Polisi Tembak Polisi
Beda dengan Apsifor, Ahli Psikolog Klinis Sebut Bharada E Tak Punya Free Will Saat Diperintah Sambo
Ahli Psikolog Klinik Dewasa Liza Marielly Djaprie mengatakan, terdakwa Bharada E tidak memiliki free will(kehendak bebas) saat diperintah Ferdy Sambo.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ahli Psikolog Klinik Dewasa Liza Marielly Djaprie mengatakan, terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E tidak memiliki free will (kehendak bebas) saat diperintah oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Hal itu berbeda dengan pernyataan dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Rabu (21/12/2022) lalu.
Sebab, Reni Kusumowardhani menyebut bahwa saat itu free will Bharada E tidak sepenuhnya hilang.
Sementara itu, pada kesaksiannya hari ini Senin (26/12/2022), Liza Marielly Djaprie justru menyampaikan hal yang berbeda.
Liza Marielly Djaprie menjadi saksi psikolog yang meringankan Bharada E.
Pada kesaksiannya, Liza Marielly Djaprie menegaskan kalau Bharada E jelas tidak memiliki free will pada momen tersebut.
"Dalam kasus Bharada E, yang terjadi adalah dia tidak punya free will, dan locus of control-nya eksternal, karena benar-benar diperintahkan dalam waktu jarak sangat pendek, dan kemudian jiwa batinnya tertekan," kata Liza Marielly Djaprie dikutip TribunnewsBogor.com dari Kompas TV, Senin.
Ia pun membeberkan kondisi otak Bharada E saat menerima perintah tersebut.
"Otak emosinya dibajak otak yang harusnya melakukan analisa, pada titik itu individu tersebut pasti kehilangan locus of control," tambah dia.
Setelah itu, kata dia, barulah kehendak bebas yang dimiliki oleh Bharada E ini mulai bergerak dari luar ke dalam.
"Free will-nya kemudian baru bergerak, mulai bergerak lagi dari eksternal kemudian bergerak menuju ke arah internal. Ketika akhirnya perlahan-lahan dikasih waktu untuk menganalisa apa yang terjadi," bebernya.
Ia pun kembali mengaskan bahwa pada saat itu, sudah jelas Bharada E tidak memiliki kehendak bebes untuk menolak Ferdy Sambo.
Baca juga: Jadi Saksi Ahli Bharada E, Riza Indragiri Pernah Ragukan Pengakuan Putri Candrawathi Diperkosa
"Tapi kalau ditanya saat itu seperti apa free will-nya, sudah jelas pada titik itu tidak tidak punya free will dan locus of control-nya ada pada orang lain, eksternal," jelasnya.
"Apakah termasuk ketika diperintah oleh seseorang yang jabatannya antara langit dan bumi?," tanya Penasihat Hukum Bharada E, Ronny Talapessy.
"Iya, itu juga salah satu, seperti yang tadi berkali-kali saya katakan. Kalau kita bicara psikologi klinis, itu konstrak dan faktor yang terlibat itu bisa banyak. Tapi dari hal-hal yang banyak ini kemudian bisa bekerja sama, akhirnya menghasilkan output keluarnya seperti apa. Nah salah satunya tentu saja juga itu, ada perbedaan strata yang cukup tinggi, yang mengakibatkan kecil sekali, kalau gak mau dikatakan tidak ada, kesempatan untuk menolak atau mengatakan tidak mau," beber dia.
Sebelumnya, hal berbeda justru diungkap oleh Reni Kusumowardhani yang mengatakan bahwa Bharada E memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dan emosi yang tidak stabil.
"Pada dasarnya ia memiliki kemampuan untuk dapat bertahan menghadapi tekanan dari lingkungan. Meskipun, terhadap figur otoritas, ia memiliki kecenderungan kepatuhan yang tinggi," ujar Reni dalam persidangan Rabu lalu.
Sikap kepatuhan tersebut dinilai Reni sebagai destructive opinion atau sifat yang bisa merusak apabila perintah yang diterima bisa merusak.
Jaksa kemudian bertanya, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, seperti apa bentuk destructive opinion itu.
Reni menyampaikan, saat menerima perintah, Richard akan melihat perbedaan status antara dirinya sebagai bharada dan Ferdy Sambo sebagai jenderal polisi bintang dua.
"Dengan latar belakang kepirbadian (Richard) yang menurut hasil pemeriksaan ini memang masih memiliki emosi yang kurang stabil di situ yang mengakibatkan memiliki satu kepatuhan dan ketidakberanian untuk melakukan menolakan meski sebetulnya perintahnya merupakan suatu untuk merusak," tutur dia.
Jaksa kemudian menanyakan, apakah artinya Richard saat itu kehilangan kehendak untuk menolak perintah Sambo atau tidak.
Baca juga: Ferdy Sambo Perintahkan Bharada E Dengan Kata Woi, Ahli Psikologi: Kondisi Psikologisnya Ketakutan
Reni menjawab, tidak sepenuhnya menghilangkan kehendak bebas Richard untuk menolak Sambo.
"Tidak menghilangkan, jadi free will itu menjadi terungkap dalam satu kepatuhan opini yang destruktif," ucap Reni.
Baca berita TribunnewsBogor.com lainnya di Google News
