Teror Virus Corona

Anies Curhat ke Media Asing karena Frustrasi, Yunarto Wijaya: Buruan Kerjain Janji, Bukannya Ngeluh

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yunarto Wijaya mengatakan kalau Anies Baswedan tak kalah dengan Ki Joko Bodo

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam penanganan Covid-19.

Menurut Yunarto Wijaya, dirinya jarang melihat Anies Baswedan turun ke lapangan.

Sebaliknya, menurut pria yang akrab disapa Toto itu, Anies Baswedan lebih sering melakukan konverensi pers dan membuat pernyataan sensasional.

Hal itu disampaikan Yunarto Wijaya melalui akun Twutternya @yunartowijaya Selasa (12/5/2020).

Meski tak menyebut nama, namun Yunarto Wijaya cukup sering meminta Anies Baswedan turun ke lapangan di akun Twitternya itu.

Selain itu, Yunarto Wijaya juga menyoroti pernyataan Anies Baswedan di media asing.

Anies Baswedan curhat ke media asing lantaran frustrasi pada keputusan Menkes Terawan.

Awalnya, Yunarto Wijaya menyindir Anies Baswedan yang kebanyakan melakukan konferensi pers.

"Konpers lagi, provokasi lagi, bikin video lagi...

Kapan turun liat kondisi lapangan pak?

Kaki lima menjamur tau gak?

Orang berkerumun tau gak?

Terlalu nyaman ruang ber-AC-mu untuk ditinggalkan?" tulisnya.

Ahmad Dhani Akhirnya Bongkar Alasan Tak Balas Tantangan Jerinx, Ternyata Gara-gara Mulan Jameela

Anies Siapkan Sanksi Pelanggar PSBB, Tak Pakai Masker Denda Maksimal Rp 250 Ribu

Tak hanya itu, Yunarto Wijaya juga me-Retweet cuitan politisi PSI Dedek Prayudi.

Dedek Prayudi mengomentari artikel berita soal pernyataan terbaru Anies Baswedan soal jumlah kasus Covid-19 di DKI Jakarta.

Artikel itu berjudul "Anies menyatakan jumlah sebenarnya dari kasus Corona di DKI lebih tinggi dari yang diumumkan. Jumlah Covid-19 di DKI diperkirakan 40 ribu-80 ribu kasus".

Pernyataan Anies Baswedan itu pun disoroti oleh Dedek Prayudi.

"Pak @aniesbaswedan, ada scientific evidence bahwa selisih pemakaman bulan ini dengan bulan lalu seluruhnya dapat disimpulkan meninggal karena COVID? Atau asal bunyi?

Kenapa gak DBD? DBD lebih membunuh lho dprd COVID, datang bersamaan dengan COVID tp "tercuekin". Bisa aja DBD," tulis Dedek Prayudi.

Setelah itu, Yunarto Wijaya juga menyindir kinerja kepala daerah.

Ia bahkan menyindir Anies Baswedan berniat kerja atau sekedar cari panggung saja.

"Kepala daerah itu kerjanya ya buat kebijakan, evaluasi implementasi, koordinasi dgn pemerintah diatasnya, kontrol di lapangan...

Bukan hanya konpers, bukan hanya nyeletuk info sensasional, kecuali niat anda emang bukan kerja tapi nyari panggung...," tulis Yunarto Wijaya lagi.

Kemudian Yunarto Wijaya pun membandingkan pernyataan itu dengan janji Anies Baswedan dalam pembuatan lab dan penyaluran bantuan sosial.

Menurutnya, jika memang Anies Baswedan memiliki data sendiri soal jumlah kasus Covid-19, kenapa tidak segera dikerjakan janjinya.

"Cara ngeles dari kegagalan pemenuhan janji tentang pembuatan LAB & penyaluran bansos:

Bikin kontroversi baru dengan ngulang2 spekulasi ttg perkiraan data angka positif di daerahnya sendiri..

Kalo menurut anda data positif lbh banyak ya buruan dikerjain janji anda, bukan ngeluh!!," tegasnya.

Bahkan, Yunarto Wijaya menyamakan Anies Baswedan dengan Presiden AS Donald Trump.

Ia pun mengomentari video Donald Trump di sebuah stasiun televisi.

"Bapak yg itu mirip2 sama ini sebenernya,

yang ditanya n ditagih "Pak mana janji pemenuhan lab sama bansos?",

Jawabnya: "Perkiraan saya data yg meninggal lebih dari yg diumumkan...."," tulisnya lagi.

Anies Curhat ke Media Asing

Dilansir dari Grid.id, Anies Baswedan belum lama ini diwawancarai oleh salah satu media asal Australia.

Dirinya menjadi narasumber dari The Sydney Morning Herald dan tulisan tersebut dipublikasikan pada 7 Mei 2020 yang lalu.

Dalam wawancara tersebut, Anies mengungkapkan rasa kecewa bahkan frustasinya pada pemerintah pusat terutama kementerian kesehatan di bawah kepemimpinan Terawan Agus Putranto.

Rasa Frustasi tersebut berkaitan dengan penanganan virus corona pada awal-awal masuknya di Indonesia.

Apa yang dikatakan oleh gubernur DKI Jakarta itupun jadi sorotan banyak pihak.

Anies mengatakan bahwa dirinya dan jajaran telah mengendus keberadaan virus corona sejak awal tahun 2020.

Namun menurutnya apa yang ia sadari itu ternyata berbanding lurus dengan sikap yang diambil oleh pemerintah pusat termasuk kementerian kesehatan kala itu.

Hal itulah yang melatari Anies merasa frustasi dan kecewa dengan langkah yang diambil oleh pemerintah pusat mengenai penanganan virus corona.

Di laman berita yang diterbitkan oleh Sydney Morning Herald tersebut, Anis mengatakan bahwa pada bulan Januari 2020 dirinya telah melakukan rapat dengan banyak rumah sakit di Jakarta.

Rapat tersebut membahas mengenai virus corona yang ia sebut pneumonia Wuhan lantaran belum ada istilah covid-19 kala itu.

"In an interview with The Sydney Morning Herald and The Age, Anies revealed that on January 6, after hearing about the first cases of a new virus in Wuhan, "we already started to have meetings with all hospitals in Jakarta, informing them about [what] at that time we called 'pneumonia Wuhan' – there was no COVID yet".

"Kami sudah rapat dengan rumah sakit- rumah sakit di Jakarta , membahas apa yang kami sebut pneunomia Wuhan- waktu itu belum ada istilah covid-19," ujar Anies.

Tak hanya itu saja, Anies menambahkan bahwa saat awal kasus mulai terbaca di wilayah kepemimpinannya, dirinya tak diberi izin mengambil tindakan.

Tindakan tersebut berupa tes Corona saat ada kasus covid-19 terungkap pertama kali.

Ia mengatakan bahwa sempat mengirim beberapa sampel dari orang-orang yang diyakini pemprov DKI Jakarta rentan covid-19.

Namun hasil dari sampel orang-orang tersebut membuat Anies bingung lantaran hasilnya selalu negarif sampai akhir bulan Februari lalu.

"And then when the numbers started to go up continuously, at that time we were not allowed to do testing. So whenever we have cases, we send the samples to the [national government-controlled] national lab. And then the national lab will inform, positive or negative. By the end of February, we were wondering why it is all negative?"

"Dan kemudian ketika jumlahnya mulai naik terus, pada waktu itu kami tidak diizinkan melakukan pengujian. Jadi, setiap kali kami memiliki kasus, kami mengirimkan sampel ke lab nasional [yang dikendalikan pemerintah]. Dan kemudian lab nasional akan menginformasikan, positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya mengapa semuanya negatif? "

Dalam wawancara tersebut, Anies pun mengungkap rasa frustasinya pada pemerintah pusat terutama Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: Jasa Didi Kempot Kenalkan Stasiun Balapan pada Dunia, Warga Usul Patung sang Maestro Campursari Didirikan di Stasiun Kebanggaan Orang Solo, Wali Kota Solo : Tak Perlu Pakai Petisi, Sudah Kami Pikirkan

"From our side, being transparent and telling [people] what to do is providing a sense of security. But the Ministry of Health felt the other way around, that being transparent will create panic. That's not our view."

"Dari sisi kami, transparan dan mengatakan sebenarnya ke publik adalah bentuk memberikan keamanan bagi warga. Namun Menteri Kesehatan memandang berbeda, menurutnya tranparansi hanya bikin panik." (Vivi Febrianti/TribunnewsBogor.com/Grid.id)

Berita Terkini