
2. Prabowo Subianto- Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%)
Jumlah 132.223408 (100%)
4. Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 secara terstruktur, sistematis, dan masif;
5. Membatalkan (mendiskualifikasi) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019;
6. Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
7. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
Atau,
8. Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif;

9. Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
10. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
Atau,
11. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;
Atau,
12. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia, yaitu setidaknya di provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah agar dilaksanakan sesuai amanat dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;
13. Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU;
14. Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang;
15. Memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng;
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)