TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Seorang bocah laki-laki berusia lima tahun mengalami malam penuh teror setelah disekap oleh ayah kandungnya yang pulang dalam kondisi mabuk di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Sabtu (23/8/2025) malam.
Dalam kondisi terancam dengan senjata tajam, korban berhasil diselamatkan oleh sang paman.
Bocah itu berinisial RF.
RF disekap ayah kandungnya bernama Untung Nur Huda (35).
Penyekapan adalah tindakan menahan seseorang secara paksa di suatu tempat tanpa izin atau kebebasan untuk keluar.
Dalam konteks hukum, penyekapan termasuk dalam kategori tindak pidana karena melanggar hak asasi seseorang atas kebebasan bergerak dan keselamatan diri.
Peristiwa itu terjadi pada saat Untung Nur Huda pulang dalam keadaan mabuk pada Sabtu (23/8/2025) malam.
Saat seseorang mabuk, terutama dalam tingkat yang berat, fungsi otak mengalami gangguan serius.
Ini memengaruhi karena alkohol menekan aktivitas di prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, kontrol impuls, dan penilaian moral.
Akibatnya, seseorang bisa melakukan tindakan yang biasanya tidak akan mereka lakukan dalam keadaan sadar.
Mabuk berat bisa membuat seseorang salah menafsirkan situasi, merasa terancam padahal tidak, atau menjadi agresif tanpa alasan jelas.
Emosi seperti marah, cemburu, atau frustrasi bisa meledak tanpa kendali.
Dalam kondisi blackout, seseorang bisa melakukan berbagai tindakan tanpa mengingatnya sama sekali setelah sadar.
Ini bukan berarti mereka tidak bertanggung jawab, tapi menunjukkan betapa berbahayanya kehilangan kesadaran penuh atas tindakan sendiri.
Jika pelaku memiliki riwayat ketergantungan alkohol atau gangguan mental, efek mabuk bisa jauh lebih ekstrem dan berbahaya.
Kombinasi antara trauma, stres, dan alkohol bisa memicu tindakan impulsif yang tragis.
Walaupun mabuk bisa membuat seseorang tidak sadar sepenuhnya atas tindakannya, hukum dan etika tetap memandang pelaku sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Hal ini, karena keputusan untuk minum alkohol adalah tindakan sadar.
Risiko dari mabuk sudah diketahui secara umum.
Tindakan kekerasan tetap harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
"Saya lihat Untung pulang ke rumah dalam kondisi mabuk."
"Masuk ke dalam dan langsung menyekap anaknya di kamar," ujar paman RF, TR, Minggu (24/8/2025).
TR yang mengetahui aksi nekat Untung, langsung bergegas menyelamatkan dan membawa RF keluar dari kamar.
Seusai menyelamatkan RF yang mengalami luka-luka di tangan dan lengan akibat senjata tajam, TR pun segera mendatangi Ketua RT untuk melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.
"Ada luka-luka dari RF karena ulah dari kejadian itu," tuturnya.
Belum sempat melaporkan aksi penyekapan ke polisi, Untung justru ditemukan meninggal menggantung di kamar.
Ayah Untung, Nunung mengatakan, dirinya sempat mendapat kabar adanya keributan yang terjadi di rumah anaknya.
Namun saat dilakukan pengecekan, rumah Untung dalam kondisi gelap.
Nunung yang penasaran kemudian masuk melalui pintu belakang.
Mata Nunung terbelalak kaget, nafasnya tersengal melihat kejadian yang menimpa Untung.
Untung ditemukan menggantung menggunakan kabel plastik di dapur.
"Saya masuk lewat belakang dan melihat anak saya sudah gantung diri," kata Nunung.
Polisi hingga kini masih mengumpulkan barang bukti untuk mengungkap kasus tersebut.
Adapun kini RF masih menjalani perawatan medis untuk luka-lukanya.
Keluarga juga masih berusaha memulihkan trauma yang dialami bocah lima tahun tersebut.
Tragedi ini menyisakan luka fisik dan trauma mendalam bagi sang anak, sementara keluarga masih berupaya memulihkan kondisi korban.
Dalam sistem hukum pidana di Indonesia (dan banyak negara lain), kematian pelaku menghentikan proses hukum terhadapnya.
Karena hukum pidana bertujuan untuk mengadili dan menghukum individu, maka jika pelaku sudah meninggal, tidak ada subjek hukum yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Proses pidana terhadap pelaku selesai jika ia meninggal.
Namun kasus secara keseluruhan belum tentu selesai, karena masih ada korban, dampak sosial, dan kebutuhan akan keadilan serta pemulihan.