Titiek Soeharto Angkat Biacara Soal Polemik Supersemar

Editor: Suut Amdani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Titiek Soeharto

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, YOGYAKARTA - Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sering disingkat Supersemar masih menjadi polemik sampai sekarang.

Putri Presiden ke-2 RI Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto angkat bicara mengenai surat tersebut.

"Itu tuntuan pada masa itu ya, anda boleh lihat mahasiswa yang menjadi saksi sejarah saat itu, bagaimana mahasiswa saat itu menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI dan mengembalikan keamanan negeri ini, bagaimana chaos-nya," kata Titiek.

Titik menghadiri acara deklarasi Ade Komarudin di Alun-alun Yogyakarta, Jumat (12/3/2016) malam.‎

Untuk itu, kata Titiek, supersemar diperlukan dan diterbitkan.

Ia menegaskan dengan surat tersebut, Soeharto memiliki pegangan untuk menertibkan kerusuhan pascapembubaran PKI.

Wakil Ketua Komisi IV DPR itu mempertanyakan pihak-pihak yang masih mencari Supersemar yang asli.

Padahal, hal itu dilakukan untuk kebaikan.

"Kenapa sih kita harus melihat ke belakang?"

"Kenapa kita enggak lihat ke depan?"

"Masih banyak PR kita ke depan."

"Ini negara ini utangnya sudah luar biasa, pembangunan yang harus kita lakukan masih banyak, kenapa kita harus ungkit-ungkit ke belakang lagi, kita mau mundur ke belakang atau maju?" tanyanya.

Sebelumnya, Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sering disingkat Supersemar, merupakan secarik kertas yang menandai mulainya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.

Namun, hingga kini versi asli surat tersebut masih dipertanyakan.

Situasi ini, dinilai Pengamat sejarah Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam, terjadi karena belum ada langkah pemerintah untuk meluruskan sejarah melalui pengungkapan teks asli Supersemar.

"Hingga kini teks otentik Supersemar masih belum ditemukan," kata Asvi dalam diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (11/3/2016).

Tribunnews.com/Ferdinand Waskita

Berita Terkini