Bogor Istimewa
Kabupaten Bogor Istimewa Dan Gemilang

Kisah Pengrajin Dandang asal Cigombong Bogor, 49 Tahun Tetap Bertahan Meski Peminatnya Berkurang

Seperti menolak mati, terus bertahan melawan modernisasi, Kampung Nagrog enggan berhenti untuk terus menciptakan generasi membuat dandang hingga panci

Penulis: Wahyu Topami | Editor: Damanhuri
TribunnewsBogor.com/Wahyu Topami
Mumuh (60) Pembuat Dandang yang Tetap bertahan Melawan Modernisasi, Kampung Nagrog, Desa Ciadeg, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Wahyu Topami 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIGOMBONG - Kilauan pelat kaleng, bunyi mesin potong, serta bisingnya suara besi dan plat yang dipukul seolah sudah menjadi entitas tak terpisahkan dari denyut nadi Kampung Nagrog, Desa Ciadeg, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.

Kampung Nagrog tak jarang disebut sebagai kampung dengan banyak pembuat dandang.

Seperti menolak mati, terus bertahan melawan modernisasi, Kampung Nagrog enggan berhenti untuk terus menciptakan generasi membuat dandang hingga panci.

Sudah 49 tahun lamanya Mumuh (60) bergelut di dunia pembuatan dandang.

Memulai debutnya sebagai pembuat dandang semenjak dirinya masih bujangan pada 1974, sudah tak terhitung lagi berapa jumlah dandang yang ia buat.

Sejak dulu kampungnya memang dikenal sebagai banyak pembuat dandang.

"Dari kecil saya ikut membuat ini, sejak masih muda. Tapi dulu mah kerja, sekalian belajar ramai-ramai buatnya, gak sendirian," ujarnya kepada TribunnewsBogor.com, Selasa (3/7/2023).

Dengan keahlian yang sudah terasahnya sejak Mumuh muda pada 1985 Mumuh mengaku dirinya memproduksi dandang sendiri dengan bantuan modal dari istirnya yang baru ia nikahi.

"Tahun 1985 modal sendiri pas udah nikah," imbuhnya.

Lebih lanjut ia juga menceritakan kalau dirinya sempat mencoba mengerjakan pekerjaan lain, belum genap sebulan pekerjaan itu ia tinggalkan dan kembali menjadi pembuat dandang.

"Sudah terbiasa dari dulu, mau kerja lain juga susah karena kebiasaan begini. Tapi pernah dulu jualan sendal keliling cuma gak sampai satu bulan udahan, capek kelilingnya enak begini bisa sambil duduk kerjanya," paparnya.

Semasa muda Mumuh mampu membuat 5 hingga 10 dandang, di usia senjanya Mumuh hanya mampu membuat 1 sampai dengan 3 dandang saja.

"Dulu mah saya masih bisa buat banyak sekarang mah sudah gak kuat, bikin dari bahan tembaga juga dulu mampu. Sekarang mah udah nggak kuat," ungkapnya.

Selain sudah tidak mampu membuat dandang dengan bahan tembaga, saat ini Mumuh pun sudah tidak mampu lagi membuat panci.

"Kalau saya bikin dandang doang, kalau panci ini punya pedagang doang yang diservis, dulu mah suka bikin sekarang nggak," paparnya.

Bukan hanya produktivitasnya saja yang menurun jam kerja Mumuh pun demikian.

Diusianya yang sudah menginjak 60 tahun, Mumuh kerap kali bekerja menyesuaikan staminanya saja.

"Kalau normalnya dari jam 7 sampai jam 6. Sekarang mah semampunya aja sama semaunya aja. Kalau males ya nggak buat, kadang sampai jam 12 aja," tandasnya.

Saat ini dengan keterbatasannya Mumuh hanya mampu mendapatkan penghasilan diangka Rp 75.000 hingga Rp 100.000 saja dalam sehari.

"Sekarang mah pesanannya gak sebanyak dulu, terus juga kan tenaga saya gak sebagus dulu jadi penghasilan seadanya saja dicukup-cukupi insyaallah," terangnya.

Meskipun segalanya bisa dikatakan serba terbatas, Mumuh masih tetap tekun membuat dandang dan kepada siapa saja membutuhkan dandang buatannya.

"Jualnya ke siapa aja yang mau, kalau gak ada pisan ke pengepul, pengepulnya jual lagi ke Banten sama ke Pedagang," pungkasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved