Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim Dinilai Layak Gantikan Idham Azis, Faldi Zon: Ingin Jadi Kapolri?
Fadli Zon menyindir Kabareskrim Listyo Sigit yang disebut-sebut layak gantikan Idham Azis Jadi Kapolri,
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Yuyun Hikmatul Uyun
Menurut Boyamin, penangkapan Djoko Tjandra tersebut mengobati rasa malu yang dialami oleh rakyat Indonesia.
"Berkaitan dengan Djoko Tjandra tertangkap, saya ya gembira bersama seluruh rakyat Indonesia karena apapun ini menjadikan rasa sakit, rasa malu ini terobati karena sekarang tertangkap," ucap Boyamin.
Boyamin pun mengapresiasi upaya Polri hingga akhirnya berhasil membawa Djoko Tjandra kembali ke Indonesia.

Ia berharap agar Djoko Tjandra dapat terbuka terkait dugaan suap dan gratifikasi selama proses pelariannya.
Menurut Boyamin, bukan tidak mungkin ada nama-nama baru yang ditetapkan sebagai tersangka terkait pelarian Djoko Tjandra, selain Brigjen Polisi Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.
• Diduga Terlibat Penerbitan E-KTP Djoko Tjandra, Lurah Grogol Dipecat Pemerintah DKI Jakarta
• HUT Jakarta ke-493, Fadli Zon ke Anies: Semoga Tetap Jadi Ibukota, Tak Jadi Pindah Sebelum 2024
"Nanti juga bisa merambah ke mana-mana kalau ada dugaan suap dan gratifikasi kepada oknum-oknum aparat itu dan tidak hanya yang dua tersangka ini, bisa merambah ke mana-mana," kata Boyamin.
Kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, seperti diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.
Dalam dakwaan primer, Djoko Tjandra didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.
Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.
Djoko Tjandra dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.
Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.