IPB University
Marak Investasi di Pulau Kecil, Dosen IPB University Imbau Pengusaha Lebih Bijak Soal Ini
Ia menyebut, maraknya kegiatan di wilayah pesisir dan pulau kecil memerlukan mekanisme yang dapat dikontrol.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Profesor Dietrich G Bengen, dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan turut memberikan masukan terhadap aturan investasi di pulau kecil.
Ia menyebut, maraknya kegiatan di wilayah pesisir dan pulau kecil memerlukan mekanisme yang dapat dikontrol.
Setidaknya prinsip-prinsip berbasis ekosistem dan berkelanjutan harus dilakukan secara baik dan terukur.
“Momentum pembenahan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No 53 Tahun 2021 yang ada, harus dilakukan secara cermat tanpa menyebabkan investasi terhalang,” katanya.
Sementara itu, Budiyanto dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menekankan dalam investasi, perspektif global yang harus dibangun.
Dengan demikian, tidak sekedar berinvestasi tanpa mempertimbangkan skema investasi.
“Dalam konteks skema investasi skala kecil, harus ada batasan baik kepemilikan maupun skala usaha. Sehingga perlu pembatasan dalam skema usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),” kata Budiyanto.
Ia juga menyebut, mekanisme pengawasan terhadap kegiatan usaha juga perlu dilakukan, karena banyak pulau kecil yang belum memiliki data dan profile yang baik.
Asriel dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyampaikan bahwa, seringkali investasi dilaporkan adanya pelanggaran terhadap tata ruang.
Dalam beberapa hal, katanya, terjadi kesalahan pemanfaatan ruang, namun kemudian terjadi mekanisme izin baru pada daerah yang telah dilanggar tersebut.
“Untuk itu kami menyampaikan, bahwa perlu kita pahami sistem OSS secara seksama. Sistem OSS harus dapat dikawal dan tidak asal dilakukan proses persetujuan saja,” katanya.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Kajian Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, Dr Yonvitner menyampaikan, bahwa investasi dan izin harus berbasis tata ruang yang sudah mengintegrasikan informasi kebencanaan.
Dengan demikian, perlu dilakukan identifikasi secara intensif terhadap jenis potensi bahaya, kerentanan, dan risiko dari setiap pulau yang akan ditawarkan dalam investasi.
“Semua mekanisme ini kemudian dapat dijadikan sebagai patokan dalam menetapkan kelas usaha dan investasi,” katanya.
Ia melanjutkan, momentum revisi Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) adalah bagian dari upaya penguatan Permen 53 terutama untuk yang sudah eksisting.
Masukan IPB University ini kemudian diharapkan menjadi penguat dalam skema investasi cipta kerja yang akan direvisi.
Beberapa catatan penting dalam diskusi ini adalah skema investasi untuk kelompok UMKM, kemudian terbit tanpa harus mengurus perizinan dari KKP.
Akibatnya banyak izin dari kelompok UMKM yang dimanfaatkan oleh pelakuk usaha, untuk membuat skema usaha-usaha skala kecil, tetapi kuantitasnya banyak.
Oleh karena itu, persentase ruang yang dapat diinvestasi harus dapat ditetapkan sehingga daerah juga dapat mengetahui ini dalam skema tata ruangnya.
Prof Dietrich di akhir paparannya menyampaikan, bahwa pulau-pulau kecil merupakan pulau dengan luas di bawah 100 kilometer persegi.
Dengan demikian, perhatian terhadap pulau-pulau ini harus diperkuat seperti upaya untuk pertahanan keamanan, kesejahteraan masyarakat dan perlindungan ekosistem.
Dosen IPB University itu melanjutkan, pulau-pulau kecil ini umumnya pulau datar dan secara lanskap berbeda.
Sehingga pulau yang terkategori sebagai kelompok premium itu secara mekanisme menjadi lebih tajam untuk diatur dalam Permen ini.
“Tidak masalah kalau kita membuat peraturan ini lebih detail dan tajam skemanya, sehingga investasinya berkelanjutan dan pulau menjadi berkelanjutan di masa mendatang. Jadi pulau-pulau yang akan diberikan izin harus ada gambaran yang baik,” pungkasnya