Terkuak 2 Sosok Guru Diduga Bully Siswa Garut Sampai Akhiri Hidup, Ibu Korban Curhat ke Dedi Mulyadi

Terkuak dua sosok guru diduga ikut bully siswa SMAN 6 Garut hingga korban mengakhiri hidup. Dedi Mulyadi syok dengar ceritanya.

Penulis: khairunnisa | Editor: khairunnisa
Youtube channel KANG DEDI MULYADI CHANNEL
VIRAL KASUS PEMBULLYAN: Terkuak dua sosok guru diduga ikut bully siswa SMAN 6 Garut hingga korban mengakhiri hidup. Dedi Mulyadi syok dengar cerita ibunda korban, Fuji. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Akhirnya terungkap dua sosok guru SMAN 6 Garut yang diduga ikut melakukan pembullyan terhadap seorang siswa yang meninggal dunia berinisial P (16).

Fakta tersebut diungkap oleh ibunda P, Fuji Lestari saat bercerita kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Kasus kematian P belakangan viral di media sosial hingga jadi atensi sang Gubernur Jabar.

Hal itu lantaran muncul isu bahwa korban tewas mengakhiri hidup karena semasa sekolah kerap dirundung oleh teman-temannya.

Bukan cuma sesama murid, P kabarnya juga dibully oleh dua guru di sekolahnya.

Dugaan tersebut diungkap Fuji sembari menceritakan kronologi tewasnya sang putra secara mendadak pada Senin (14/7/2025).

Sebelum mendapati sang putra meregang nyawa, Fuji menyebut P memang sempat bercerita soal nasib mirisnya selama di sekolah.

Setelah masuk ke SMA, P mengalami perubahan sikap yang drastis.

Kata Fuji, putra sulungnya itu jadi sosok pendiam dan murung.

Padahal sebelumnya P adalah remaja ceria yang selalu menceritakan apapun ke ibunya.

Setelah ditelusuri oleh Fuji dan dari hasil curhatan P, ternyata P mengalami pembullyan sejak kelas 10.

Bukan cuma oleh teman sekelas, P juga bercerita bahwa ia dirundung oleh guru-gurunya.

"Dia dikucilkan di kelas, kalau asumsi saya, seperti guru juga mendukung juga. Jadi si anak saya itu sering dipermalukan di depan kelas oleh guru itu jadi contoh yang jelek di kelas lain," ujar Fuji Lestari, dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Youtube Dedi Mulyadi, Jumat (18/7/2025).

"Dijadikan contoh yang jelek, contohnya bagaimana?" tanya Dedi Mulyadi heran.

"Kata (guru) itu si P mah enggak diurus sama orangtuanya. Itu di depan kelas pas pelajaran dia, itu di kelas 10.12. Kata teman-temannya," kata Fuji.

Bukan cuma satu guru, P saat masih hidup juga pernah bercerita bahwa ia sempat dihina oleh seorang guru fisika.

Kala itu P disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK).

"Pernah juga (korban) dibilang, sama guru 'kamu tuh ABK?'. Karena dia (korban) salah rumus kalau enggak salah, enggak bisa mengerjakan. Katanya 'kamu ABK'," ungkap Fuji pilu.

Mendengar cerita tersebut, Dedi Mulyadi penasaran dengan sosok guru yang diduga merundung korban.

Fuji akhirnya mengungkap identitas guru tersebut.

"Gurunya siapa?" tanya Dedi Mulyadi.

"Yang bilang (korban) ABK mah guru Fisika. Kalau yang wali kelasnya mah bu Yulia guru bahasa Indonesia," imbuh Fuji.

"Dia (korban) paling ini (trauma) sama wali kelasnya," sambung ayah korban.

"Oh dia tuh seperti mengalami problem psikologi terhadap wali kelasnya?" tanya Dedi lagi.

"Iya, dia (korban) tiap ditanya enggak mau lagi ketemu bu guru itu lagi. Sakitnya tuh memang, kalau ngomongin ibu guru itu kayak marah," akui Fuji.

Bukan cuma asumsi, Fuji mengaku korban sebelum mengakhiri hidup memang pernah bercerita ke ibunya soal sosok guru yang merundungnya itu.

"(Korban) Ke ibu pernah cerita kenapa dia marah ke wali kelasnya?" tanya Dedi Mulyadi.

"Ceritanya itu setelah saya tahu pas h-2 pembagian rapot. Saya bilang 'kakak pindah sekolah'. Dia diam, sama saya ngobrol, baru dia cerita katanya sering bilangnya 'saya mah sering dijadikan contoh buruk, saya dipermalukan depan kelas'. Jadi di depan kelas tuh apa-apa salah," kata Fuji.

"Si ibu itu selalu terus memojokkan," sambungnya.

"Karena dianggap mengalami penurunan, ketertinggalan dalam pembelajaran, diduga gurunya tidak memotivasi malah menjatuhkan mentalnya," respon Dedi Mulyadi.

Terkait dengan dugaan ibu guru membully anaknya, Fuji mengaku pernah mengonfrontasinya secara langsung.

Namun saat bertemu dengan wali kelas anaknya, Fuji tak puas dengan respon sang ibu guru.

"Saya bilang ibu anak saya ini ada pembully-an, kan saya sering dipanggil ke BK semester 1 tapi enggak pernah menceritakan hal ini? kenapa ibu tidak bilang anak saya tuh mengalami hal seperti itu," imbuh Fuji.

"Ketika ibu bercerita tentang pembullyan, sikap wali kelasnya gimana?" tanya Dedi penasaran.

"Diam aja, jadi kayak gitu aja, enggak yang terlalu gimana," ujar Fuji.

Baca juga: Diam-diam Ketua RT Gen Z Simpan Kisah Pilu, Dedi Mulyadi Sampai Kaget Dengar Cerita Ayah Arya

Belakangan Fuji baru menyadari soal sikap tak baik wali kelas anaknya.

Kata Fuji, wali kelas putranya itu selalu abai dengan P.

"Kan anak saya waktu kelas 1 itu tipes dua kali. Yang satu kali itu sebulan lebih. Mereka (guru dan teman sekelas) tidak ada yang menengok sama sekali. Kata saya (ke wali kelas) 'ibu mah anak saya sakit sebulan aja enggak ada nengok padahal rumah sakitnya dekat dengan sekolah'. Katanya banyak kegiatan. Tapi udah tahu anak saya dikucilkan, kenapa ini enggak jadi momen temannya disuruh jenguk. Malahan temannya yang di kelas lain yang nengok, teman sekelas juga enggak," ungkap Fuji.

"Kata anak saya pas masuk lagi 'ditanyain enggak (setelah sakit dan sembuh)'. Katanya enggak ada. Kan biasanya kalau habis lama enggak masuk, teman-teman enggak nanyain. Tapi yang nanya mah anak-anak dari teater," sambungnya.

Jawaban pihak sekolah

Sementara orangtua P mengurai dugaan perundungan putranya, pihak sekolah akhirnya buka suara.

Kepala sekolah SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi membantah dengan tegas isu pembullyan terhadap P.

Kata Dadang, P sejatinya tidak pernah dirundung di sekolah.

Dadang heran dengan asumsi yang dihembuskan oleh ibunda korban ke publik.

"Munculnya istilah pembullyan itu setelah anak tidak naik kelas," kata Dadang Mulyadi, dilansir TribunnewsBogor.com dari Tribun Jabar.

Lebih lanjut, Dadang mengurai dugaan penyebab P mengakhiri hidup yang bukan karena perundungan tapi tidak naik kelas.

Dadang menyebut P tidak naik kelas karena nilainya di tujuh mata pelajaran tidak memenuhi syarat.

"Orangtuanya (P) menerima bahwa anaknya tidak naik kelas, besoknya update status bahwa anaknya bernasib malang di sekolah. Kami juga tidak tahu maksudnya apa," pungkas Dadang.

Catatan redaksi:

Artikel ini ditayangkan bukan untuk menginspirasi tindak bunuh diri.

Kendati demikian, depresi bukanlah persoalan sepele.

Kesehatan jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan tubuh.

Jika semakin parah, disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

LSM Jangan Bunuh Diri adalah Lembaga swadaya masyarakat yang didirikan sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan jiwa.

Tujuan dibentuknya komunitas ini adalah untuk mengubah perspektif masyarakat terhadap mental illness dan meluruskan mitos serta agar masyarakat paham bahwa bunuh diri sangat terkait dengan gangguan atau penyakit jiwa.

Jika kalian mempunyai tendesi untuk bunuh diri atau butuh teman curhat, kalian dapat menghubungi kontak di bawah ini:

LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293)

Atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.

Baca berita lain TribunnewsBogor.com di Google News  

Ikuti saluran Tribunnews Bogor di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaGzALAEAKWCW0r6wK2t

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved