Tertunduk Lesu, Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia, Ini yang Memberatkan Terdakwa
perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
Penulis: khairunnisa | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Akhirnya dihadirkan di persidangan kasus pemerkosaan 13 santriwati, guru cabul Herry Wirawan tertunduk lesu.
Terlebih setelah persidangan, Herry Wirawan dituntut dengan hukuman yang berat.
Herry Wirawan dituntut jaksa dengan hukuman mati dan kebiri kimia.
Tak cukup sampai di situ, jaksa juga menuntut Herry Wirawan dengan denda Rp 500 juta.
Tuntutan terhadap Herry Wirawan dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1/2022).
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku," ujar Asep N Mulyana.
"Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia."
"(Ketiga) Kami juga meminta denda Rp 500 juta rupiah subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi," sambungnya.
Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga meminta agar Yayasan milik Herry Wirawan dan semua asetnya dirampas untuk diserahkan ke negara.
"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," kata Asep N Mulyana.
Baca juga: Jokowi Putuskan Vaksin Booster Gratis untuk Masyarakat, Mulai Dilaksanakan Besok
Ini yang Memberatkan
Lebih lanjut, Asep N Mulyana juga mengungkap alasan mengajukan hukuman berat kepada Herry Wirawan.
Asep N Mulyana mengatakan, ada beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia.
Pertama, kata dia, Herry menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban pun terperdaya.

Kemudian, kata dia, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," ujar Asep N Mulyana.
Seperti diketahui, Herry memperkosa 13 santriwati di beberapa tempat, yakni di Yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen.
Fakta persidangan pun menyebutkan bahwa terdakwa memperkosa korban di gedung Yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Baca juga: Perjalanan Kasus Cuitan Ferdinand Hutahaean, Berujung Jadi Tersangka Kini Ditahan
Peristiwa itu berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2016 sampai 2021.
Pelaku adalah guru bidang keagamaan sekaligus pimpinan yayasan itu.
Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Taktik Cuci Otak Herry Wirawan
Tersangka kasus rudapaksa belasan santriwati, Herry Wirawan (36), ternyata mencuci otak para korban dan istrinya hingga tak berdaya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kajati Jabar), Asep N Mulyana, menuturkan aksi cuci otak yang dilakukan Herry termasuk dalam kategori ancaman psikis.
Sebagai informasi, arti cuci otak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha secara paksa pengubahan keyakinan atau perilaku seseorang dengan cara memanipulasi psikologi.
Baca juga: Roy Suryo Tawarkan Ferdinand Periksa Kejiwaan Secara Gratis : Kalau Sakit Dirawat Sampai Sembuh
Ia menerangkan, perbuatan Herry tersebut membuat korban secara sukarela melakukan apapun yang diminta olehnya.
Bahkan, ujar Asep, akibat aksi Herry itu, korban dan istrinua tak bisa berbuat apa-apa, termasuk melaporkan aksi bejat pelaku.
"Perbuatan terdakwa ini termasuk dalam kategori dengan ancaman psikis, yaitu membekukan otak korban sehingga secara sukarela mau melakukan apapun yang diminta oleh pelaku," terang Asep usai sidang, Kamis, dikutip dari TribunJabar.

"Jadi, kalau teman-teman bertanya kenapa ini baru terungkap sekarang, kenapa istrinya tidak mau melapor."
"Di dalam istilah psikolog ada dampak-dampak dirusak fungsi otak sehingga orang tidak bisa membedakan mana itu benar dan salah," urainya.
Asep menambahkan, dalam melancarkan aksinya, Herry mengumbar sejumlah janji pada korban.
Herry, kata Asep, berjanji akan memberikan kemudahan fasilitas pada korban.
Baca juga: Heboh Termuan Kerangka Manusia Terbungkus Kafan di Tepi Jalan, Polres Sambas Amankan Pelaku
"Itu tadi cuci otak dalam arti psikologi dia memberikan iming-iming, memberikan kesenangan kemudahan fasilitas yang katakan dia tidak dapatkan sebelumnya diberikan itu, sehingga pelan-pelan pelaku memengaruhi korban."
"Saya kan sudah berikan kamu ini, tolong dong, kasarnya begitu. Kamu juga memahami kebutuhan saya, tentang keinginan saya," beber Asep, mengutip TribunJabar.
Dalam sidang Herry yang digelar pada Kamis, ada lima saksi yang dihadirkan.
Dua saksi adalah ahli pidana dan psikologi, dua orang Kementerian Agama, dan istri Herry.