Demo Tolak RKUHP

Yasonna Akui Tutup Mata Dengar Argumen Mahasiswa soal RKUHP, Haris Azhar Balas Kritik Tugas Menteri

Argumen Ketua BEM UI, Manik Margamahendra soal RKUHP ditanggapi sinis oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Penulis: khairunnisa | Editor: Yuyun Hikmatul Uyun
Youtube/Indonesia Lawyers Club
Ketua BEM UI Manik dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly 

"Akses publik tidak ada, bahasa publik tidak sampai. Jadi memang masalah kita adalah masalah komunikasi, enggak ada keterpercayaan," kata Haris Azhar.

 Mahasiswa Universitas Pakuan Kompak Sorakan Tolak RUU, Ibu Ini Lantang Teriakan Turun Jokowi

 Kapolda Sulsel Minta Maaf Banyak Korban Luka saat Demo Mahasiswa di Makassar

Apa Bunyi Pasal dalam RKUHP yang Didebatkan Ketua BEM UI ?

Ketua BEM UI tampak mengomentari soal RKUHP terkait dengan aborsi yang ia anggap sebagai diskriminasi terhadap perempuan.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan soal pasal dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) yang menjadi perhatian publik, salah satunya yang menyangkut aborsi.

Ketentuan pemidanaan itu dimuat dalam Pasal 470 Ayat (1).

Bunyinya, "Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun."

"Ini sebenarnya sudah ada di KUHP yang sekarang (yang berlaku). Ancamannya berat, 12 tahun," kata Yasonna dalam konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Adapun dalam aturan yang berlaku saat ini, ketentuan pemidanaan aborsi tercantum dalam Pasal 347 Ayat (1).

Bunyinya, "Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."

Menurut dia, ketentuan baru dalam RKUHP ini memiliki ancaman pidana yang lebih rendah dan tidak berlaku bagi korban perkosaan atau karena alasan medis.

"Seorang perempuan yang diperkosa oleh karena dia tidak menginginkan janinnya, dalam terminasi tertentu dapat dilakukan atau karena alasan medis, mengancam jiwa misalnya dan itu mekanismenya juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan," kata Yasonna Laoly.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved