Nasib Keluarga Gadis Korban Rudapaksa, 2 Tahun Kasusnya Mandek, Ayah Korban Dipecat Hingga Diteror
Bukan hanya perkara yang dialaminya tak kunjung ada kejelasan, namun keluarganya pun malah mendapat buly-an hingga teror.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Nasib malang dialami keluarga korban rudapaksa di Sragen.
Dugaan kasus rudapaksa yang dialami gadis berusia 9 tahun itu hingga saat ini madek hingga tak ada kejelasan.
Korban berinsial W yang kini sudah berusia 11 tahun cuma bisa pasrah dengan nasib yang dialami keluarganya tersebut.
Bukan hanya perkara yang dialaminya tak kunjung ada kejelasan, namun keluarganya pun malah mendapat buly-an hingga teror.
Bahkan, ayah kobran sampai harus berhenti dari tempat kerjanya lantaran diduga ada intimidasi dari pelaku rudapaksa kepada perusahaan tempat ayah korban bekerja.
Ayah korban yakni D selama hampir dua tahun lalu pontang panting mencari keadilan untuk putri kecilnya.
Terduga pelaku adalah tetangganya sekaligus guru silat di salah satu perguruan silat yang ada di Sragen.
Kasus anaknya yang sudah dilaporkan ke Polres Sragen belum ada titik terang hingga kini, meski sudah pernah melakukan gelar perkara di Polda Jawa Tengah.
D mengaku diintimidasi setelah pabrik tempatnya bekerja didatangi seseorang yang mengancam apabila pabrik tidak memecat D, maka izin operasi akan dicabut.
Mengetahui hal tersebut, D mengundurkan diri dan kini ia kesulitan untuk mencari nafkah.
Tak berhenti disitu, belum lama ini, gerobak jualan cilok dagingnya yang terparkir di Gabugan, Tanon ditabrak orang tak dikenal yang menggunakan kaos berlogo perguruan silat yang bersangkutan.
Gerobaknya ditabrak sekitar dua minggu lalu, tepat satu hari kembali dilaksanakannya gelar perkara di Polda Jawa Tengah, awal April 2022 lalu.
"Saya masih ada fotonya, dengan orang yang sama, memakai logo perguruan silat," jelasnya.
"Istri saya waktu naik motor juga orang tak dikenal geber-geber motor, istri saya juga kagetan, hampir terperosok ke sawah," tambahnya dikutip dari Tribun Solo.
Intimidasi tersebut dilakukan agar D mau menutup kasus tersebut dan bersedia damai dengan diberikan sejumlah uang.
D pun bersikeras akan terus melanjutkan kasus tersebut, sampai sang anak mendapat keadilan.
D menuturkan W masih ketakukan jika bertemu dengan para pelaku, termasuk ketika menjalani pemeriksaan di Mapolres Sragen pada Kamis (19/5/2022) pagi.
Korban Malah Dibuly
Korban W ternyata sering mendapat rundungan dari teman dan kakak kelasnya di sekolah.
Ditemui wartawan usai mendampingi sang anak memberi keterangan di Polres Sragen pada Kamis (19/5/2022), D mengaku sering mendapat intimidasi dari beberapa pihak.
D menyebutkan intimidasi datang dari beberapa pihak, termasuk seorang yang katanya 'pejabat daerah' dan oknum anggota perguruan silat.
"Sudah banyak pihak (oknum) yang mencoba bernegosiasi, kasusnya diminta untuk tutup saja," kata D, Kamis (19/5/2022).
Korban Menangis
Pengacara W yang juga merupakan Direktur LBH Mawar Saron Solo, Andar Beniala Lumbanraja mengatakan pada W ketika hendak diperiksa sempat menangis.
"Dia sempat menangis, karena takut, kita keluarkan dulu dari ruang unit PPA, kita bujuk dan minta didampingi sang ibu," katanya kepada wartawan.
"Ingat kejadian itu, dia juga merasa takut dan bosan, yang ditanyakan itu terus, takut karena P yang mengajak W juga dihadirkan," imbuhnya.
Pemeriksaan kali ini, menurut Andar menambahkan keterangan mengenai bagaimana cara terduga pelaku melakukan persetubuhan kepada W.
Andar menuturkan pada aksi rudapaksa yang pertama, W sempat diancam jika tidak mau melayani pelaku diberikan ancaman berupa ayah dan ibunya akan menerima sesuatu yang buruk.
"Kemudian setelah kejadian yang kedua, W diantar pulang P, dan disitu juga mendapat ancaman dari P untuk tidak bilang ke siapa-siapa termasuk simbah dan orang tua," pungkasnya.
Dengan ancaman-ancaman itulah, W yang saat itu masih berusia 9 tahun menjadi ketakutan dan terpaksa melayani terduga pelaku.
Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Lanang Teguh Pambudi mengatakan dari Polda Jawa Tengah sudah melakukan asistensi terhadap kasus tersebut.
"Polda (Jawa Tengah) sudah asistensi kesini kemarin, hari ini kita tunggu pemeriksaan selesai," ungkap AKP Lanang.
Polisi Sebut Ada Kendala
Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama mengakui memiliki beberapa kendala, di antaranya rentang waktu kejadian dan waktu pelaporan yang terpaut cukup lama.
Kejadian persetubuhan yang dialami W pertama kali terjadi pada awal Bulan November 2020 dengan terduga pelaku adalah terlapor, S.
Sedangkan, polisi baru menerima laporan pada bulan Desember 2020.
"Memang ada beberapa kendala, yang pertama pada saat kejadian, kemudian dilaporkan itu kurang lebih waktunya hampir satu bulan, atau satu bulan lewat," ungkapnya ketika ditemui wartawan di Mapolres Sragen, Sabtu (21/5/2022).
Dengan rentang waktu yang terpaut cukup jauh itulah, AKBP Piter menuturkan kesulitan mendapatkan bukti otentik.
Pihaknya akan terus berupaya untuk mencari cara lain, agar mendapatkan bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.
"Kendala itu tidak membuat kami putus asa dan menyerah, tapi kita akan terus semakin terus melecut untuk mencari perspektif lain dari alat bukti yang mudah-mudahan bisa segera kita dapatkan," jelasnya.
Kendala yang kedua yakni dari keterangan saksi yang sudah diperiksa oleh para penyidik.
Selama kurun waktu dua tahun ini, penyidik disebut sudah memeriksa sebanyak 16 saksi.
Menurut AKBP Piter keterangan yang diberikan kebanyakan saksi masih belum konsisten.
"Banyak saksi yang kita periksa, memang kendalanya yang kedua ada inkonsistensi, ada ketidak konsistenan dari keterangan saksi segala macam," terangnya.
"Dan itu tetap di tanah penyidikan, biar kami dengan teknik penyidikan yang kami lakukan kita akan meluruskan sesuai dengan fakta-fakta yang ada," tambahnya.