Puji Krisdayanti Bongkar Gaji DPR, Pengamat : Biasanya Mereka Malu Gaji dan Kinerja Tidak Sebanding
Menurut Lucius, keterbukaan Krisdayanti merupakan bagian dari akuntabilitas para wakil rakyat kepada publik.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, JAKARTA - Pengakuan Krisdayanti mengenai gaji, tunjangan dan dana aspirasi anggota DPR menuai pro dan kontra di masyarakat.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai sikap blak-blakan Krisdayanti mengenai penghasilan yang ia terima sebagai anggota DPR patut diapresiasi.
Menurut Lucius, keterbukaan Krisdayanti merupakan bagian dari akuntabilitas para wakil rakyat kepada publik.
”Keterbukaan seperti yang dilakukan KD seharusnya menjadi kewajiban bagi semua anggota DPR sebagai bagian dari akuntabilitasnya kepada publik,” kata Lucius dalam sebuah diskusi, Sabtu (18/9/2021) lalu.
Namun Lucius menilai keterbukaan menyampaikan pendapatan tersebut seolah menjadi tugas berat bagi anggota DPR.
Sebab, hampir tak ada anggota DPR yang bisa menjawab enteng ketika ditanya soal pendapatannya.
Lucius menyebut sebagian besar anggota DPR punya alasan tertentu menutupi besaran tunjangan dan gaji yang mereka terima.
Baca juga: Bongkar Gaji Fantastis DPR dan Modal Nyaleg, Terkuak Harta Kekayaan Krisdayanti Capai Rp 28,5 Miliar
Salah satu alasannya adalah karena mereka sadar bahwa besarnya gaji dan tunjangan yang didapatkan tak sebanding dengan kinerja.
”Jadi saya kira yang begini-begini membuat kita merasa DPR yang menyembunyikan tunjangan mereka selama ini bukan tanpa alasan. Mereka nampak punya rasa malu untuk menyampaikan secara lantang berapa tunjangan ke publik,” ucap Lucius.
Lucius menilai gaji dan tunjangan anggota DPR tak selaras dengan kinerja mereka.
Kinerja anggota DPR periode saat ini minim. Selama dua tahun awal masa kerja, DPR baru mengesahkan empat rancangan undang-undang atau RUU prioritas.
Hasil ini, kata Lucius, terlampau sedikit untuk menjelaskan betapa nikmatnya gaji dan tunjangan berlimpah yang mereka peroleh.
”Pendapatan yang mereka peroleh dalam jumlah yang fantastis itu justru memanjakan mereka hingga kinerja pelaksanaan fungsi representasi selalu ambruk dan buruk,” kata Lucius.
”Coba bayangkan dengan anggaran fantastis yang diterima, baik apa yang disebut tunjangan maupun pendapatan puluhan juta itu, tapi hasilnya hanya ada empat (UU)," ucap Lucius.