Setuju dengan Kebijakan Penghapusan Skripsi, Rektor IPB University Bandingkan Dengan Negara Lain

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim membuat kebijakan terkait penghapusan skripsi sebagai syarat.

Penulis: Muamarrudin Irfani | Editor: Yudistira Wanne
TribunnewsBogor.com/Muamarrudin Irfani
Rektor IPB University setuju soal kebijakan penghapusan skripsi bagi S1 dan D4, Jumat (1/9/2023). 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Muamarrudin Irfani

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, DRAMAGA - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim membuat kebijakan terkait penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 dan D4.

Hal itupun disambut baik oleh Rektor IPB University, Prof Arif Satria. Ia sejalan dengan kebijakan yang diterapkan oleh Nadiem Makarim.

Bahkan, ia mengaku sudah menerapkan metode tersebut di IPB University sejak tahun 2019.

"Jadi itu yang saat ini sudah kita lakukan, Alhamdulillah begitu Kementerian mengeluarkan kebijakan ini tentu kami menyambut baik karena kami sudah melakukan 4 tahun sebelumnya, bahwa ini kebijakan yang sangat tepat," ujarnya kepada wartawan, Jumat (1/9/2023).

Prof Arif Satria menjelaskan, dengan tidak diwajibkan skripsi sebagai syarat kelulusan, mahasiswa tetap harus menyusun tugas akhir.

Akan tetapi, kata dia, tugas akhir tersebut tidak serumit mengerjakan skripsi.

"Tugas akhir itu tidak harus berbentuk skripsi yang berbasis riset, tapi bisa laporan magang, bisa laporan dari pengembangan masyarakat di lapangan, bisa dari bisnis plane," jelasnya.

Ia pun membandingkan penerapan metode perkuliahan di Indonesia dengan negara-negara lain khususnya negara maju.

Di negara-negara lain, kata dia, tidak ada yang namanya skripsi, namun mahasiswanya tetap memiliki kompetensi melalui bidang lain.

"Kalau kita liat di negaea lain memang tidak ada ya itu (skripsi), di Inggris sampe S2 pun engga pake tesis. Indonesia itu standarnya berat sekali, bahkan S1 nya di Indonesia itu di IPB kualitasnya setara dengan S2, kan kasihan," terangnya.

Prof Arif Satria menambahkan, sudah saatnya mahasiswa di Indonesia bisa menentukan pilihannya sesuai dengan passionnya masing-masing.

"Jadi itulah gambaran bahwa perencanaan karir mahasiswa itu sangat beragam, tidak bisa dihantam promo, tidak bisa diseragamkan bahwa semua orang menjadi peneliti. Peneliti bagus, harus, dan penting bagi mahasiswa yang meneliti skripsi masih penting, akan tetapi harus diberi opsi-opsi lain," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved