Penangkapan Teroris di Bogor

Penggeledahan Rumah Terduga Teroris di Tamansari Bogor Bikin Resah, Warga Flashback Tahun 2017

Penggeledahan seorang pria yang diduga terafiliasi dengan jaringan terorisme membuat warga takut kejadian pada tahun 2017 terulang kembali.

|
Penulis: Muamarrudin Irfani | Editor: Tsaniyah Faidah
TribunnewsBogor.com/Muamarrudin Irfani
Ponpes Ibnu Mas'ud yang dikelola oleh JM, terduga teroris di Kampung Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jumat (27/10/2023). 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Muamarrudin Irfani

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, TAMANSARI - Dikabarkan seorang pria berinisial JM (42) diamankan Densus 88 karena diduga terafiliasi dengan jaringan terorisme.

Kediamannya di wilayah Kampung Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pun digeledah oleh tim Densus 88 pada Jumat (27/10/2023).

Ketua RW setempat, Mardibaja menuturkan, pasca kejadian tersebut warga merasa resah.

"Sangat resah, masyarakat jadi kaget, ya saya berharap tidak ada kejadian seperti ini lagi," ujarnya kepada wartawan, Jumat (27/10/2023).

Ia mengatakan, warga tidak ingin kejadian pada tahun 2017 terulang kembali. Pasalnya, pada enam tahun silam, warga sempat bersitegang dengan pondok pesantren Ibnu Mas'ud yang mana JM menjadi pengurus di dalamnya.

Pada saat itu, kata dia, warga melakukan aksi unjuk rasa di pesantren tersebut karena terdapat staf yang melakukan pembakaran umbul-umbul merah putih pada Rabu 16 Agustus 2017.

Warga menuntut agar pondok pesantren Ibnu Mas'ud ditutup karena dianggap sebagai sarang teroris.

"JM itu kalau dulu (2017) bisa dibilang humasnya lah, kalau sekarang dia mungkin yang ditokohkan di siitu. Kalau itu (pesantren) ditutup emang keinginan dari masyarakat, kegiatannya ya," terangnya.

Baca juga: Keseharian Terduga Teroris di Tamansari Bogor yang Rumahnya Digeledah, Terkuak Profesi Sang Istri

Pada saat itu, setelah permasalahan hukum tersebut selesai, JM kembali ke kediamannya di wilayah tersebut.

Warga pun mau tidak mau menerima JM karena ia memiliki lahan pribadi di kampung tersebut yang sudah ditinggalinya sekitar 8 tahun kebelakang.

"Karena kan tanahnya punya dia, rumahnya punya dia. Kalau ngontrak mungkin bisa aja kita engga perpanjang," katanya.

Setelah peristiwa 2017 itu, Mardibaja mengatakan pesantren tersebut tak lagi berkegiatan seperti sebelum-sebelumnya.

Dari kejadian itu pula, stigma negatif dari masyarakat sudah melekat terhadap JM.

"Kalau berfikiran itu (radikal) kita engga tau ya, karena masing-masing warga, tapi tetep aja di cap kalau udah kejadian gitu kan udah fatal aja," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved