Guru Besar IPB University: Puluhan Juta Orang Indonesia Tercatat Masih Mengalami Kelaparan Kronis
Hal ini berdasarkan laporan Global Hunger Organization (GHO) 2019 untuk Global Hunger Index (GHI).
Penulis: Naufal Fauzy | Editor: Vivi Febrianti
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, DRAMAGA - Guru Besar IPB University dari Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB Prof Dr Muhammad Rizal Martua Damanik mengatakan bahwa negara-negara anggota ASEAN masih relatif kelaparan.
Hal ini berdasarkan laporan Global Hunger Organization (GHO) 2019 untuk Global Hunger Index (GHI).
Pada tahun 2018, Indonesia menempati urutan ke-73 dari 119 negara yang disurvei yang mana menurut Asian Development Bank (ADB) dan International Food Policy Research Institute (IFPRI), 22 juta orang di Indonesia menderita kelaparan kronis antara tahun 2016 dan 2018.
"Namun pada tahun 2019, GHI Indonesia berhasil memperoleh skor yang lebih baik, meski hanya sedikit. Dari 117 negara yang disurvei, Indonesia berhasil menempati urutan ke-70 yang masih kalah dari Thailand (46), Malaysia (57), Vietnam (62) dan Myanmar (69)," kata Prof Dr Muhammad Rizal Martua Damanik dalam keterangannya, Kamis (22/10/2020).
Dia melanjutkan, dalam studi terpisah yang diterbitkan oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia menempati peringkat ke-65 dari 113 negara di Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI).
Peringkat tersebut berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang menempati urutan pertama dalam indeks, Malaysia di peringkat ke-40, Thailand (54) dan Vietnam (62).
Prof Rizal mengatakan, lapar dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang saling terkait. Orang mengalami lapar karena tidak tersedianya pangan untuk dimakan.
Lapar yang berkelanjutan akan menyebabkan orang mengalami kurang gizi, energi dan berbagai komponen gizi mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Pandemi COVID-19 juga telah berdampak pada perubahan tatanan kehidupan sosial serta menurunnya kinerja ekonomi yang berdampak pada hilangnya pekerjaan dan hilangnya pendapatan masyarakat.
"Kehilangan pendapatan akan menyebabkan daya beli keluarga akan pangan rendah, kemudian menyebabkan lapar sehingga dapat mengakibatkan kurang gizi. Saat ini lebih dari dua juta anak Indonesia menderita wasting yang parah atau berat badan yang rendah untuk tinggi badan," katanya.
Yakni suatu jenis kurang gizi akut yang ditandai dengan hilangnya lemak tubuh dan jaringan otot secara masif yang menyebabkan mereka terlihat tua dan sangat kurus, memiliki kekebalan yang lemah, rentan terhadap keterlambatan perkembangan jangka panjang dan menghadapi peningkatan resiko kematian, terutama bila wasting parah.
Dalam jangka panjang, kekurangan asupan gizi akan meningkatkan risiko penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas dan penyakit degeneratif lainnya.
"Berbagai upaya masih harus terus dilakukan untuk mengakhiri kelaparan pada tahun 2030 dan sepenuhnya memberantas kelaparan pada tahun 2045, saat Indonesia memasuki periode emasnya. Investasi dalam penelitian dan pengembangan sektor pertanian, perluasan irigasi dan efisiensi penggunaan air serta peningkatan infrastruktur pedesaan merupakan upaya-upaya yang perlu mendapat perhatian serius," pungkas Prof. Rizal.