Insiden Arema vs Persebaya
Jeritan Bocah 11 Tahun Tragedi Maut di Kanjuruhan, Jadi Yatim Piatu Usai Lihat Tubuh Ayah Terinjak
MA, sang bocah 11 tahun itu tak menyangka jika hari itu menjadi pertemuan terakhir bersama ibu dan juga ayahnya.
Penulis: Damanhuri | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Tragedi maut di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga korban dan dunia sepak bola.
Pertandingan sepakbola yang seyogyanya menjadi hiburan berubah menjadi petaka usai terjadi kerusuhan setelah laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam tersebut.
Bahkan, seorang anak berusia 11 tahun kini menjadi yatim piatu usai menyaksikan pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya bersama kedua orangtuanya.
MA, sang bocah 11 tahun itu tak menyangka jika hari itu menjadi pertemuan terakhir bersama ibu dan juga ayahnya.
Kedua orangtua MA yakni M Yulianton (40) dan Devi Ratna S (30) menjadi korban meninggal dunia dalam tragedi maut tersebut.
Bahkan, total korban meninggal dunia tercatat mencapai 125 orang saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, jumlah 125 korban meninggal berdasarkan pengecekan tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri dan Dinas Kesehatan Kabupaten-Kota Malang.

Menurut Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ada perbedaan data dari laporan sebelumnya yaitu 129 orang menjadi 125 korban karena ada korban yang tercatat ganda.
"Terkonfirmasi sampai saat ini, yang meninggal dari awal diinformasikan 129 orang, saat ini data terakhir dari hasil pengecekan tim DVI dan Dinkes jumlahnya 125 orang. Karena ada yang tercatat ganda," kata Listyo Sigit dalam keterangan pers di Stadion Kanjuruhan, Malang, Minggu (2/10/2022) malam.
Saksikan Ayah Terinjak-injak
MA, bocah 11 tahun tak bisa berbuat banyak melihat orangtuanya M Yulianton dan Devi Ratna S terkapar di Stadion Kanjuruhan Malang.
Doni, paman MA sekaligus kakak dari Yulianton yang juga hadir di Stadion Kanjuruhan Malang mengatakan, MA merupakan anak semata wayang almarhum.
Saat peristiwa kericuhan terjadi, MA terpisah dari kedua orangtuanya Yulianton dan Devi Ratna.
Yulianton diduga terjatuh dari tribun hingga mengalami sesak napas karena menghirup gas air mata.
Saat ditemukan, Yulianton sudah dalam keadaan wajah membiru.

Menurut Doni, MA sempat menjerit dan meminta bantuan polisi untuk menolong ayahnya yang terinjak-injak.
Ternyata hanya MA saja yang mendapat kesempatan diselamatkan polisi saat itu.
"Kemungkinan saudara saya ini kemudian jatuh dari tangga tribun. Mukanya sudah membiru pucat. Anaknya minta bantuan ke polisi terus selamat," katanya.
Kepada pamannya Doni, MA mengaku melihat orangtuanya terinjak-injak dalam kerumunan penonton yang panik dan berlari ke arah pintu keluar stadion.
"Anaknya Mas Anton (Yulianton) masih trauma, saya tanya 'tahu bapak ibu jatuh diinjak-injak?' dia mengangguk, tahu," ungkap Doni di Breaking News Kompas TV, Minggu (2/10/2022).
Doni menceritakan, saat kejadian, ia juga menyaksikan kekacauan yang terjadi karena dirinya menonton pertandingan bersama almarhum, dan almarhumah, keponakan, tetangga, serta anaknya.
"Saya ada di tempat kejadian, sama mas, mbak ipar, dan keponakan. Saya juga membawa anak umur 10 tahun, tetangga saya juga membawa anak perempuan," ungkapnya.
Ia juga melihat kepanikan penonton setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun.
"Tribun saya, tribun 14, (orang-orangnya) diem hanya lihat, ditembak kurang lebih dua kali gas air mata," kata Doni.
"Waktu terjadi tembakan gas air mata itu, pikiran saya hanya (menyelamatkan) anak-anak," ujarnya.
Rombongan Doni yang duduk di tribun 14 lantas mencoba menghindari semburan gas air mata itu dan berlari ke arah pintu keluar.
"Kami cari pintu keluar itu berdesakan. Sudah berdesakan, panas kena gas (air mata) itu," kenang Doni.
Setelah berhasil keluar bersama anaknya, ia berusaha mencari kakak dan iparnya.
"Kurang lebih seperempat jam itu kok tidak keluar-keluar. Tiba-tiba saya dijawil anak mas saya dari belakang," kata Doni menceritakan pertemuannya dengan MA usai berhasil keluar dari Stadion Kanjuruhan.

Doni pun mengaku kaget mendengar MA mengatakan bahwa kakak dan iparnya masih berada di dalam stadion.
Kemudian, ia mencoba masuk ke stadion untuk mencari keluarganya yang masih hilang, namun upata itu gagal.
Akhirnya, setelah beberapa saat ia melihat kakak iparnya digotong orang-orang melewati pintu keluar.
"Setelah itu ada yang menggotong perempuan, saya lihat celananya seperti mbak ipar saya, ternyata benar," kata dia.
"Saya nggak bisa memastikan masih hidup atau tidak," imbuhnya.
Setelah menemukan kakak iparnya itu, Doni kembali berlari ke pintu stasion dan melihat kakak laki-lakinya digotong.
"Setelah mbak ketemu, saya lari ke pintu lagi. Saya lihat mas saya digotong, lalu diletakkan di samping pintu keluar," kata dia.
Kemudian, korban dipinggirkan keluar stadion dan dibawa ke RS Teja Husada, Kabupaten Malang.
"Jenazah sampai rumah sekitar subuh. Rencananya, dimakamkan di TPU Mergan (Kota Malang) satu liang lahat," kata Doni.