Tanggapi Kritikan Adian Napitupulu, Ini Closing Statement Obed Kresna yang Bikin Jleb
Rasa kemanusiaan yang dibangun melalui hasil belajar kami hidup bersama masyarakat, itu cara-cara kami menghirup bau dari masyarakat itu sendiri.
Penulis: Yuyun Hikmatul Uyun | Editor: Yuyun Hikmatul Uyun
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yuyun Hikmatul Uyun
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Acara Mata Najwa Rabu (7/2/2018) berlangsung seru, karena lima orang perwakilan dari mahasiswa hadir untuk memberi tanggapan mengenai kartu kuning Jokowi.
Kelima mahasiswa tersebut diantaranya Zaadit Taqwa dari UI, Gafar Revindo Putra dari Universitas Trisakti, Qudsyi Ainul Fawaid dari IPB, Obed Kresna Widya Prastita dari UGM dan Ardi Rasyi Pradana dari ITB.
Pada awal segmen, mereka menyampaikan orasi secara bergantian.
Setelah itu, giliran para narasumber bergantian menyampaikan pendapatnya.
Narasumber tersebut terdiri atas beberapa anggota DPR, di antaranya Adian Napitupulu dari fraksi PDI-P, Desmond J Mahesa dari fraksi Partai Gerindra, Ahmad Yohan dari fraksi PAN,
Kemudian, ada pula Menteri Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, dan staf kepresidenan Republik Indonesia Moeldoko.
"Saya sudah dari Asmat, penderitaan mereka sudah saya lihat dengan mata sendiri, saya rasakan, aroma tubuh mereka sudah saya rasakan, air matanya saya pegang," ujar Adian Napitupulu.
"Setelah itu kembali ke Jakarta, lalu kartu kuning dikeluarkan, maka itulah seorang mahasiswa memiliki moral yang kuat," ujar Adian Napitupulu ketika menyampaikan pendapatnya tentang kartu kuning Jokowi.
Dalam segmen lain juga, Adian menegaskan:
"Kalian ini kan calon pemimpin, pemimpin rakyat. Lalu, siapa yang harus kalian kenali? Ya rakyat itu. Tidak cuma membaca dan mengetahui tentang rakyat itu dari buku. Cium aroma tubuhnya, cium keringatnya, pahami penderitaan mereka, makan bersama mereka, baru kalian menjadi pemimpin yang memang lahir dari rahim rakyat itu sendiri,"
"Hanya itu saja yang saya katakan. Kalau itu kalian lakukan sebelumnya, maka kartu kuningnya punya legitimasi yang kuat," ujar Adian.
Kata-kata dari Adian ini dijawab oleh Obed Kresna Widya Prastita dari UGM dalam closing statement.
Orang yang mengkritik perintah, dikatakan anti pemerintah.
Orang yang seringkali mendukung pemerintah, dikatakan pro pemerintah.
Hal inilah yang menjadi sumber perpecahan bangsa Indonesia.
Mahasiswa harus menjadi jembatan bagi keduanya.
Ketika mhasiswa mengkritik perintah, tidak berarti anti-pemerintah, begitu juga sebaliknya.
Ketika mendukung pemerintah bukan berarti mahasiswa pro pemerintah.
Apa yang membuat mahasiswa menjadi intermediary actor?
Yaitu rasa kemanusiaan yang dibangun melalui hasil belajar kami hidup bersama masyarakat,  ngobrol di angkringan, di burjo. 
Itu cara-cara kami menghirup bau dari masyarakat itu sendiri.

 
			
 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											