Bandingkan #2019GantiPresiden dengan Demo 'Turunkan SBY', Andi Arief: Gak Perlu BIN Mengadang
Andi Arief mengatakan, saat massa melakukan aksi 'Turunkan SBY', mereka dibiarkan mengalir, tidak ada yang diadang, BIN juga tidak mengadang.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief lagi-lagi membandingkan kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo dengan kepemimpinan era sebelumnya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebelumnya, Andi Arief juga membandingkan sikap Jokowi dan SBY saat menghadapi masalah bencana yang terjadi di Indonesia.
Kali ini, Andi Arief membandingkan sikap pemerintah ketika ada aksi yang menginginkan presiden untuk diganti atau turun dari jabatannya.
Seperti yang diketahui, belakangan ini publik ramai dengan pengadangan terhadap Neno Warisman dan Ahmad Dhani.
Pengadangan itu dilakukan terkait aksi keduanya yang akan menggelar deklarasi #2019gantipresiden.
Beberapa kemudian menduga ada andil Badan Intelijen Nasional (BIN) dan pihak kepolisian dalam aksi pembubaran tersebut.
Keterlibatan BIN itulah yang kemudian membuat Andi Arief ikut berkomentar.
Ia lalu membandingkan dengan era kepemimpinan SBY yang saat itu diminta turun oleh para mahasiswa dan warga.
Menurutnya, saat itu SBY membiarkan para pendemo melakukan aksinya.
Tidak ada pengadangan, dibiarkan mengalir, bahkan BIN tidak turun tangan.
Andi Arief menyampaikan hal itu sambil memposting sejumlah foto aksi yang meminta SBY turun.
• Diminta Pilih Mana Antara Raisa, Chelsea Islan dan Linswell Kwok, Ini Jawaban Jonatan Christie
• Akui Sering Dapat Bully-an dari Netizen, Ini Cara Jojo Jonatan Christie Hadapi Haters di Medsos
Tulisan itu berbunyi "Turunkan SBY Sekarang Juga" dan "Turunkan SBY dan Boediono".
"Gak ada yang dihadang, dibiarkan mengalir. Gak perlu BIN mengahadang," tulis Andi Arief.
Dikutip dari Wartakota, Juru Bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto mengungkapkan, pihaknya sudah mengendus adanya potensi kericuhan dalam deklarasi #2019gantipresiden yang dihadiri Neno Warisman di Pekanbaru.
Atas pertimbangan itu, Kabinda setempat memutuskan memulangkan Neno ke Jakarta.