TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Seminar kebangsaan dan peluncuran buku sejarah Zebaoth Bogor memperingati 100 tahun berdirinya gedung gereja GPIB Zebaoth Bogor digelar Sabtu (23/11/2019).
Zebaoth yang semula bernama Koningin Wilhelmina Kerk, merupakan gereja peninggalan jaman Belanda.
Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto menjadi pembicara utama.
Sementara narasumbernya, KH Mustofa Abdullah bin Nuh yang juga Ketua MUI Kota Bogor dan Prof Dr Rudy Ch Tarumingkeng, profesor IPB yang juga saksi sejarah
Seminar yang berlangsung didalam ruang ibadah GPIB Zebaoth yang beralamat di Jalan Djuanda, Kota Bogor ini diikuti 400 peserta yang berasal dari FKUB, Basolia, Pemda Kota Bogor, TNI dan Polri, mahasiswa IPB serta masyarakat umum dan warga jemaat GPIB Zebaoth.
Dalam pemaparannya, Bima Arya mengatakan, jika kota lain masih sibuk mencari jati diri, Kota Bogor sudah memilikinya sejak lama.
Menurutnya kota yang punya sejarah, akan punya katakter.
Sejarah dan karakter ini menjadi kekuatan ikatan yang sangat kuat. Kota Bogor akan selalu bangga, karena menjadi kota pusat perdamaian demi masa depan.
"Ya, kalau bocor dikit-dikit ya biasalah,"kata Bima Arya.
Orang nomor satu di Pemerintahan Kota Bogor ini dengan tegas menolak anggapan orang yang menyebut Kota Bogor adalah kota intoleran antar umat beragama.
"Darimana rumus itu. Tanya dulu baru bicara. Perbedaan adalah keniscayaan. Tapi kebersamaan harus diperjuangkan," ujar Bima Arya disambut tepuk tangan peserta.
Bima Arya menegaskan, setiap hari raya Natal, dirinya selalu melakukan kunjungan ke gereja dan mengucapkan selamat Natal.
Ia mengajak semua warga Kota Bogor, akan lebih mengedepankan toleransi daripada perbedaan.
"Terlalu banyak kita kedepankan perbedaan, maka kita berjalan mundur. Mari kita utamakan toleransi. Tujuan hidup kita hanya satu yakni, terciptanya perdamaian di sesama kita,"ungkapnya sambil menambahkan, setiap agenda Pemkot Bogor, selalu bernapaskan toleransi.
Bima Arya berharap, sebagai gereja tertua yang memasuki usia 100 tahun pada tanggal 30 Januari 2020 mendatang, gereja berperan aktif dalam program wisata religi yang bisa dibagikan ke wisatawan yang berkunjung ke gereja Zebaoth.
"Jadi bukan hanya ibadahnya saja. Tapi ada sisi gereja ini yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan religi bagi wisatawan," kata Bima Arya.
Berdasarkan sejarah, GPIB Zebaoth Bogor, dulu dikenal dengan nama Koningin Wilhelmina Kerk saat jaman kolonial.
Namun warga Bogor yang susah menyebut ejaan ini, lalu menyebutnya dengan nama gereja ayam.
“Masyarakat waktu itu, susah mengucap bahasa Belanda. Warga menyebut gereja ayam, karena pada ujung teratas gereja, ada logo ayam,” kata Deny Boy, Sekretaris GPIB Zebaoth.
Ia menjelaskan, peletakan batu pertama gereja ini pada tahun 1920 oleh Gubernur Hindia Belanda waktu itu yang menjabat bernama Mr. J.P Graaf Van Limburg Stirum.
Gereja ini lalu digunakan oleh warga asing yang di Bogor.
Sementara bagi warga pribumi, beribadah di gedung sebelahnya. Gedung ini kini dipakai oleh Kantor Pos dan Giro.
“Jadi gereja Koningin Wilhelmina Kerk ini, hanya dipakai oleh warga asing dari Ingris, Prancis, Jerman dan lain-lain termasuk Belanda untuk beribadah. Jadi ini gereja warga asing. Untuk warga pribumi, ibadahnya di kantor Pos dan Giro sekarang,” kata Deny.
Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka pada tahun 1946, Belanda menyerahkan gedung ini ke pemerintah RI. Pemerintah Soekarno waktu itu, lalu menyerahkan ke sinode dan akhirnya digunakan sebagai tempat ibadah yang jemaatnya berasal dari berbagai suku baik di kawasan Timur maupun Barat Indonesia.
Memasuki tahun 1948, gereja ini bernama GPIB (Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat).
“Tahun 1963, gereja ini resmi disebut GPIB Zebaoth. Kini GPIB Zebaoth sudah memiliki jemaat 1.500 KK atau 6.000 jiwa,"ujarnya.
Penyembah Setan
Sementara itu KH Mustofa Abdullah bin Nuh yang juga Ketua MUI Kota Bogor yang hadir sebagai narasumber mengatakan, sebagai warga Kota Bogor, kita harus bersyukur hidup di negara Indonesia ini.
"Kita harus bersyukur hidup di NKRI yang heterogen, namun aman dan damai. Kita bukan se-agama tapi kita saudara dalam kemanusiaan,"ujarnya.
Menurut kyai KH Mustofa yang merupakan anak dari KH Abdullah bin Nuh, seorang ulama yang berpengaruh, bagi orang beriman, tidak ada musuh.
"Musuh kita bukan karena kita berbeda suku, ras, warna kulit dan agama. Tapi musuh kita hanya satu yaitu setan,"kata KH Mustofa.
Situasi yang terjadi dibeberapa negara di Timur Tengah, akibat dari sekelompok orang yang tercecer yang menjadi penyembah setan.
Kelompok penyembah setan diakui KH Mustofa menjelang akhir jaman, mereka terkesan berkuasa, walau diakui jumlahnya tak seberapa.
"Sifat setan itu yakni, tidak ingin manusia di bumi ini akur. Makanya dengan berbagai cara, mereka mengadu domba. Kristen di adu dengan Islam. Bahkan Islam dengan Islam pun di adu domba. Ini pola penyembah setan. Tapi yakin, kebenaran Tuhan akan mengalahkan mereka, jika waktunya tiba,"ujarnya.(*)