TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Kasus ratusan mahasiswa IPB University terjerat pinjaman online alias pinjol tengah jadi sorotan.
Usut punya usut, alasan mahasiswa IPB tersebut punya utang di pinjol adalah karena hasutan seorang wanita berinisial SAN.
Tak hanya menghasut, wanita berusia 29 tersebut juga yang pada akhirnya menikmati uang pinjaman dari ratusan mahasiswa IPB dengan iming-iming investasi.
Korban SAN bukan hanya mahasiswa IPB saja, warga lainnya juga ikut terjerat bujuk rayu SAN.
Terhitung kini, jumlah korban SAN mencapai 333 orang, dengan 116 di antaranya adalah mahasiswa IPB.
Resmi dilaporkan ke polisi, SAN rencananya bakal diperiksa pihak Polresta Bogor Kota.
Sosok SAN
Masih bebas berkeliaran sementara ratusan korbannya terlilit utang pinjol hingga miliaran, sosok SAN jadi perbincangan.
Ditelusuri TribunnewsBogor.com, SAN rupanya pernah bermukim di kontrakan wilayah Tegal Gundil, Bogor Utara, Kota Bogor.
Perihal sosok SAN, Ketua RT setempat bernama Kamaludin bercerita panjang lebar.
Mengenal sosok SAN secara detail, Pak RT mengungkap siapa sebenarnya terduga penipu pinjol tersebut.
Baca juga: Ciri-ciri Penipu Pinjol yang Kelabui Ratusan Mahasiswa IPB Terungkap, Perempuan Berusia 29 Tahun
Menurut Kamaludin, SAN atau yang karib disapa Butet itu adalah sosok yang sopan.
"Dia orangnya sopan. Ga pernah macam-macam. Sama tetangga juga sopan menghargain lah istilahnya. Nah, terakhir dia mengontrak di kontrakan depan rumah saya ini, yang sekarang warung. Ngontrak disini sudah lama sejak dia masih SD, saya juga belum jadi RT. Dia anak yatim, dia tinggal 4 anggota keluarga, ibunya, kakaknya sama adiknya. Tahun nya saya lupa tahun berapa, dia masih SD atau SMP. Pokonya dia ngga lahir disini," kata Kamaluding saat disambangi TribunnewsBogor.com di kediamannya, Rabu (16/11/2022) malam.
Diungkap Kamal, kehidupan SAN alias Butet biasa-biasa saja saat kecil.
Namun usai bekerja, SAN yang kini berusia 29 tahun mulai berulah.
SAN diakui Kamal sering bertengkar dengan ibu serta kakak-kakaknya.
Bahkan keributan antara SAN dan keluarganya itu sempat membuat lingkungan bising lantaran SAN berteriak-teriak.
"Dulu masih sekolah, normal kehidupannya ngga neko-neko. Tapi akhir-akhir ini setelah dia kerja banyak masalah. Dia sering berantem sama ibunya sendiri, sama kakaknya juga, jadi memang meresahkan kalau mau disebut begitu, itu karena berisiknya itu," ungkap Kamal.
"Kalau lagi ribut sama ibu atau kakaknya memang sering teriak teriak kaya kesurupan. Memang karakternya begitu. Saya juga kadang kesitu nyamperin, terus adem lagi, besoknya baikan lagi mereka, sudah boncengan lagi, aneh saya juga makanya," sambungnya.
Terjerat Banyak Masalah
Tak cuma bermasalah dengan keluarganya, SAN juga sempat berpolemik dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Diungkap Pak RT, SAN pernah didatangi oleh pihak perusahaannya di tahun 2018.
Kala itu SAN dituding menggelapkan uang Rp 45 juta.
"Dia kerja di marketing, ngga tau gimana ceritanya dia bilang di celuler gitu. Jualin kartu perdana gitu. Di daerah Bekasi. Nah itu kasus tuh, dia dilaporin sama tempat kerjanya. Orang perusahan sempat datang ke saya, tanya tanya soal dia. Orang itu bilang dia menggelapkan uang. Dia bawa surat panggilan polisi. Kalau ga salah dari Polres Bekasi itu pemanggilan. Itu 2018an, sudah lama juga itu. Nilainya 45 juta lah. Itu penjualan kartu perdana," ungkap Kamal.
Sempat berkonflik, permasalahan SAN dan perusahaannya itu justru cepat membaik.
Melihat kejadian itu, Kamal pun menduga bahwa kasus itu selesai atas bantuan beberapa pihak keluarganya yang memang dikenal orang berada.
"Tapi masalah itu selesai, ngga tahu ya selesainya gimana. Mungkin ada bantuan keluarga besar atau apa ya, saya kurang tau bagaimana penyelesaianya. Tapi selesai, adem setelah itu. Dia tetap ada disini (kontrakan) juga," kata Kamal.
Polemik yang ditimbulkan SAN tak berhenti sampai di situ.
Sang trouble maker itu kembali berkonflik dengan leasing.
Di tahun 2022, SAN diduga menjual atau menggadaikan sertifikat rumah kontrakannya yang dia akali untuk bisa sebagai syarat membeli mobil.
"Terbaru itu, kaget juga saya, karena menurut saya itu kok anak sekecil itu sudah berani memalsukan AJB rumah kontrakan yang dia tempati. Kan saya tahu itu kontrakan siapa, ngga mungkkin dia punya AJBnya kan. Nah saya lagi pelatihan nih, istri saya telpon, pak ini ada dari leasing. Jadi katanya dia ngga pernah bayar, tapi unit mobilnya ngga ada," ujar Kamal.
Baca juga: Di Kabupaten Bogor Polisi Catat 116 Orang Jadi Korban Penipuan Jeratan Pinjol, Rugi Rp 1,6 Miliar
"Kejadian itu bulan Oktober. Dia pindah rumah ke Ciomas kan Maret. Akhirnya si leasing itu ngomonglah, kalau SAN itu agunkan rumah kontrakan. Dia akuin itu rumahnya. Saya lihat AJB itu meragukan," sambungnya.
Gara-gara kasus tersebut, SAN pun pindah ke daerah Ciomas.
Lantas beberapa bulan kemudian, Pak RT kembali didatangi segerombolan orang yang mencari-cari SAN.
Ternyata mereka adalah korban investasi bodong SAN yang terdiri dari mahasiswa IPB.
"Terus datang lah itu banyak mahasiswa IPB, mereka cuma nanyain aja rumahnya disitu atau bukan. Mereka juga tanya sehari hari kaya apa gitu. Saya jawab aja. Dia sopan orangnya, ngga pernah bikin masalah sama orang sini mah. Galak juga sama keluarganya saja," akui Kamal.
"Saya ngga percaya sebetulnya ada aduan dari anak mahasiswa gitu. Masa sih sampe begitu, makanya saya ngga percaya juga," pungkasnya.
Modus SAN
Sementara Pak RT tak percaya, modus penipuan yang dilakukan SAN justru terungkap.
Sebelumnya, Wakil Rektor (WR) 1 Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan IPB, Drajat Martianto mengungkapkan siapa sosok SAN.
Drajat mengatakan, SAN bukanlah mahasiswa atau alumni kampus IPB. SAN adalah seorang pengusaha yang memiliki toko online.
"Dengan toko online itulah, dia memanfaatkan situasi untuk menjerat mahasiswa-mahasiswa agar bekerja sama dengan yang bersangkutan," kata Drajat Martianto, Rabu (16/11/2022).
Pelaku menjerat korban dengan iming-iming bagi hasil 10 persen.
Syaratnya, para mahasiswa harus mengajukan pinjaman online terlebih dulu agar bisa membeli produk di toko online SAN.
Cara ini dilakukan SAN untuk meningkatkan rating toko yang dimilikinya.
Kerjasama antara terduga pelaku SAN dengan para korban bahkan dituangkan di atas materai. Hal inilah yang membuat ratusan mahasiswa IPB percaya.
"Ini kenapa mahasiswa kemarin tergiur dan percaya pada yang bersangkutan? ini kan perjanjiannya kerjasama, ini ada perjanjian hitam di atas putih, ada di atas meterai. Jadi mahasiswa yang mungkin agak kurang percaya, tapi karena merasa terlindungi perjanjian itu jadi mereka berani," imbuh Drajat Martianto.
Lebih lanjut, Drajat mengatakan, pelaku SAN aktif melakukan pendekatan dan menawarkan bisnisnya pada para mahasiwa.
"Yang bersangkutan juga aktif melakukan upaya-upaya pendekatan. Dia melakukan pertemuan-pertemuan di berbagai tempat dengan mahasiswa," ujar Drajat.
Sayangnya, janji bagi hasil sebesar 10 persen tak ditepati terduga pelaku SAN.
"Toh kalau ada, hanya sebagian," pungkas Drajat.
Sementara sisa dana yang diterima dari pinjol justru diterima oleh pelaku yang menjanjikan pinjaman akan dilunasi.
"Kenyataannya tidak terjadi seperti itu (tidak dilunasi -red)," ujar Drajat.
Lantaran terduga pelaku tak melunasi pinjol, para mahasiswa akhirnya ditagih debt collector untuk melunasi pinjaman tersebut.
Baca berita lain TribunnewsBogor.com di Google NewsÂ