DLH Bongkar Tungku Bakar Sampah Milik Perusahaan di Gunungputri Bogor, Ini Alasannya
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) DLH Kabupaten Bogor, Uli Sinaga mengatakan bahwa alasan dilepasnya agar perusahaan tidak melakukan pembakaran
Penulis: Reynaldi Andrian Pamungkas | Editor: Damanhuri
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Reynaldi Andrian Pamungkas
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, GUNUNGPUTRI - Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Kabupaten Bogor lakukan pelepasan PPLH line pada area tungku bakar sampah yang berlokasi di PT Popular Can Utama, Jalan Muara Baru, Desa Gunungputri, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor.
Pelepasan PPLH line ini bertujuan agar pihak perusahaan dapat membongkar tungku bakarnya.
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) DLH Kabupaten Bogor, Uli Sinaga mengatakan bahwa alasan dilepasnya agar perusahaan tidak melakukan pembakaran.
"Karena memang sesuai undang-undang 18 2008 tidak boleh bakar sampah," ucapnya kepada TribunnewsBogor.com, Senin (4/7/2022).
Diberitakan sebelumnya, tungku bakar milik PT Popular Can Utama ini diberi PPLH line pada Senin (27/6/2022) lalu, dikarenakan perusahaan tersebut membakar sampah yang diduga limbah B3.
Dampak dari pembakaran sampah limbah B3 tersebut, membuat warga Desa Gunungputri RT 4/2 mengeluhkan akan adanya asap dan aroma yang tidak sedap.
Uli Sinaga mengungkapkan bahwa dibongkarnya tungku sampah ini karena pihak perusahaan melakukan pembakaran limbah B3.
"Yang saya khawatirkan bila tidak dibongkar maka akan melakukan pembakaran lagi, jadi lebih baik untuk kedepannya tidak dioperasikan lagi tungku bakar sampahnya," jelasnya.
Dalam perizinan lingkungannya, kata Uli Sinaga pihak perusahaan sangat komperatif untuk melakukan perbaikan dan melengkapi perizinannya yang saat ini masih dalam proses.
Menurutnya, untuk perizinan produksi dan izin lingkungan hidup itu berbeda, yang di mana bila izin produksi bukan dari pihak DLH.
"Kalau izinnya yang kemarin mengenai pencemaran bahwa pabrik tersebut buang emisi ke udara, ini kan kita sudah hentikan dia nggak buang," ujar Uli Sinaga.
Dalam kejadian ini, pihak pabrik akan dikenakan denda administrasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Uli Sinaga menambahkan bahwa terkait dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKP-UPL) pabrik tersebut masih dalam proses.
"Selama proses itu pabrik masih boleh produksi, kalau terkait pelaporan pabrik tersebut harus memiliki dokumen lingkungan, dan saat ini perusahaan dikenakan denda administrasi PP 22 2021 belum ada turunannya sehingga kita tidak bisa aplikasikan," jelasnya.