Supersemar
Kontroversi Supersemar, Mantan Ajudan Ungkap Kondisi Soekarno yang Merasa 'Dikerjai' Soeharto
Ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto mencerikan kejadian yang dialami Soerkarno pasca turunnya Supersamar
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Turunnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini masih jadi perbincangan publik.
Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih menyimpan banyak misteri.
Keberadaan Supersemar sampai saat ini masih menjadi kontroversi.
'Surat sakti' itu merupakan 'pintu' bagi Soeharto naik ke tampuk tertinggi pemerintahan Indonesia, menjadi presiden menggantikan Soekarno.
Sementara banyak orang mempertanyakan kebenaran Supersemar, ajudan Soekarno menceritakan kepedihan Soekarno saat mengetahui Supersemar digunakan Soeharto menggoyahkan presiden.
Soekarno merasa dibohongi Soeharto.
Itulah hal yang disampaikan Sidarto Danusubroto, ajudan terakhir Bung Karno, pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) tahun 1966.
"Bung Karno merasa dikibuli," kata Sidarto saat dijumpai Kompas.com di kediamannya di Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016) silam.
Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih menyimpan banyak misteri.
Setidaknya masih ada kontroversi dari sisi teks dalam Supersemar, proses mendapatkan surat itu, dan mengenai interpretasi perintah tersebut.
Menurut Sidarto, Soekarno menunjukkan sikap berbeda dengan serangkaian langkah yang diambil Soeharto setelah menerima Supersemar.

Sidarto tidak menyebut detail perubahan sikap Soekarno, tetapi ia menekankan bahwa Supersemar tidak seharusnya membuat Soeharto membatasi ruang gerak Sang Proklamator dan keluarganya.
"Dalam Supersemar, mana ada soal penahanan? Penahanan fisik, (dibatasi bertemu) keluarganya, penahanan rumah. Supersemar itu seharusnya melindungi keluarganya, melindungi ajarannya (Bung Karno)," kata Sidarto.
Istana Dikepung
Pada 11 Maret 1966 pagi, Presiden Soekarno menggelar rapat kabinet di Istana Merdeka, Jakarta.