Mengulik Kisah di Film Joker hingga Kontroversi Kekerasan di Baliknya

Selain Zacharek, ada pula yang berpendapat bahwa film Joker menggambarkan dan dianggap mendukung kekerasan.

Editor: khairunnisa
imdb.com
Joker (2019) 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Film Joker tayang dan menjadi perbincangan di berbagai negara.

Dalam film yang diperankan oleh Joaquin Phoenix tersebut, Fleck tinggal di Kota Gotham bersama ibunya.

Menurut LA Times, sehari-hari, Arthur Fleck bekera sebagai badut dan bermimpi suatu hari bisa menjadi seorang pelawak.

Film ini menceritakan kehidupan Arthur Fleck sebelum berubah menjadi karakter Joker dan meneror Kota Gotham.

Fleck adalah seorang pelawak yang menderita penyakit mental.

Setelah mengalami berbagai permasalahan, Arthur Fleck berubah.

Ia mulai menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan dan menikmati dampak yang terjadi setelahnya.

Banyak pihak yang menyayangkan tayangan ini. Menurut mereka, Joker menginspirasi orang untuk mendukung kekerasan.

Demam Film Joker, Ingat Ya, Ini Bukan Cerita Superhero untuk Anak-anak!

Efek Buruk Anak Menonton Film Rating R Seperti Joker, Ini Kata Psikolog

Dianggap mendukung kekerasan

Kisah hidup Arthur Fleck yang diceritakan di film ini dinilai memiliki kemiripan dengan kondisi masyarakat, khususnya di Amerika Serikat (AS).

Kritikus film Time, Stephanie Zacharek mengatakan, di AS beberapa kejadian penembakan massal dilakukan pria yang kisah hidup dan kondisinya mirip dengan si tokoh utama.

Zacharek mengatakan, film ini seolah memberikan pesan bahwa penonton mengasihani si tokoh utama dan menganggap Fleck hanya tidak punya cukup cinta.

Selain Zacharek, ada pula yang berpendapat bahwa film Joker menggambarkan dan dianggap mendukung kekerasan.

Karakter awal Joker yang merupakan tokoh protagonis dan kemudian berubah menjadi antagonis dianggap membuat penonton dapat memaklumi mereka yang berbuat kriminal.

Hal ini pun membuat beberapa anggota keluarga korban penembakan Aurora tahun 2012 menyurati Warner Bros.

Keluarga korban meminta rumah produksi itu menggunakan uangnya untuk membangun komunitas aman tanpa senjata.

Kekhawatiran ini terjadi setelah banyak yang mengaitkan peluncuran Joker dengan kejadian tragedi Aurora 2012.

Saat itu, seorang pria bersenjata menembaki penonton film The Dark Knight Rises.

"Ketika kami mengetahui bahwa Warner Bros merilis sebuah film berjudul 'Joker' yang menghadirkan karakter sebagai protagonis dengan kisah asal yang simpatik, itu membuat kami terdiam," tulis surat tersebut seperti dikutip dari Thrilist.

Selain itu, seminggu jelang rilis, film ini menimbulkan ketakutan dan kegelisahan.

Bahkan, kepolisian di Los Angeles dan New York meningkatkan kewaspadaan khususnya di sekitar kawasan bioskop.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Saat tragedi Aurora pada tahun 2012, si penembak digambarkan seperti Joker, meski ia sendiri tidak menyatakan demikian.

Menanggapi hal ini, Warner Bros mengeluarkan pernyataan bahwa karakter fiksi Joker tidak mendukung kekerasan di dunia nyata dalam jenis apa pun.

"Jika Anda tidak tahu perbedaan antara benar dan salah, maka ada banyak hal yang akan Anda tafsirkan sesuai dengan yang Anda inginkan," ujar Phoenix kepada Associated Press seperti dikutip dari News.com.au.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menelaah Joker dan Kontroversi Kekerasan di Baliknya", .
Penulis : Rosiana Haryanti
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved