Awalnya Dijanjiin Kerja, Gadis Remaja Ini Malah Disekap di Penampungan, Begini Kondisinya Sekarang
Perasaan senang seorang remaja putri di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) berubah menjadi duka.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Perasaan senang seorang remaja putri di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) berubah menjadi duka.
Impian gadis putri bernama Katarina Kewa Tupen (21) untuk dapat membahagiakan orangtuanya dengan cara bekerja di Kota Medan, Sumatera Utara lenyap seketika.
Lenyapnya harapan Katrina itu muncul seiring dengan penderitaan yang dialaminya.
Ya, remaja putri asal Kelurahan Lambunga, Kecamatan Kelubagolit, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT ini diduga disekap dan dianiaya hingga tidak bisa berjalan.
Katrina disekap selama berada di lokasi penampungan Perumahan Griya Albania, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan.
Baca juga: Kronologi Penyekapan Bocah 5 Tahun di Sumedang dan Penetapan Kasus Tersangka
Sejak tiba di Kota Medan, Katarina menempati penampungan milik PT Mitra Asia Sehati.
Akibat penyekapan dan penganiayaan, Katarina kini menggunakan kursi roda. Dia telah berhasil keluar dari penampungan.
Penggiat kemanusiaan Paguyuban NTT, Lusi Tampubolon menjelaskan bahwa kejadian itu bermula pada Selasa 22 Maret 2022.
Saat itu, korban dari kampungnya dengan tujuan Kota Medan, dijanjikan bekerja di sebuah panti jompo.
Baca juga: Polres Sumedang Tetapkan Pemilik Rumah Sebagai Tersangka Dalam Kasus Penyekapan Bocah 5 Tahun
Setelah seminggu, Lusi mendapat kabar dari seseorang pastor yang mengatakan bahwa korban disekap di tempat penampungan. "Tanggal 29 Maret, saya dapat kabar dari pastor bahwa ada anak di penampungan yang sedang disekap," ujarnya dikutip dari Poskupang, Rabu (20/4/2022).
Kemudian Lusi mencari tahu kabar tersebut, dan mendapatkan informasi bahwa Katarina berada di sebuah penampungan milik PT Mitra Asia Sehati yang dikelola oleh Ahmad Yani Siregar.
"Pada saat itu saya langsung cek di Google Map nama PT itu, ternyata statusnya tutup. Saya bilang ke Pastor," ujarnya.
Selanjutnya Lusi menghubungi rekannya bernama Alpon, yang tinggal di daerah Batang Kuis.
Lusi meminta bantuan kepada rekannya itu mencari tahu alamat penampungan tersebut.
"Kebetulan si anak ini (Katarina) ada nomor handphone nya, saya hubungi saya tanya keberadaannya, katanya di Jalan Bersama Ujung," ucap Lusi.
Saat dihubungi, Katarina mengatakan kepada Lusi bahwa kondisi kakinya sedang dalam keadaan sakit.
"Saya bilang kamu (Katarina) diam saja di situ, nanti kamu akan saya ambil. Tapi setelah ini SMS atau telepon kamu hapus, pasti nanti dicek kata saya," bebernya.
Baca juga: Temuan Polisi Saat Geledah Rumah Tempat Penyekapan Anak di Sumedang, Amankan Wajan hingga Rantai
Lusi mengatakan korban sempat memberitahunya bahwa akan dibawa berobat ke sebuah tempat. Ia pun mencoba menghubungi polisi mengadukan hal tersebut.
"Kita komunikasi tersebut, dia bilang bu saya mau dibawa berobat tapi saya tidak tahu kemana, saya koordinasi dengan Polrestabes," ujarnya.
Lebih lanjut Lusi menjelaskan bahwa korban yang saat itu berada di tempat pengobatan mencoba menanyakan lokasi tersebut kepada orang yang akan mengobatinya.
"Ternyata dia dibawa kusuk ke Jalan Mandala. Saya cek tempat tinggal di penampungan itu. Saya pun datang ke Polsek Percut Sei Tuan, untuk meminta pertolongan mau mengambil anak itu," katanya.
Selanjutnya, Lusi menghubungi keluarga korban di NTT meminta identitas dan foto korban agar mudah dikenali. "Saya minta identitasnya kepada keluarga sama foto terakhir, untung saja waktu malam itu komunikasi ke kampungnya bagus."
Setelah mendapat identitas korban, Lusi bersama dengan personel Polsek Percut Sei Tuan langsung menuju ke lokasi penampungan.
“Kami pergi dengan empat orang polisi ke lokasi, Babinsa dan kepala desa juga ikut. Sampai di sana kita temui ada tiga orang laki-laki yang merupakan penjaga penampungan itu, pemiliknya tidak ada," jelasnya.
Lusi mengatakan, setelah menunggu lama akhirnya pemilik penampungan Ahmad Yani Siregar datang bersama dengan rekannya.
"Pemilik rumah itu datang sama orang perawakan India, lalu kami dibawa ke Polsek Percut Sei Tuan. Sesudah itu korban baru mengaku sempat dianiaya oleh pemilik penampungan," tuturnya.
Pemilik penampungan tersebut juga sempat meminta uang ganti rugi kepada korban sebanyak Rp 7 juta. Namun, korban tidak memberikannya. Hingga akhirnya, kedua belah pihak pun berdamai di Polsek Percut Sei Tuan.
"Pemiliknya sempat minta ganti rugi Rp 7 juta. Kita dibawa ke Polsek lalu didamaikan. Pada saat itu kami berpikir bagaimana adik kami selamat, tidak ada pikiran mengadukan penganiayaan atau TPPO," ucapnya.
Namun, setelah kejadian tersebut pihaknya pun memilih melaporkan kejadian tersebut ke Polda Sumut atas dugaan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (TPPO).