Hasil Ijtima Ulama III Tuntut Jokowi-Maruf Didiskualifikasi, Dedi Mulyadi : Tak Usah Ditanggapi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Hasil Ijtima Ulama III menimbulkan kontroversi di beberapa pihak.
Sebab, hasilnya yakni di antaranya menuntut agar pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin didiskualifikasi.
Hal itu pun ditanggapi oleh Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Maruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Ia meminta semua pihak untuk tidak mengomentari apa pun yang dilakukan oleh tim pasangan 02 Prabowo-Sandi.
Dedi Mulyadi juga mengimbau agar hasil Ijtima Ulama itu tidak dikomentari, sebab mnenurutnya seluruh proses perdebatan itu sudah berakhir pada tanggal 17 April 2019.
Diberitakan sebelumnya, salah satu Pakar Hukum Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional III, Munarman menjelaskan bahwa pertemuan di Hotel Lorin bersama para ulama salah satunya adalah mengarah kepada upaya menempuh melalui saluran hukum sesuai mekanisme hukum UU Pemilu Tahun 2017.
Sebab, pihaknya menilai bahwa ada dugaan pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif (STM) yang dilakukan oleh pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin dalam Pilpres 2019.
Ia menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran secara TSM ini akan diadukan kepada Bawaslu kemudian, dilakukan pemutusan, dan dieksekusi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga terlapor akan diberi sanksi.
"Paslon yang melaksanakan itu, yang melakukan kecurangan itu akan terkena sanksi, menurut ayat 4 dan ayat 5 adalah diskualifikasi. Pembatalan calon dalam bahasa UU-nya. Itu sanksi yang terberat," kata Munarman dalam jumpa pers di Hotel Lorin, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Rabu (1/5/2019).
Apabila nanti mekanisme hukum ini berjalan, kata dia, secara UU ada pembatalan pasangan calon, maka tentu saja karena hanya ada dua calon maka calon yang satunya dinyatakan sebagai pemenang.
• Dedi Mulyadi Imbau Semua Pihak Tak Usah Tanggapi Kubu Prabowo-Sandiaga
Ia mengaku bahwa pihaknya juga sudah mengantongi bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran yang dinilai sistematis, terstruktur dan masif tersebut.
Serta pelaporannya akan dilakukan oleh tim pemenangan dalam hal ini adalah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Jadi pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif ini adalah mengadopsi dari unsur pelanggaran HAM yang berat sebetulnya, dan itu sudah pernah kita lakukan dan itu insya Allah kita memiliki bukti tentang itu. Cuma buktinya apa, di sini strateginya, tidak mungkin kita buka. Tapi kalau ditanya apakah kita memiliki bukti?, kita memiliki bukti tentang itu dan kita sedang terus bekerja mengumpulkan itu," terangnya.
"Artinya kita sekarang ini (Ijtima Ulama 3) mengumpulkan para ulama seluruh Indonesia dalam rangka meminta pendapat dan masukan dari para ulama seluruh Indonesia, dari berbagai kota dan kabupaten, kemudian kita juga meminta input data termasuk data-data kecurangan," sambung dia.
Terkait adanya pergerakan umat yang disebut people power, Munarman menjelaskan bahwa gerakan ini dilakukan untuk mendorong Bawaslu dalam memeriksa kecurangan-kecurangan yang akan dilaporkan.
• Ijtima Ulama III Minta Jokowi-Maruf Didiskualifikasi,TKN Geram :Tidak Sesuai Prinsip Keulamaan !
Dia menegaskan bahwa siapa pun yang menyatakan gerakan massa ini adalah inkonstitusional, ini datang dari orang yang tidak paham dengan mekanisme hukum di Indonesia serta tuntutannya juga jelas yakni diskualifikasi paslon 01.
"People power itu adalah gerakan massa untuk mendorong supaya Bawaslu menggunakan kewenangannya, supaya membuktikan, memeriksa berbagai macam kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif ini, sehingga tuntutan kita mengarah sekarang ke dalam pembatalan calon 01. Itu sesuai mekanisme undang undang, itu bukan perbuatan pidana, itu bukan makar, itu bukan inkonstitusional, itu sangat konstitusional, legal formal," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Maruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi meminta semua pihak untuk tidak mengomentari apa pun yang dilakukan oleh tim pasangan 02 Prabowo SUbianto-Sandiaga Uno, karena seluruh proses perdebatan itu sudah berakhir pada tanggal 17 April 2019.
Dedi Mulyadi mengatakan, ranah yang dimiliki hari ini bukan lagi milik tim sukses, melainkan sudah merupakan ranah KPU dari aspek adminsitrasi penyelenggaraan pemilu, dan dari sisi keamanan sudah menjadi ranah TNI/Polri.
Lalu dari aspek hukum sudah menjadi ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
• Lagu Menangkan Prabowo-Sandi di Ijtimak Ulama 3, Najwa ke Eggi: Ijtima Ulama atau Badan Pemenangan ?
"Sehingga karena dari sisi aspek quick count, real count, kemudian juga penghitungan di tingkat TPS, PPK dan sidang pleno di setiap kabupaten atau kota sudah hampir selesai, maka perjalanan pemilu itu sudah mendekati selesai," kata Dedi Mulyadi kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2019).
"Artinya tidak mesti lagi kita mengomentari apa pun yang diutarakan dan disuarakan oleh pasangan 02, baik komentar yang bersifat tim maupun ijtima ulama, karena itu tidak memiliki implikasi apa pun," kata Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi mengatakan, pekerjaan tim sukses itu sudah selesai pada tanggal 17 April.
Kemudian pekerjaan saksi di tingkat TPS juga sudah selesai ketika berakhir penghitungan suara.
"Sekarang yang bekerja adalah saksi di tingkat PPK, saksi di KPU kabupaten atau provinsi dan nasional," tandas ketua DPD Golkar Jawa Barat ini.
• TKN Jokowi-Maruf Bilang Ijtima Ulama III Hanya Politik Akal-akalan
Menurut Dedi Mulyadi, jika memang ingin mengawal hasil pemilu, tidak mesti harus mengumpulkan formulir C1.
Tapi cukup memeriksa hasil penghitungan suara di sidang panitia pemilihan kecamatan (PPK) di Indonesia.
Kalau memang sulit, kata dia, tinggal cek di KPU kota atau kabupaten.
"Lima menit selesai kok. Itulah hasil pemilu sebenarnya. Kawal itu penghitungan PPK dan KPU. itu gampang, ngapain sibuk kumpulin C1," kata dia.
"Perkuat saksinya, berikan argumentasi apabila ada pencatatan-pencatatan yang dianggap bertentangan dengan hasil pemilu di tingkat TPS. Kan selesai," lanjut mantan bupati Purwakarta 2 periode ini.
Terkait hasil situng KPU, Dedi mengatakan itu bukan alat untuk mengesahkan pemilu.
Pengesahan pemilu itu berdasarkan penghitungan suara manual dan berjenjang, dari PPK, KPU kota dan kabupaten hingga KPU pusat.
• Pakar Hukum Ijtima Ulama III Sebut People Power Dilindungi Oleh Undang Undang
Hasil real count sementara Berdasarkan real count dalam Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Komisi Pemilihan Umum ( KPU), pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin, untuk sementara, mengungguli pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Jokowi-Maruf Amin mendapat suara 56,07 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 43,93 persen. Selisih perolehan suara di antara keduanya mencapai 12,14 persen.
Data real count KPU ini mengacu pada angka sementara Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut data yang ditampilkan dalam pemilu2019.kpu.go.id itu, hingga Kamis (2/5/2019) pukul 05.30 WIB, suara yang masuk berasal dari 496.103 TPS dari total 813.350 TPS.
Jika dipresentasekan, jumlah ini mencapai 60,99 persen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "TKD Jabar Imbau Semua Pihak Tak Usah Tanggapi Kubu Prabowo-Sandi".
(TribunnewsBogor.com/Kompas.com)