Gara-gara Buka Gembok Vila, 5 Warga di Bogor Sampai Di Meja Hijaukan
Lima warga Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dilaporkan ke polisi setelah masuk ke sebuah vila.
Penulis: Muamarrudin Irfani | Editor: Vivi Febrianti
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Muamarrudin Irfani
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIBINONG - Lima warga Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dilaporkan ke polisi setelah masuk ke sebuah vila.
Kelima orang tersebut ialah DS (56), W (68), ES (74), IL (33) dan MSS (42), menjadi terdakwa karena dituduh masuk ke pekarangan orang lain tanpa izin.
Sejak 9 Mei lalu, kelimanya kini tengah menghadapi proses persidangan di Pengadilan Negeri Kelas I A Cibinong.
Kuasa hukum lima terdakwa, Anggi Triana Ismail menerangkan duduk masalah ini karena terdapat dua kepemilikan lahan seluas 5.000 meter persegi.
Dalam lahan itu, kata Anggi, juga terdapat bangunan berupa vila.
Anggi menuturkan DS merupakan ahli waris dari lahan tersebut dengan bukti dokumen kepemilikan berupa girik dan Akta Jual Beli (AJB) yang asli.
Sedangkan pihak yang menggugat, kata Anggi, mengkalim memiliki dokumen berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).
Kasus tersebut bermula ketika DS hendak mau mengunjungi tempat pribadi bersama empat orang yang mendampinginya pada akhir tahun 2019.
Namun saat tiba, lahan tersebut sudah digembok.
"DS bersama ke empat pendampingnya merangsek masuk dengan niat untuk mengecek lokasi tanah miliknya," ujar Anggi.
Akibat tindakannya itu, DS dan empat rekannya dilaporkan oleh HG ke Polres Bogor atas dugaan tindak pidana memasuki pekarangan orang tanpa izin.
HG sendiri kata Anggi, mengklaim telah membeli tanah dari seseorang berinisial WS.
Lebih lanjut, kuasa hukum dari tim Sembilan Bintang Law Office ini mengatakan, persoalan tindak pidana pasal 167 ayat (1) KUHP tersebut seharusnya bisa diselesaikan melalui cara lain, tanpa harus ke meja hijau.
Hal tersebut lantaran DS juga memiliki dokumen atas kepemilikan lahan tersebut.
Menurutnya, banyak pertimbangan yang harus di jadikan landasan hukum oleh APH, salah satunya Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 08 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Sehingga APH harus mengedepankan sense of crisis atau kepekaan nurani terhadap setiap kasus yang dipandang atau difikir dan dirasa perlu untuk diselesaikan secara mediasi penal," ucap Anggi.
Bak nasi telah menjadi bubur, kini DS bersama empat orang lainnya tengah menjalani masa persidangan.
"Mengingat kasus ini sudah masuk ke babak dunia peradilan, tak ada alasan buat kami yang haqul yakin tehadap hukum negeri ini yang insya allah masih bisa ditegaskan sebagaimana mestinya," katanya.(*)