Bawa Suami Orang ke Kontrakan, Aksi Janda Ini Dibongkar Warga yang Ngintip Lewat Ventilasi Udara
Gerak-gerik seorang wanita berinisal AS (36) membuat warga di Lorong KB, Gampong Matang Seulimeng, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, curiga.
Penulis: yudistirawanne | Editor: Vivi Febrianti
Kronologi Penggerebekan
Penggerebekan pasangan bukan suami istri itu di rumah kontrakan berawal dari kecurigaan masyarakat.
Informasi diperoleh Serambinews.com, penggerebekan itu diawali kecurigaan warga setempat terhadap salah satu rumah kontrakan yang dihuni janda AS, terjadi dugaan perzinahan antara AS dan MR.
Baca juga: Oknum Kepala Sekolah Ini Terciduk Lakukan Video Call Mesum, Disdik: Kami Panggil, Ini Urusan Moral!
Selanjutnya sekitar pukul 23.30 WIB, pemuda dan Keplor Lorong KB Gampong Matang Seulimeng mendatangi rumah kontrakan itu.
Saat pintu rumah itu digedor, AS lama baru membukanya.
AS tidak bisa mengelak karena terbukti di dalam rumah yang baru dikontraknya beberapa pekan ini terdapat pria MR.
Mereka tidak bisa menunjukkan surat sah kawin.
Hukum perzinahan di Aceh
Aceh adalah wilayah di Indonesia yang masih menerapkan hukum cambuk bagi warganya yang melanggar syariat Islam, terutama bagi pelaku perzinaan.
Seperti yang tercantum dalam Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, Aceh merupakan bagian dari NKRI dengan adanya keistimewaan dan otonomi khusus.
Salah satunya adalah berhak melaksanakan syariat Islam dengan menjunjung tinggi keadilan, kemaslahatan dan kepastian hukum.
Dasar Hukum Hukuman Cambuk di Aceh
Dilansir dari Kompas.com, Hukuman Cambuk di Aceh diterapkan setelah provinsi ini mendapatkan izin secara konstitusional untuk menerapkan hukum Islam.
Izin tersebut tertulis dalam tiga undang-undang, yaitu UU Nomor 44/1999 tentang keistimewaan Aceh, UU 18/2001 tentang otonomi khusus di Aceh.
Serta UU Nomor 11 Tahun 2006 tetang pemerintah Aceh.
Namun UU 18/1999 tentang keistimewaan Aceh diganti dengan UU Aceh Nomor 11 Tahun 2006.
UU baru ini merupakan hasil dari MoU Helsinki yang diteken pada 15 Agustus 2005, sebagai akhir Konflik Aceh.
Dalam UU baru itu diatur beberapa hal, salah satunya penerapan syariat Islam yang diberlakukan sesuai tradisi dan norma di Aceh.