Tak Dikebiri Meski Korbannya Banyak, Terungkap Alasan Herry Wirawan Cuma Dihukum Seumur Hidup

Editor: Yuyun Hikmatul Uyun
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tak Dikebiri Meski Korbannya Banyak, Terungkap Alasan Herry Wirawan Cuma Dihukum Seumur Hidup

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Sudah sah, Herry Wirawan (36) pemerkosa 13 santriwati di Bandung, divonis hukuman penjara seumur hidup.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar yang menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati dan kebiri kimia.

Nasib Herry Wirawan nyatanya jauh berbeda dengan Muh Aris (20), warga Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. 

Aris yang bekerja sebagai tukang las itu terbukti memperkosa 11 anak perempuan di bawah umur di Mojokerto, Jawa Timur.

Sehingga, vonis kebiri kimia dan denda Rp 100 juta subsider 6 bukan kurungan dijatuhkan pada Aris.

Vonis kebiri kimia itu dijatuhkan PN Mojokerto pada 2 Mei 2019.

Tak dikebiri seperti pemerkosa di Mojokerto, padahal korban Herry Wirawan lebih banyak (kolase TribunJabar/Surya)

Kasus yang terjadi pada Aris ini berbanding terbalik dengan Herry Wirawan.

Pemerkosan dilakukan Herry Wirawan sejak 2016.

Jumlah korban yang diperkosa Herry Wirawan pun jauh lebih banyak dibandingkan Aris, yakni 13 santriwati.

Bahkan dari ke-13 korban, ada 9 bayi yang lahir.

Namun saat sidang yang digelar pada Selasa (15/2/2022) Herry dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, yang dkutip dari Tribunjabar, Selasa (15/2/2021).

Mengapa berbeda?

Kasus Aris di Mojokerto

Saat itu, Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bukan kurungan.

Hakim kemudian memberikan hukuman tambahan terhadap Aris yakni kebiri kimia.

Aris pun mengajukan banding, akan tetapi ditolak.

Aris tetap diberi hukuman tambahan kebiri kimia.

Kapolres Mojokerto saat itu, AKBP Sigit Dany Setiyono mengatakan, Aris semula mengaku melakukan tindakan tak senonoh itu sebanyak satu kali.

"Setelah dilakukan penyidikan, dia berterus terang sudah melakukan ke 11 anak," kata AKBP Sigit.

FOLLOW:

Pemerkosaan dilakukan Aris dengan modus mencari korban bocah perempuan sepulang bekerja, sejka tahun 2015.

Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV, di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

Aksi itu kemudian menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.

Sementara Sobirin (33), kakak tertua Aris mengatakan sejak masih anak-anak, adik bungsunya sudah menunjukkan indikasi gangguan jiwa.

Ia menyebut Aris saat kecil sering dikucilkan karena dianggap berperilaku yang tak lazim, seperti suka berbicara sendiri.

"Kelakuannya seperti anak kecil. Di lingkungan sini dia dikucilkan, tapi dia tidak pernah mengamuk karena takut sama saya," kata Sobirin, dikutip TribunnewsBogor.com dari Kompas.com Selasa (27/8/2019).

Aris, pemuda asal Mojokerto, pemerkosa 11 bocah yang dikebiri kimia (Kompas)

Aris merupakan anak keempat dari pasangan Abdus Syukur (50) dan Askinah.

Menurut Sobirin, Aris idap gangguan jiwa setelah ibunya, Askinah meninggal lima tahun lalu.

"Kasihan dia enggak tahu nanti akan bagaimana. Harapan saya sih dia bisa dirawat dan pikirannya dijernihkan. Kalau bisa dirawat di rumah sakit jiwa, supaya dia bisa normal," tuturnya.

Sementara itu Handoyo, kuasa hukum Aris berencana mengajukan peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

"Peraturan pemerintah yang mengatur soal pelaksanaan teknis kebiri kimia itu belum ada sehingga hukuman tambahan tersebut harusnya tidak dapat diberikan kepada klien saya," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (27/8/2019).

Selain itu, saat itu Handoyo mengatakan bahwa hukum kebiri belum ada di Indonesia sehingga tidak mungkin hukuman tersebut diterapkan.

Namun kini, vonis penjara 12 tahun dan hukuman kebiri kimia sudah inkrah alias berkekuatan hukum.

Aris dan pengacaranya tak bisa berbuat banyak, hanya pasrah menerima vonis.

Perkara sama, beda JPU, beda vonis hakim

- Kasus Aris

Aris ternyata memiliki dua perkara yang membuatnya dipenjara.

Kedua berkas perkara tersebut diajukan Kejaksaan Negeri Kabupaten dan Kota Mojokerto.

Ketua Pengadilan Negeri Mojokerto Jawa Timur,  Muslim mengatakan, kedua perkara yang sama namun berbeda jaksa penuntut umumnya tersebut, sudah diputuskan oleh Majelis Hakim. 

Untuk perkara yang diajukan kejaksaan negeri Kabupaten Mojokerto, Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain dikenai hukuman tambahan berupa kebiri kimia, pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan, untuk perkara yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, pengadilan menjatuhkan hukuman kepada Muh Aris, 8 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Yang di (Kejari) kota itu pidananya 8 tahun. Lalu yang (Kejari) Kabupaten, pidananya 12 tahun. Untuk kabupaten ada tambahannya kebiri kimia, kalau yang di Kota tidak ada," kata Muslim, saat ditemui Kompas.com di Kantornya, Senin (26/8/2019).

- Kasus Herry Wirawan

Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, menilai Herry Wirawan terbukti merudapaksa 13 santriwati yang merupakan anak didiknya.

Di sidang siang ini, Herry Wirawan membenarkan semua keterangan anak korban, saat dimintai keterangan di Pengadilan.

Puluhan saksi dihadirkan dalam perkara Herry Wirawan, mulai dari ahli, hingga belasan anak korban.

Total ada 13 anak korban yang memberikan keterangan yang mengakui perbuatan bejat Herry Wirawan.

Maka dari itu, hukuman seumur hidup disebut hakim sudah paling maksimal untuk Herry Wirawan.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup," kata ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan, Selasa (15/2/2022), dikutip dari Kompas.com.

Keputusan hakim tersebut merujuk pada Pasal 67 KUH Pidana.

Isinya, jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman putusan hakim.

"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagipula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," kata Yohanes Purnomo Suryo, Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (15/2/2022).

Hakim juga menyampaikan alasannya tak menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Herry Wirawan.

“Berdasarkan pembelaan terdakwa, hukuman mati bertentangan dengan HAM. Dan pada pokoknya, terdakwa menyesal atas kesalahan,” ujarnya. (*)

(TribunnewsBogor.com/Tribunjabar/Kompas.com)

Berita Terkini