TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai putusan Majelis Hakim pada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu 1 tahun 6 bulan di bawah tuntutan Jaksa 12 tahun adalah sikap mengambil posisi menegakkan keadilan substantif yang memihak pada suara rakyat daripada keadilan prosedural.
"Ini adalah kemenangan suara rakyat," ujar Sugeng Teguh Santoso dalam siaran pers IPW yang diterima TribunnewsBogor.com, Rabu (15/2/2023).
Sugeng Teguh Santoso menerangkan, dalam kasus terdakwa Bharada E, Majelis Hakim mengambil posisi berpihak pada Richard Eliezer atau berpihak pada suara rakyat.
Hal ini menurutnya sesuatu langkah yang tidak lazim bukan tanpa alasan.
"Majelis hakim pimpinan Wahyu Imam Santoso diduga sedang menjalankan tugas dari pimpinan tertingginya yaitu Mahkamah Agung untuk menggunakan moment peradilan matinya Brigadir Yosua sebagai moment meningkatkan kepercayaan publik pada dunia peradilan," ujarnya.
Baca juga: Mahfud MD Tepuk Tangan Richard Eliezer Divonis 1 Tahun, Puji Kontruksi Putusan Hakim: Sulit Dibantah
Dalam konteks ini kata Sugeng maka putusan mati pada Ferdy Sambo kental sebagai upaya yang sama secara politis meningkatkan citra peradilan dengan menjatuhkan vonis mati sesuai suara publik.
"Padahal dalam kasus Sambo tidak layak Sambo dihukum mati tapi demi memuaskan suara publik sambo harus divonis mati," kata Sugeng.
Baca juga: Berani Vonis Mati Sambo dan Perkecil Hukuman Eliezer, Ternyata Segini Harta Hakim Wahyu Iman Santoso
Lebih lanjut kata Sugeng Teguh Santoso, dengan vonis 1 tahun 6 bulan penjara bagi Bharada E, yang bersangkutan (Richard ) bisa diterima kembali bertugas dalam institusi Polri karena hukumannya di bawah 2 tahun.
"IPW mendorong Polri menerima kembali Bharada E untuk bertugas. Karena itu akan dapat menaikkan citra Polri didepan publik," tegasnya.(*)