Alasan Keluarga Mahasiswa yang Tewas Bali Sempat Tolak Otopsi, Ditelepon Oknum: Bayarnya Rp 30 Juta
Terungkap alasan keluarga sempat menolak otosi jenazah mahasiswa yang tewas di Kuta, Bali.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNESBOGOR.COM -- Terungkap alasan keluarga sempat menolak otosi jenazah mahasiswa yang tewas di Kuta, Bali.
Rupanya keluarga almarhum Aldi Sahilatua Nababan mengaku terpaksa menolak otopsi karena mendapat tekanan dari oknum.
Bahkan keluarga juga diminta untuk menyiapkan uang Rp 30 juta untuk proses otopsi tersebut.
Sebelumnya, Polresta Denpasar mengatakan bahwa orangtua Aldi membuat surat pernyataan menolak otopsi.
"Pada saat penanganan awal pihak Kepolisian, orangtua korban membuat surat pernyataan tidak memberikan persetujuan untuk melakukan otopsi terhadap jenazah," tulis akun polrestadenpasar.
Selain itu, tulis dia, pihak orangtua Aldi hanya mengizinkan dilakukan tindakan suntik formalin terhadap korban serta pengiriman Jenazah ke kampung halaman di Medan.
"Dituangkan dalam surat pernyataan dari orang tua korban, juga orang tua korban siap menerima segala bentuk konsekuensi yang akan timbul di kemudian hari," tulisnya lagi.
Namun setibanya di Medan, rupanya orangtua Aldi mencabut surat pernyataan tersebut.
"Saat jenazah korban sampai di Medan orang tua korban mencabut surat pernyataan penolakan otopsi jenazah korban yang sebelumnya dibuat dan orangtua korban meminta dilakukan otopsi di RS. Bhayangkara Medan," pungkasnya.
Menanggapi hal itu, kakak kandung korban, Monalisa Nababan menjelaskan bahwa saat itu keluarga terpaksa memulangkan jenazah Aldi ke Medan.
Menurut dia, saat itu pihak keluarga berunding hingga Sabtu malam.
Saat itu jenazah Aldi ditemukan oleh pemilik kos pada Sabtu (18/11/2023) pukul 08.20 Wita.
Mahasiswa salah satu kampus swasta di Bali itu ditemukan dalam kondisi tak bernyawa.
"Posisinya tergantung tapi kakinya masih napak ke lantai," kata sang kakak.
Bukan itu saja, di tubuh Aldi juga ditemukan banyak luka dan berlumuran darah.
"Luka lubang di badan adik saya, ada bercak darah di ubin, ada juga darah di hidung dan mulut," katanya lagi.
Ia mengatakan bahwa sejak awal pihak keluarga sudah merasa ada yang janggal dengan kematian Aldi.
Keluarga tak percaya Aldi disebutkan bunuh diri, setelah melihat foto di TKP.
"Dari awal kami sudah janggal, kalau sekiranya ini diotopsi kapan bisa dilakukan, karena posisinya itu Sabtu. Terus keluarga berunding sampai hari Sabtu malam," jelasnya.
Kemudian di tengah kebimbangan itu, pihak keluarga mendapat telepon dari oknum.
"Katanya kalau diotopsi kasian, banyak oknum-oknum yang nelepon, janganlah diotopsi," tuturnya.
Oknum itu pun memberikan gambaran jasad Aldi Nababan jika diotopsi.
"Kasihan mayatnya disayat-sayat, udah kayak gitu (meninggal) adiknya masih harus disayat-sayat, dipotongi gitu," kata Monalisa.
Bukan itu saja, pihak keluarga juga diminta untuk menyiapkan uang Rp 30 juta untuk otopsi.
"Biayanya juga mahal kak hampir Rp 30 juta, dijelaskan juga kalau kita daftar mungkin hari Senin baru didaftarkan, dan untuk jadwalnya belum tahu," pungkasnya.
Karena rumitnya proses otopsi dan biaya yang tidak sedikit, keluarga pun akhirnya dengan terpaksa memulangkan jasad Aldi ke Medan.
"Jadi saya pikir sampai kapan kami harus nunggu ke sini. Juga kan pikirkan biayanya, dari mana saya harus mengirim biaya sebanyak itu," ungkapnya.
Belum lagi biaya untuk pengiriman jenazah dari Bali ke Medan juga membutuhkan biaya yang tak sedikit.
"Saya bilang udahlah dikirim aja mayatnya ke sini. Biarlah di sini kalau ada jalan, kalau ketemu jalan di sini aja (otopsi)," pungkasnya.
Jenazah Aldi ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kamar kosanya, di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Ia ditemukan oleh pemilik kos bernama Nyoman Risup Artana.
Saat ditemukan, kondisi korban dalam keadaan terlilit tali tampar ikat.
Korban tergantung menyandar di pintu kamar dengan kedua kaki menyentuh lantai.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.