Mochammad Jasin: Masukan dari Masyarakat dan KPK Harusnya Dipertimbangkan Presiden, Tapi Ini Tidak

Menurut Mochammad Jasin, Jokowi seharusnya mempertimbangkan masukan dari masyarakat dan KPK, tapi pada kenyataannya tidak.

Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Damanhuri
Kolase foto Kompas.com
Presiden RI Jokowi dan Wakil Ketua KPK 2007-2011 Mochammad Jasin 

Mochammad Jasin: Masukan dari Masyarakat dan KPK Harusnya Dipertimbangkan Presiden, Tapi Ini Tidak

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Wakil Ketua KPK 2007-2011 Mochammad Jasin mempertanyakan alasan adanya revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan oleh DPR RI.

Menurut dia, kalau ada niat untuk revisi UU KPK, itu harus ada logic reasoning terlebih dulu,  dengan melakukan kajian secara akademik.

"Apakah memang KPK tidak berkinerja dengan baik? Apakah KPK itu telah banyak melakukan penyalahgunaan kewenangan? Nah ini perlu dievaluasi. Kalau tidak ada apa-apa terus mengajukan revisi, gara-gara ini telah terkumpul niatan revisi dari beberapa tahun yang lalu kan tidak pas juga. Karena lembaga ini ditinjau dari dinamika hukum masih cocok," kata Mochammad Jasin dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube CNN Indonesia dengan judul "Panas! Dilema Pimpinan, Presiden, dan Revisi UU KPK #LayarDemokrasi", Rabu (18/9/2019).

Tak hanya itu, Mochammad Jasin juga mebeberkan data, jika kalau diukur menggunakan Corruption Perceptions Index (CPI), Indonesia itu sudah darurat sejak reformasi hingga saat ini.

"Nilainya 3,8 di banding dengan negara sekitar itu kita paling jelek. Artinya ada beberapa hal yang harus kita benahi agar Indonesia itu jadi negara yang setara dengan negara sekitarnya dan korupsinya bisa diminimalisir secara signifikan," jelasnya.

Kemudian soal masukan dari masyarakat dan KPK, Mochammad Jasin menyesalkan hal itu tidak didengar dalam seleksi capim KPK.

"Ini kan suatu bentuk kekecewaan karena masukan yang berasal dari masyarakat ke KPK, ke Pansel, ke Presiden ke DPR itu kan tidak ditanggapi sama sekali. Masyarakat boleh memberi masukan, termasuk KPK juga boleh memberi masukan, ini loh track record kurang baik. Mestinya itu dipertimbangkan oleh pansel, kalau tidak mempan oleh presiden, dan juga dipertimbangkan oleh DPR. (Pada kenyataannya) tidak dipertimbangkan," kata dia.

Mochammad Jasin, Wakil Ketua KPK 2007-2011 dalam acara Layar Demokrasi di CNN Indonesia
Mochammad Jasin, Wakil Ketua KPK 2007-2011 dalam acara Layar Demokrasi di CNN Indonesia (Bidik Layar YouTube CNN Indonesia)

Ia juga menyayangkan, mengapa KPK saat ini malah jadi kabur dari tujuan utamanya saat pertama kali dibentuk.

"KPK ini kan lembaga yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif pada waktu itu agar efektif pemberantasan korupsi, tujuannya untuk kemakmuran bangsa. Setelah ini efektif kok ini malah dianggap menjadi musuh bersama. Dikurangi lah kewenangannya dengan segala cara yang seakan-akan formatnya itu logic dan scientific, padahal tidak, rakyat kan tahu mana yang bisa dipercaya dan mana yang tidak, berdasarkan record selama ini," ungkapnya.

Ia juga kemudian membahas soal pernyataan Jokowi tentang empat poin revisi UU KPK yang tidak disetujui.

Jokowi : KPK Tak Mengenal Pengembalian Mandat

Berharap Diajak Bicara Presiden, Ini Alasan 3 Pimpinan KPK Serahkan Mandat ke Jokowi

"Kalau sudah dibuka ruang, nanti tidak hanya keempat poin itu, 4 poin yang kelihatannya sekarang dibela Pak Presiden itu kan belum kelihatan narasi kalimatnya, yang akan dijadikan norma hukum sebagai rujukan penanganan suatu kasus perkara," kata dia.

Soal tuduhan abuse of power, menurut Mochammad Jasin, hal itu kerap terjadi di KPK dan siapapun pelakunya bisa dituntut secara hukum.

"Wong KPK nggak kebal hukum kok. Jadi bisa dihukum dan sudah diawasi," kata dia.

Ia pun memberikan contoh saat dirinya mendapat tuduhan bertemu dengan Nazarudin, kemudian adanya pegawai KPK yang dipecat.

"Setelah diperiksa kan clear tidak ada pertemuan dengan saya, itu kan diperiksa oleh pengawas internal, pegawai yang menerima wingko babat dan bandeng presto dari semarang, dari seseorang yang diduga kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK, diperiksa malam itu dan besoknya langsung dipecat. Siapa yang mengawasi itu, ya pengawas internal. Jadi proses check and balance itu kan sudah ada di internal," jelasnya.

Ia pun menyarankan agar revisi UU KPK ini ditunda terlebih dahulu agar pembahasannya jadi sempurna.

"Karena waktunya yang sempit itu jadi pembahasannya tidak sempurna, nanti ada beberapa klausura-klausura yang artinya tidak bisa melaksanakan proses hukum dengan baik karena kekurangan. Norma hukum itu disusun berdasarkan suatu pemikiran yang dalam dari berbagai aspek termasuk dampak setelah keluarnya pasal-pasal itu, singkat kata bahwa pembahasan uu ini ditunda dulu sambil menggali masukan yang banyak dari masyarakat, dan hal-hal krusial yang menghambat itu jangan sampai muncul nanti," tutupnya.

4 Poin Revisi UU KPK yang Ditolak Jokowi

Presiden Jokowi menanggapi revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) yang diajukan oleh DPR RI.

Sebelumnya, Jokowi telah menandatangani suspres terkait revisi UU KPK tersebut.

Sebelum Sita dan Geledah, KPK Wajib Minta Izin Tertulis Dewan Pengawas

Pegawai KPK Nyanyi Gugur Bunga, Kapolsek Berdebat, Aksi Berakhir Ricuh

Namun, rupanya ada beberapa substansi dalam revisi UU KPK yang tidak ia setujui.

Di antaranya soal penyadapap hingga pengelolaan LHKPN.

Dilansir TribunnewsBogor.com dari Kompas TV, Jokowi tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU inisiatif DPR yang berpotensi mengurangi efektifitas tugas KPK.

"Saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak, KPK cukup memperoleh izin dari dewan pengawas internal untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9/2019).

Kemudian yang kedua, Jokowi juga mengatakan kalau dirinya tidak setuju kalau penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja.

"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya, tentu saja harus melalui prosedur rekruitmen yang benar," tegasnya.

Kemudian yang ketiga, Jokowi juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaan agung dalam penuntutan.

"Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi," kata Jokowi

Kemudian untuk pengelolaan LHKPN, menurut Jokowi sudah tepat diurus oleh KPK.

"Saya juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain, tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," jelas Jokowi.

DPR Resmi Sahkan Revisi UU KPK

Mahfud MD : Pimpinan KPK Tidak Bisa Serahkan Mandat kepada Presiden

Kemudian terhadap beberapa isu lain, Jokowi memiliki catatan dan pandangan yang berbeda terhadap substansi yang disampaikan oleh DPR.

"Perihal keberadaan dewan pengawas, ini memang perlu, karena semua lembaga negara, Presiden, MA, DPR, bekerja dalam sistem check and balances saling mengawasi, hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan," kata Jokowi.

Untuk itu, Jokowi merasa perlu adanya dewan pengawas di internal KPK.

"Tapi anggota dewan pengawas ini diambil dari tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat anti korpsi, bukan dari politisi, birokrat maupun aparat penegak hukum aktif," tandasnya.

Kemudian untuk pengangkatan anggota dewan pengawas ini, kata dia, diangkat oleh presiden dan dijaring oleh panitia seleksi.

"Saya ingin memastikan tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya dewan pengawas," katanya lagi.

Lalu soal SP3, menurut Jokowi hal itu juga diperlukan.

"Penegakkan hukum juga harus tetap menjamin prinsip-prinsip HAM dan untuk memberikan kepastian hukum, jika RUU initiatif DPR memberikan batas waktu maks 1 tahun dalam pemberian Sp3, kami meminta ditingkatkan jadi 2 tahun supaya memberi waktu bagi KPK, yang penting ada kewenangan KPK yang memberikan SP3 yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan," ungkapnya.

Kemudian untuk pegawai KPK, menurut Jokowi statusnya sebagai PNS, sebab hal ini juga terjadi di lembaga lain yang mandiri, seperti MA dan MK, juga KPU, Bawaslu.

"Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu dijalankan dengan penuh kehati-hatian, Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya mengikuti proses transisi menjadi ASN," ujarnya.

Kemudian Jokowi juga berharap agar semua pihak bisa membicarakan isu-isu ini dengan jernih, objektif, tanpa prasangka berlebihan.

"Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi memang musuh kita bersama, dan saya ingin KPK mempunyai peran sentral dalam pemberantasan korupsi di negara kita, yang punya kewenangan lebih kuat dari lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," ungkapnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved