Pelestarian Karya Anak Bangsa Digencarkan Perpusnas, Iwan Fals Beri Dukungan Penuh

Musisi, Iwan Fals terus mendukung upaya pelestarian karya anak bangsa yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas)

Editor: Yudistira Wanne
KOMPAS.com/TRI SUSANTO SETIAWAN
Artis musik Iwan Wals diabadikan di kawasan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (18/12/2015). 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Musisi, Iwan Fals terus mendukung upaya pelestarian karya anak bangsa yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas).

Saat ini, tercatat sebanyak 332 lagunya disimpan dalam karya rekam audio digital di Perpusnas.

“Hanya memang musik apa yang kita tampilkan, itu penting. Indonesia ini kan luar biasa, dari Sabang sampai Merauke. Kalau kita punya waktu untuk mau tahu itu dan lingkungan juga mendorong ke situ, memperbanyak seniman-seniman tradisi umpamanya, itu pasti akan mempengaruhi musik kita ke depan,” ujar Iwan Fals, Jumat (27/5/2022).

Selain itu, Iwan Fals meminta agar lagu-lagu yang sudah diserahkan agar tidak sekadar disimpan. 

Menurutnya, lagu atau musik menggambarkan warna diri bangsa. 

Untuk itu, musik dan bunyi-bunyian khususnya daerah, diharapkan diajarkan melalui bangku sekolah kepada para pelajar dan generasi muda.

“Itu pasti akan membentuk warna musik yang unik khas Indonesia dan lebih mungkin, teman-teman di perpustakaan lebih bersemangat lagi untuk menyimpan,” bebernya.

Upaya untuk menghimpun, menyimpan dan melestarikan hasil karya intelektual bangsa di Indonesia sendiri, dimulai sejak zaman kolonial Belanda.

Hal ini ditandai dengan terbitnya peraturan pemerintah, melalui ordonansi pemerintah kolonial Belanda, nomor 7981 tahun 1913. 

Peraturan mengimbau kepada para penerbit di wilayah pemerintahan Belanda di Nusantara untuk mengirimkan beberapa kopi dari buku hasil terbitannya, ke sebuah lembaga kebudayaan yaitu Ikatan Kesenian dan Ilmu Batavia. Lembaga ini didirikan di Batavia pada 1778.

Setelah masa kemerdekaan, pelaksanaan serah simpan karya diatur melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SS KCKR). 

Pada 2018, UU tersebut direvisi dan disahkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang tentang SS KCKR. UU bertujuan mewujudkan koleksi nasional dan melestarikan sebagai hasil budaya bangsa.

Sementara itu, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Perpusnas, Emyati Tangke Lembang, menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang SS KCKR mengamanatkan penerbit serta produsen karya rekam selaku pelaksana serah untuk menyerahkan hasil karyanya ke Perpusnas dan perpustakaan provinsi. 

Menurut Emyati, implementasi pelaksanaan serah simpan karya yang merupakan amanat UU, tidak terlepas dari eksistensi penulis dan musisi yang melahirkan karya terbaiknya.

“Melalui peran penerbit dan produsen karya rekam sebagai jembatan para pencipta karya menuangkan seluruh ide dan gagasan untuk dapat dinikmati oleh masyarakat,” ungkapnya.

Selain itu, sejarawan, JJ Rizal, mengungkapkan perpustakaan merupakan ukuran peradaban sebuah bangsa. 

Menurutnya, fungsi deposit yang merupakan pelaksanaan dari serah simpan, inti dari layanan perpustakaan. 

Semakin baik dan terbaru koleksi perpustakaan serta bibliografinya, maka terlihat kemajuan peradaban bangsa Indonesia.

Dia menambahkan, salah satu institusi yang mendukung terwujudnya cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa adalah perpustakaan. 

Bahkan menurutnya, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta, telah membayangkan untuk membuat perpustakaan publik.

Selain itu, peran penting perpustakaan terlihat melalui terselenggaranya Kongres Perpustakaan seluruh Indonesia di Jakarta tahun 1954, yang kemudian memunculkan kata Perpustakaan Nasional.

Dia menekankan, Perpusnas sebenarnya berfungsi untuk melawan lupa ingatan bangsa mengingat fungsinya yang untuk menyimpan hasil karya anak bangsa

Deposit memiliki makna sangat penting bagi bangsa untuk maju. Oleh karena itu, pengabaian terhadap koleksi deposit yang baik dan pengabaian terhadap Perpusnas, setara dengan pengabaian terhadap masa depan.

“Kalau kita bicara tentang Indonesia tanpa bicara tentang perpustakaan dan menjaga depositnya dan memperkaya koleksinya dalam konteks ini, itu sebenarnya kita jadi bangsa yang durhaka gitu loh. Karena para pendiri bangsa kita itu, mereka para pembaca buku. Mereka itu orang yang care dengan buku karena mereka tahu betul ya peradaban itu diukur dari kepustakaan yang baik,” tukasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved