Polisi Tembak Polisi

Soroti Sanksi Sambo CS, Eks Kabareskrim Sebut Kekhawatiran Para Tersangka Soal Karir: Pelajaran!

Mantan Kabareskrim Polri soroti soal perbandingan hukuman Ferdy Sambo CS dalam kasus pembunuhan Brigadir J, begini responnya

Penulis: Siti Fauziah Alpitasari | Editor: Tsaniyah Faidah
Kolase foto tvonenews/kompastv
Komjen Pol (Pol) Purn Ito Sumardi soroti soal sanksi para tersangka Pembunuhan Brigadir J, begini jabarannya 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi soroti soal perbandingan hukuman para tersangka yang diancam dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 junto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan hukuman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Menurutnya, hal tersebut dapat dilihat dari satu perbuatan pidana dari pelaku utama dan pelaku penyerta dalam sidang kode etik.

Dilansir TribunnewsBogor.com dari YouTube tvOneNews pada Minggu (4/9/2022), Komjen Ito Sumardi menyebut hal tersebut juga dilihat dari peran para tersangka, apakah yang bersangkutan terlibat langsung atau tidak langsung.

"Kenapa demikian, sesuai dengan bagaimana pengalaman saya ya, semua ini terjadi karena adanya pertama adalah loyalitas sempit kepada pimpinan," kata Komjen Ito Sumardi dilansir dalam tayangan YouTube tvOneNews pada Minggu (4/9/2022).

Lalu, Komjen Ito Sumardi juga menjelaskan adanya kekhawatiran yang akan mempengaruhi karir para tersangka, karena di bawah perintah (Ferdy Sambo) ataupun bertekanan.

"Kemudian ada lagi yang namanya perasaan simpati yang berlebihan, karena diceritakan seolah-olah ada sesuatu melimpah keluarga pimpinan (Ferdy Sambo), munculah simpati," ujar Komjen Ito Sumardi.

Baca juga: Komnas Perempuan Ceritakan Dugaan Rudapaksa Brigadir J, PC Ditemukan ART di Depan Kamar Mandi

Mantan Kabareskrim Polri itu juga menyinggung adanya rasa solidaritas pada suatu kelompok (Ferdy Sambo CS) dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Tak hanya itu, Komjen Ito Sumardi mengungkap dalam kasus pembunuhan Brigadir J, penjatuhan sanksi harus secara proporsional (Berimbang). 

"Karena proporsional peran (tersangka) masing-masing daripada yang melakukan. Saya kira kita tidak adil meng-generalisasi semuanya ini salah," kata Dia.

Lanjut Komjen Ito Sumardi menambahkan, dirinya pun mengikuti kasus pembunuhan Brigadir J, dimana para tersangka ada yang tidak mengetahui kejadian yang sesungguhnya.

Menurutnya dari hasil rekayasa yang dilakukan Ferdy Sambo, pada akhirnya para tersangka lainnya baru mengetahui aksi yang dilakukan pimpinannya itu tidaklah benar.

"Tapi ini semua merupakan pintu masuk bagi Polri untuk melakukan, bukan hanya reformasi kultural saja, tapi reformasi internal ya baik strukturnya maupun instrumentalnya termasuk juga kulturalnya ya, jadi secara internal upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan marwah institusi Polri yang jujur saja sampai titik nadir yang terdampak dari kasus Duren Tiga," terangnya.

"Ini pelajaran yang baik sekali bagi Polri," sambungnya.

Baca juga: Geram, Netizen Bongkar Harga Selangit Outfit Dirtipidum Bareskrim Polri, Pakai Merek-merek Ternama

Sanksi

Di sisi lain Komjen Ito Sumardi juga menyebut, adanya pelanggaran kode etik ringan itu biasanya sanksi para tersangka dikenakan demosi.

"Demosi itu bisa penurunan pangkat, penundaan pangkat atau penundaan mengikuti pendidikan jenjang karir," kata Dia.

Ada pula yang memang dianggap sedikit berat kata Komjen Ito Sumardi, disarankan untuk para tersangka mengundurkan diri yakni dengan pengunduran diri secara hormat.

Komjen Pol (Pol) Purn Ito Sumardi buka suara soal sanksi para tersangka Pembunuhan Brigadir J
Komjen Pol (Pol) Purn Ito Sumardi buka suara soal sanksi para tersangka Pembunuhan Brigadir J (Kolase foto tvonenews/kompastv)

Meski begitu, hal yang dilakukan para tersangka akan tetap mendapatkan hak-haknya sebagai Purnawirawan (gelar untuk para pensiunan prajurit, baim TNI ataupun Pori yang sudah tidak aktif lagi di dalam dinas kemiliteran atau kepolisian).

"Tapi kalau yang paling berarti itu adalah PTDH (sanksi administratif terberat yang dapat dijatuhkan pada anggota Polisi), PTDH ini tidak mendapatkan hak sama sekali dari pemerintah yang melalui Polri," jelasnya.

Komjen Ito Sumardi menyimpulkan, dari ketiga jenis sanksi kode etik yang terberat, ringan nantinya akan dikenakan kepada para tersangka kasus pembunuhan Brigadir J.

"Tapi kalau kode etik ada tiga yang berat kemudian yang sedang dan yang ringan, jadi ini nanti akan dikenakan kepada masing-masing dari 90-an anggota ini sesuai dengan perannya perang dan motivasinya dalam melakukan perbuatan yang disangkakan sesuai Pasal 221 dan 233," tandasnya.

Baca juga: Terkuak, Komnas Perempuan Blak-blakan Soal Pengakuan PC Diperkosa Brigadir J, Begini Kronologinya

Pasal 221 KUHP

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

Baca juga: Mengurai Temuan Baru Pelecehan, Komnas Perempuan Ngotot Bela Putri Candrawathi Dinodai Brigadir J

Kemudian, Pasal 233 KUHP berbunyi:

Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktika sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Sumber : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved