TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto menggagas pembuatan vaksin Covid-19 Nusantara bersama dengan Aivita Biomedical Corporation AS, Universitas Diponegoro, dan RS Kariadi Semarang.
Seperti dilaporkan Kompas TV, Selasa (16/2/2021), Terawan menjelaskan bahwa Vaksin Nusantara menggunakan bahan serum darah dari masing-masing individu.
Vaksin Nusantara ini merupakan vaksin personal berbasis sel dendritik (dendritic cell).
Apa itu sel dendritik?
Menjawab pertanyaan tersebut, Kompas.com menghubungi ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo.
Sebelum menjelaskan soal vaksin berbasil sel dendritik, Ahmad menjelaskan terlebih dahulu dasar termonilogi vaksin.
Saat seseorang disuntikkan vaksin, di dalam vaksin itu ada yang namanya antigen.
Antigen merupakan bagian dari virus atau virus yang dilemahkan dan dapat memicu tumbuhnya antibodi dalam tubuh seseorang yang disuntik.
"Ketika antigen masuk ke dalam jaringan kulit, nanti dia akan ketemu dengan sel dendritik," ujar Ahmad, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Beda Tes Covid-19 GeNose, Rapid Antigen dan PCR, Lebih Akurat Mana? Intip Perbandingan Harganya
Sel dendritik adalah sel imun yang berfungsi sebagai guru.
"(Sel dendritik) gurunya sel-sel yang nantinya memproduksi antibodi," jelas dia.
Di dalam tubuh manusia, ada dua macam sel, yakni sel B dan sel T. Sel yang bertugas memproduksi antibodi adalah sel B.
"Saat ada banyak antigen yang masuk ke tubuh melalui vaksin kemudian diserap oleh sel dendritik, lalu sel dendritik akan memaparkan bagian tubuhnya potongan-potongan antigen itu. Gunanya untuk mengajari sel B (memproduksi antibodi)," papar dia.
Nantinya, sel B akan membutuhkan waktu untuk merespons membuatkan antibodi yang sesuai dengan antigen tersebut.
"Biasanya sekitar dua minggu. Setelah itu akan muncul antibodi yang spesifik dengan antigen tadi," kata Ahmad.
Jadi jika dilihat dalam pendekatan vaksin konvensional - termasuk vaksin Sinovac, Pfizer, Astrazeneca, dan sebagainya -, itu mengandalkan sel dendritik yang sudah ada di dalam tubuh manusia.
Lantas, kenapa vaksin Nusantara disebut sangat spesifik menggunakan sel dendritik?
Beda vaksin sel dendritik dengan lainnya
Berbeda dengan vaksin konvensional lainnya, vaksin Nusantara yang diprakarsai Terawan dibuat dengan mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh, kemudian memasukkannya lagi.
Baca juga: Siap-siap, Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua Akan Digelar, Simak Ini 4 Metode Pelaksanaannya
Cara mengeluarkan sel dendritik, ahli akan mengambil darah orang yang akan divaksin. Usai diambil darahnya, relawan diperbolehkan pulang agar ahli dapat menumbuhkan sel dendritik di laboratorium.
Di dalam darah ada berbagai macam sel, dari sel darah merah, sel darah putih, termasuk sel prekursor dendritik.
"(Sel prekursor dendritik) belum menjadi sel dendritik, tapi masih (berbentuk) sel prekursor," jelas Ahmad.
Nah, setelah darah diambil dari relawan atau orang yang akan divaksin, ahli kemudian akan menumbuhkan sel prekursor dendritik secara spesifik.
"Jadi sel darah merah dipisahin, sel darah putih juga diilangin. Mereka (ahli) hanya berusaha menumbuhkan sel prekursor dendritik," papar dia.
Sel prekursor dendritik ini ditumbuhkan di cawan laboratorium. Lihat Foto Ilustrasi sel darah(Shutterstock) Pada sel prekursor tersebut nantinya akan diberikan senyawa khusus agar bisa tumbuh menjadi sel dendritik.
"Pada masa inkubasi itu kan perlu waktu, sekitar 2-3 hari. Pada masa itu juga diberikan antigen (ke sel dendritik). Jadi antigennya tidak disuntikkan ke orang, tapi diberikan langsung ke sel dendritik (di laboratorium)," ungkap Ahmad.
Setelah sel dendritik beranjak dewasa dan sudah terpapar antigen, sel tersebut disuntikkan kembali ke relawan yang sama. Darah yang diambil dari relawan A, sel dendritiknya akan dikembalikan lagi ke A, bukan C atau D.
Metode rumit dan harga yang jadi pertanyaan Berkaitan dengan vaksin Nusantara berbasil sel dendritik ini, Ahmad menyebut metode ini sangat rumit.
Ahmad mengatakan, pendekatan sel dendritik ini sebenarnya dipakai untuk imunoterapi kanker.
"Dulu ada perusahaan yang mencoba mengkapitalisasi ini, gagal bangkrut dia karena mahal sekali. Biayanya itu sampai (Rp) 1 miliar kalau enggak salah, untuk satu pasien," kata Ahmad.
Metode ini sangat mahal karena proses kultur tidak mudah dan rumit.
Mulai dari mengambil darah, memisahkan sel, menumbuhkan sel dendritik di laboratorium, memperbanyak jumlah, hingga menginjeksikan lagi ke individu.
Setelah itu pun, ahli harus menunggu dan memastikan apakah antibodinya muncul.
Dalam proses tersebut, butuh pengecekan berulang kali untuk memastikan apakah prosesnya sudah benar.
Setelah itu pun, ahli harus menunggu dan memastikan apakah muncul antibodinya.
"Setelah sel dendritik dilatih di laboratorium, ketika dimasukkan ke tubuh seharusnya dia bisa mengajari sel B untuk membentuk antibodi," jelas Ahmad.
Namun seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Vaksin Nusantara dipatok harga Rp 140.000.
"Ini menarik sekali. Saat teman-teman ilmuwan mengetahui harga ini, mereka cuma bisa bilang W-O-W. Karena amazing, kecuali ada yang subsidi," ungkapnya tertawa.