Teror Virus Corona
Curhat Perawat Tangani Corona Bingung Ditanya Tak Pulang oleh Anak, Berharap Pemerintah Lakukan Ini
Perawat di RSPI Sulianti Saroso, Kristina tampak bersedih tak bertemu dengan keluarga selama menangani pasien Covid-19.
Penulis: Mohamad Afkar S | Editor: Mohamad Afkar Sarvika
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Seorang perawat di RSPI Sulianti Saroso, Kristina tampak bersedih tak bertemu dengan keluarga selama pandemi Covid-19.
Kristina saat ini tinggal bersama dokter dan perawat lainnya di hotel yang diketahui sebelumnya telah disiapkan pemerintah.
Sudah sekitar dua bulan, Kristina tak bertemu keluarganya pasca merebaknya virus corona ( Covid-19 ).
Keluarga Kristina diketahui tinggal di Ngawi.
Biasanya, Kristina pulang ke rumah berkumpul bersama suami dan anak-anaknya dua kali dalam sebulan.
"Semenjak penanganan Covid=19, hampir dua bulan tak ketemu keluarga saya," ucap Kristina seperti dikutip dari tayangan Youtube Talkshow tvOne, Jumat (17/4/2020).
Kristina mengatakan bahwa selama menjadi garda depan Covid-19, ia hanya bisa berkomunikasi dengan keluarga lewat video call.
"Untuk komunikasi hanya bisa lewat video call sama suami dan anak," kata Kristina.
• Kemenkes Setujui Penerapan PSBB Lima Wilayah Bandung Raya
• Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Akhir Pekan : Misteri Pesawat Mainan hingga Ragam Indonesia
Saat video call, ia kerap ditanya anaknya kapan pulang.
Hal itu pun nampak membuat ibu tiga anak ini merasa sedih.
Bahkan, ia terkadang merasa bingung dalam menjawab pertanyaan sang buah hati.
"Terutama yang paling kecil, tiga tahun, kalau saya video call itu lebih sering 'ibu kapan pulang, kok ga pulang-pulang, kok lama banget pulangnya'," ucapnya seraya menirukan ucapan si bungsu.
"Saya agak sulit menjelaskan pada yang paling kecil, kalau kakaknya sudah TK dan SD, lebih udah tahu juga ketika aku jelasin, guru juga beri edukasi," terangnya.

Ia pun meminta kepada keluarga agar bersabar melewati masa pandemi Covid-19 ini.
Kristina juga berpesan kepada anaknya agar tidak keluar rumah selama merebakny virus corona.
"Sabar yah kalian harus nurut juga sama ibu guru kalian, kalian harus dirumah aja belajarnya, di rumah mainnya," ucapnya.
"Untuk sementara gak usah keluar keluar dulu," tambahnya.
Terlepas dari itu, Kristina rupanya memiliki harapan khusus kepada pemerintah.
• Tak Bisa Peluk Ayahnya, Bocah Perempuan Ini Menangis hingga Lakukan Hal Tak Terduga di Balik Pintu
• Bicara Aturan PSBB, Bupati Bogor : Seharusnya Lebih Ketat, Kami Tak Bisa Blokir Sebagian Jalan
Kristina berharap memerhatikan keluarga para tenaga medis yang kini tengah berjuang menangani Covid-19.
"Saya gak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir, harapan saya sebenarnya dari pemerintah itu ada upaya untuk memastikan keluarga kami yang ditinggalkan di rumah ini dalam kondisi baik-baik saja," katanya.
"Karena saya hanya bisa memantau mereka dari telepon, video dan saya gak tahu mereka jujur atau engga apakah kondisinya baik-baik saja,
apakah kebutuhannya tercukupi atau engga, saya berharap dari entah itu Dinas Sosial, entah itu dari mana, tengoklah keluarga kami di rumah yang kami tinggalkan ini,
karena kan bukan saya saja yang merasakan ini," sambungnya.
Cerita lain, perawat RS Persahabatan dibilang ini saat jajan di Warteg
Perawat Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan menceritakan pengalaman tak mengenakan selama merawat pasien Covid-19.
Ada sejumlah perlakuan tak mengenakan dari masyarakat terhadap mereka.
Mungkin, perlakuan itu datang karena ketidaktahuan soal virus corona.
Masyarakat khawatir atas penularan Covid-19.
Meski sempat mendapat perlakuan tak mengenakan, kini berkat sosialisasi yang jelas hal tersebut tak lagi terjadi.
Perawat Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Rifaldi merawat dan melakukan kontak langsung dengan pasien Covid-19.
"kebanyakan dikucilkan, dalam arti contohnya aku, aku perantau dari Padang ke Jakarta karena tinggal sama kakak di Jakarta Selatan,
pernah pas wabah ini datang ke Indonesia aku pulang ke rumah malam aku pulang, itu salah satu tetangga ngomong karena dia mau nyamperin 'lu ngapain sih ke sini kan adek lu kerja di rumah sakit Covid, ntar bawa virus lagi',
jadi diskriminasi itu enggan membuat aku pulang udah 3 minggu," katanya dikutip dari Youtube Indonesia Lawyers Club.
Rifaldi menyayangkan, masyarakat yang mestinya memberi dukungan pada tenaga medis, ini malah berbuat sebaliknya.
"ada kejadian yang mriis, seharusnya masyarakat kasih kita support malah judge kita,
kenapa harus dijudge karena di sini kita berbuat baik, " kata Rifaldi.
Bahkan sejak merawat pasien Covid-19 di RS Persahabatan, kini ia merasa agak dijauhi oleh temannya.
"mau ngumpul sama teman bermain malah mereka agak menjauhi karena mereka tau aku bekerja di rumah sakit ini, kontak fisik dengan pasien Covid-19, " katanya.
Padahal menurut Rifaldi, selama bekerja menangani pasien Covid-19 selalu dilengkapi dengan alat pelengkap diri ( APD ).
"malahan di rumah sakit kita alhmadulillah tercukupi APD-nya, sangat bersyukur karena rumah sakit selalu menyediakan APD untuk karyawananya," katanya.
Rifaldi menceritakan lagi ada seorang temannya terpaksa pindah kos.
"ini sebenarnya bukan mengusir, tapi bahasanya agak dirubah, teman beda kos tidak dilanjutkan karena bapak kosnya rumah tersebut mau dipakai untuk anaknya,
aku gak tau ini karena masalah ini atau tidak," katanya.
Selain itu, Rifaldi menceritakan juga pengalaman rekannya saat akan beli makan di warteg.
"ada salah satu teman juga mau jajan ke warteg itu aja dibilang perawat Covid-19,
kita yang jadi perawat agak risih, kok gua dijudge seharusnya meraka yang ngasih gua suport tapi malah mereka yang ngedownin kita," katanya.
Saat ini seiring banyaknya sosialisasi soal penularan Covid-19, judge tersebut sudah tak ada lagi.
Kini, kata Rifaldi, judge seperti dulu sudah tak lagi ia terima dari masyarakat.
"dari waktu ke waktu Alhmadulillah sudah nerima mungkin karena mereka sudah melihat bagaimanan penularannya, jadi sampai sekarang kita pun baik saja," kata Rifaldi.
Karni Ilyas menambahkan masyarakat kini sudah lebih melek akan penularan Covid-19.
Dengan informasi tersebut masyarakat tak lagi takut.
"saya kira masyarakat umumnya apalagi kalau nontn ILC uudah dikuliahin terus sama bu Erlina,
kita bicara jaraknya 2 meter, tidak lewat udara, sampai kita bingung ni dokter yang rawat corona kok gak pakai masker padahal mereka berisiko,
rupanya gak gampang tertular kalau tidaka ada sneuthan fisik," kata Karni Ilyas.
Rifaldi menerangkan selama bekerja menangani pasien Covid-19, tenaga medis di RS Persahabatan selalu bekerja sesuai prosedur.
"kita di RS Persahabatan mejelang kontak kita harus lengkap APD dulu, apalagi kita ada crwe ada dokter ketua tim dia selalu intruksikan kita, kita sesuai prosedur kerjanya," kata Rifaldi.