Mahasiswi Tewas
NWR Ternyata Pernah Hubungi Komnas Perempuan, Minta Tolong Lakukan Ini Pada Pelaku dan Orang Tuanya
Komnas Perempuan mengakui bahwa korban NWR pernah mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan di pertengahan Agustus 2021.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Komnas Perempuan menyatakan kasus yang menimpa NWR, korban kekerasan seksual di Mojokerto yang mengakhiri hidupnya merupakan bom waktu keterbatasan layanan pendampingan pengaduan kekerasan seksual.
Komnas Perempuan mengakui bahwa korban NWR pernah mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan di pertengahan Agustus 2021.
Komnas Perempuan menyatakan telah berhasil menghubungi NWR pada 10 November untuk memperoleh informasi yang lebih utuh atas peristiwa yang dialami, kondisi, dan juga harapannya.
Sebelumnya, Komnas Perempuan telah berupaya menjangkau korban aplikasi whatsapp (WA) dan sempat direspon korban untuk menanyakan prosedur pengaduan.
Juga, melalui telpon, tetapi tidak terangkat.
“Pada saat berhasil dihubungi, korban menyampaikan bahwa ia berharap masih bisa dimediasi dengan pelaku dan orang tuanya, dan membutuhkan pertolongan konseling karena dampak psikologi yang dirasakannya,” tulis Komnas Perempuan dalam siaran pers yang diterima, Senin (6/12/2021).
Setelah mendengarkan keterangan korban, Komnas Perempuan kemudian mengeluarkan surat rujukan pada 18 November 2021 kepada P2TP2A Mojokerto.
Karena kapasitas psikolog yang terbatas dan jumlah klien yang banyak maka penjangkauan tidak dapat dilakukan sekerap yang dibutuhkan.
Akan tetapi jadwal konseling NWR juga sudah dilakukan dan dijadwalkan kembali di awal Desember.
“Berita mengenai korban telah mengakhiri nyawanya menjadi pukulan bagi kita semua, khususnya kami yang berupaya menangani kasus ini,” lanjut pernyataan itu.
Komnas Perempuan menyatakan kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021.
Jumlah ini sudah dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020.
Komnas Perempuan menyatakan lonjakan pengaduan kasus telah mereka amati sejak tahun 2020.
Dengan sumber daya yang sangat terbatas, Komnas Perempuan berpacu untuk membenahi sistem untuk penyikapan pengaduan, mulai dari verifikasi kasus, pencarian lembaga rujukan dan pemberian rekomendasi.
“Namun, lonjakan kasusnya sendiri mengakibatkan antrian kasus yang panjang, sehingga keterlambatan penyikapan merupakan kekuatiran yang terus kami pikul,” ujarnya.