Petisi 'KPK Dalam Bahaya' Didukung Ribuan Netizen, ICW Ungkap Bahayanya Bila RKUHP Disahkan

Petisi tersebut juga mengungkapkan, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam R-KUHP justru menguntungkan koruptor.

Editor: Yudhi Maulana Aditama
Biidk layar change.org
Masyarakat menggalang petisi penolakan RKUHP yang akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Ribuan netizen menandatangani petisi berjudul "KPK DALAM BAHAYA, TARIK SEMUA ATURAN KORUPSI DARI R KUHP!".

Hingga pukul 06.08 WIB, Senin (4/6/2018), sebanyak 4.699 telah memberikan dukungannya dalam petisi itu.

Petisi tersebut dikeluarkan oleh Sahabat Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam menyikapi upaya DPR dan Pemerintah yang akan segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) pada 17 Agustus 2018 mendatang.

Dalam petisi itu, Sahabat ICW mengungkapkan ada sejumlah substansi yang dapat mengancam eksistensi KPK dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Pertama, Jika RKUHP disahkan maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," bunyi petisi tersebut.

Baca: Terungkap Fakta Baru, Grace Ternyata Sempat Disetubuhi Pelaku Hingga Mulut Disumpal Kain

Kewenangan KPK telah tercantum dalam Undang-Undang KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor (dan bukan dalam KUHP).

Sahabat ICW menganggap jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya Kejaksaan dan Kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi.

Pada akhirnya, KPK dinilainya hanya akan menjadi "Komisi Pencegahan Korupsi".

Aturan itu juga dianggap kontra produktif dengan kinerja KPK yang telah menyelamatkan uang negara melalui berbagai operasi tangkap tangan dan proses hukum terhadap para koruptor.

Baca: Akhir Tragis Penguasa Bengis Israel Tebas Banyak Nyawa Rakyat Palestina, 8 Tahun Koma Seperti Mumi

"Tidak hanya KPK, akan tetapi Pengadilan Tipikor pun terancam keberadaannya. Selama ini Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili kejahatan yang diatur dalam UU Tipikor. Maka jika R-KUHP ini disahkan kejahatan korupsi akan kembali diperiksa dan diadili Pengadilan Negeri," papar petisi tersebut.

Petisi tersebut juga mengungkapkan, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam R-KUHP justru menguntungkan koruptor.

Sebab, ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam R-KUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor.

"Koruptor yang diproses secara hukum dan dihukum bersalah tidak diwajibkan mengembalikan hasil korupsinya kepada negara karena R-KUHP tidak mengatur hal ini. Selain itu, pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian keuangan negara agar tidak diproses oleh penegak hukum," ungkap petisi itu.

Presiden juga dinilai telah ingkar janji dengan poin keempat Nawacita yang menyatakan akan memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Selain itu, Pemerintahan Jokowi dan partai politik nantinya akan tercatat sebagai lembaga yang melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.

Baca: Via Vallen Dilecehkan Pemain Sepakbola Terkenal Sampai Disebut Gila, Tapi Balasannya Bikin Salut

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved